jpnn.com, JERMAN - Berbeda dari pemerintahan sebelumnya dalam hal tata kelola lahan, Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla melakukan terobosan baru dengan menyerahkan hak pengelolan izin lahan langsung kepada petani.
Jika sebelumnya izin di kawasan Perhutani hanya berlaku 1-2 tahun, maka saat ini petani bisa mendapatkan kepastian hukum untuk mengelola selama 35 tahun. Bahkan jika terbukti berjalan baik, akan dilanjutkan lagi untuk 35 tahun berikutnya.
BACA JUGA: Jambore Nasional Bebas Sampah Untuk Indonesia Bersih
Menurut Program Manajer Sustainable Enviromental Governance, Hasbi Berliani menyatakan banyak contoh izin perhutanan sosial yang terbukti mampu meningkatkan pendapatan masyarakat.
Hasil kajian LIPI di Lampung mengungkapkan, program kerja yang digawangi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ini bisa mengurangi 50 persen sampai 82 persen kemiskinan.
BACA JUGA: Perhutanan Sosial Bukan Sekadar Bagi-bagi Lahan
Hasbi menyatakan, program perhutanan sosial memang bisa mengurangi ketimpangan penguasaan lahan saat ini. Namun dia mengingatkan, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan SDM.
“Akses untuk lembaga keuangan juga harus dibangun. Demikian juga untuk dukungan untuk pengolahan hasil produksi dan pemasaran,” katanya dalam salah satu sesi Konferensi Perubahan Iklim (COP UNFCCC) ke-23 di Bonn, Jerman, sebagaimana rilis yang diterima media, Jumat (10/11).
BACA JUGA: Program Jokowi Menjadi Perhatian Dunia
Hasbi juga mengingatkan pentingnya koordinasi antar Kementerian/Lembaga dan antar pemerintah di berbagai tingkatan. Selain itu dia juga menyerukan pemerintah untuk bisa menambah alokasi anggaran untuk mendukung sukses program perhutanan sosial.
Pemerintah akan memberi akses pemanfaatan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektar kepada masyarakat melalui program perhutanan sosial. Selain itu juga diberikan dukungan untuk peningkatan kapasitas dan penguatan permodalan dengan melibatkan Perbankan kementerian/lembaga non kementerian dan bank BUMN.
Sementara dari COP UNFCCC 23 di Bonn, Jerman, telah berlangsung beberapa sesi diskusi di pavilion Indonesia. Sesi Pertama Mainstreaming Social Forestry Into Indonesia Land Reform Policy yang memaparkan bagaimana upaya Pemerintah Indonesia dalam kegiatan Perhutanan Sosial mulai dari kebijakan dari Kemenko Perekonomian, implementasi perhutanan sosial dari KLHK, upaya pendampingan mitra di beberapa daerah oleh Kemitraan dan upaya mempercepat implementasi Perhutanan Sosial dari WALHI dengan moderator Dayu Nirma.
Sedangkan Sesi Kedua, Indonesia Coastal Carbon Initiative memberikan informasi kepada para pihak bagaimana Indonesia memiliki inisiatif tentang Blue Carbon dalam rangka kelestarian kehidupan juga bagaimana cara pendekatan penghitungannya, serta bagaimana upaya peningkatan kapasitas dalam penghitungan karbon. Selain itu sesi ini juga mengusulkan beberapa rekomendasi strategi untuk mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim bagi masyarakat pesisir dengan moderator Amanda Katili.
Sesi Ketiga, Mainstreaming Climate Change into Educational System memaparkan beberapa kegiatan yang telah dilakukan untuk memastikan investasi di bidang pendidikan yang secara konsisten mendukung komitmen dalam pembangunan rendah karbon dengan moderator Wahjudi Wardojo.
Sesi ke empat tentang Green Investment Opportunities adalah diskusi tentang bagaimana rencana investasi untuk lingkungan dapat menjadi peluang yang menjanjikan. Diantaranya pembelajaran dari Bangladesh, juga studi tentang bagaimana sertifikasi berperan terhadap penanggulangan illegal logging serta peluang investasi tenaga surya, Dr. Agus Justianto. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Unik Petani tak Hafal Pancasila di Depan Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi