Kalah atau Menang Tak Soal, yang Penting Caranya...

Rabu, 20 Agustus 2014 – 23:57 WIB
Margarito Kamis.

jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis mengatakan, pemilu merupakan pilihan yang beradab bagi manusia untuk menentukan pemimpinnya. Karena pemilu sudah disepakati sebagai cara untuk memilih pemimpin, maka pemilu harus berlangsung secara bersih dan jujur.

"Kalah atau menang di dalam pemilu presiden tidak soal. Caranya yang penting. Beradab atau tidak prosesnya?" kata Margarito Kamis, di Gedung DPD, Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Rabu (20/8).

BACA JUGA: Satu Kecurangan Tak Bisa Batalkan Hasil Pilpres

Kalau sebuah pemilu dilakukan dengan kecurangan, menurut Margarito, itu sama saja dengan mengingkari pemilu itu sendiri. "Sama saja dengan bajingan memilih pemimpinnya. Sementara pemilu adalah cara orang beradap memilih pemimpin dan dimenangkan dengan cara beradab juga," tegasnya.

Bahwa undang-undang pemilu banyak lobang-lobangnya, menurut Margarito, iya. "Tapi para elit jangan pula mengajari masyarakat untuk memanfaatkan lobang-lobang itu," ujarnya.

BACA JUGA: Bertemu Saksi Anas, Keluarga Nazar Berpotensi Rekayasa Keterangan

Dijelaskannya, ketika pemilu di era orde baru dilaksanakan secara curang, PDI merupakan partai terdepan yang memprotesnya. "Di risalah BP MPR tercatat PDI (PDIP,red) paling ngotot bicara pemilu orde baru jorok, curang dan kotor. Lalu mereka minta pemilu harus jujur dan adil," ungkap Margarito.

Atas permintaan PDI tersebut, maka Badan Pekerja MPR di dalam risalahnya menggarisbawahi keharusan pemilu berlangsung bersih, jujur dan adil sebagai prasyarat pemilu yang sah. "Baca itu risalah BP MPR itu," sarannya.

BACA JUGA: 23 Agustus, Pendaftaran Calon Praja IPDN

Dia akui, jujur dan adil itu dua kata kecil tapi sangat berat. "Implementasinya, kalah dan menang harus bermartabat. Kata jujur dan adil itu roh dan jiwa pemilu. Ini, sejak 1971 pemilu sudah bajingan, masa terus-terusan jadi bajingan," kata dia.

Selain itu dia juga menyatakan bahwa pendekatan terstruktur, sistematis dan massif (TSM) untuk mengadili sebuah perkara pemilu bukan datang ujug-ujug. "TSM lahir dari sebuah proses pendewasaan berdemokrasi dan tidak perlu juga dicurigai," ujar Margarito.

Terakhir Margarito mengungkap keyakinannya bahwa para hakim konstitusi juga manusia yang memiliki hati dan mimpi agar bangsa ini lebih baik ke depannya. "Makanya putusan MK besok sangat menentukan arah bangsa ini dalam berdemokrasi," tuturnya.

Kalau MK hanya akan hitung angka-angka, tidak satupun bisa berbuat apa-apa. "Tapi saya yakin, hakim MK itu juga punya hati dan punya moral. Mereka pasti akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat," pungkas Margarito. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Apapun Putusan MK, Diprediksi Bakal Tetap Panas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler