jpnn.com, KUPANG - Sidang perkara korupsi proyek pembangunan jalan dan 100 unit embung di Kabupaten Sabu Raijua (Sarai) yang menyeret Kadis PU Sarai, Lay Rohi, akhirnya sampai pada pembacaan putusan majelis hakim. Dalam putusan yang dibacakan secara bergantian oleh Hakim Ketua Edi Pramono bersama Hakim Anggota Jemmy Tanjung dan Ali Muhtarom di Pengadilan Tipikor, Selasa (14/11), terdakwa Lay Rohi diganjar dengan pidana penjara selama empat tahun.
Menariknya, meski menyatakan terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi, namun majelis hakim dalam pertimbangan terkait unsur-unsur tindak pidana yang didakwaan kepada terdakwa, tidak sependapat dengan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
BACA JUGA: Proyek Abal-Abal Bikin Pangeran Saudi Makin Tajir
Sebelumnya, JPU dalam tuntutan, menyatakan perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar semua unsur dalam dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan menurut majelis hakim, perbuatan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, sebagaimana dakwaan subsidair penuntut umum.
BACA JUGA: Penyelidikan Kasus AW 101 Tak Sesuai Prosedur?
Khusus terkait unsur merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, majelis hakim dalam pertimbangannya juga tidak sependapat dengan perhitungan kerugian negara, sebagaimana dibacakan dalam tuntutan Penuntut Umum.
Menurut majelis hakim, dakwaan Penuntut Umum yang menyatakan terdakwa menerima uang sebesar Rp 513.460.000 dari proyek pembangunan jalan di Kecamatan Raijua yang dikerjakan Yusuf Alboneh dan Albinus alias Aleng, tidak terbukti. Sebab Penuntut Umum tidak dapat menghadirkan Yusuf Alboneh dan Albinus alias Aleng untuk didengar keterangannya. Dengan demikian, nilai kerugian negara yang harus dikembalikan terdakwa yakni sebesar Rp 1.398.215.000. Bukan sebesar Rp 1.911.675 sebagaimana tuntutan Penuntut Umum.
BACA JUGA: PT Militer Panggil Saksi Kasus Korupsi Peralatan Satelit
Selain pidana penjara selama empat tahun, terdakwa juga dihukum untuk membayar denda sebesar Rp 100 juta, subsidair dua bulan kurungan. Majelis hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1.398.215.000. Dengan ketentuan, jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lambat satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
“Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka dipidana penjara selama satu tahun,” sebut Hakim Ketua, Edi Pramono saat membacakan amar putusan.
Usai pembacaan putusan, Hakim Ketua mempersilahkan terdakwa untuk berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, John Rihi dan Lesly Anderson Lay. Kepada majelis hakim, penasihat hukum terdakwa menyatakan pikir-pikir. Berbeda dengan sikap dari kubu terdakwa, JPU Hendrik Tiip didampingi Benfrid Foeh saat itu juga langsung menyatakan banding.
Terdakwa sebelumnya dituntut oleh Penuntut Umum dengan pidana penjara selama delapan tahun dan enam bulan (8,5 tahun) dan denda sebesar Rp 400 juta, subsidair enam bulan kurungan. Terdakwa juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 1.911.675.000, subsidair pidana penjara selama empat tahun dan tiga bulan.
Kepada Timor Express, Penasihat Hukum terdakwa, Lesly Anderson Lay, mengatakan, dalam dakwaan, JPU menguraikan tentang dua pekerjaan yakni pekerjaan jalan dan pekerjaan embung. Namun dalam tuntutan, kerugian negara yang dihitung Penuntut Umum bukan lagi karena adanya kekurangan volume dalam pekerjaan 100 unit embung. “JPU justru hanya menggambarkan adanya penerimaan uang yang tidak seharusnya oleh terdakwa dari pekerjaan jalan,” ujarnya.
Lesly menambahkan, uang yang diterima terdakwa dari OMS Tanajawa dan OMS Mirakadi serta uang yang berasal dari peningkatan jalan Lobohede-Tanajwa dan pekerjaan jalan masuk Pasar Lobohede, sebenarnya bukan lagi menjadi uang negara. Uang tersebut sebagaimana kesaksian terdakwa, sudah menjadi milik Jhon Manu Lado.
“Sesuai fakta persidangan, semua pekerjaan, baik jalan maupun pekerjaan embung sudah 100 persen. Terus kerugian negara yang mana, yang harus kita kejar. Ini yang semestinya dipertimbangkan hakim dalam putusan,” ungkapnya.(r2/ito)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ahli: Penetapan Tersangka Kasus Heli AW 101 Prematur
Redaktur & Reporter : Friederich