Ratusan ribu perusahaan di Australia yang mengalami kerugian selama pandemi COVID telah mengajukan klaim ganti rugi namun pihak asuransi menolak untuk membayar.

Kini keputusan pengadian mengharuskan asuransi menanggung kerugian tersebut.

BACA JUGA: Ganjar Minta Orang Tua Mengizinkan Anaknya Jadi Sukarelawan di RS Rujukan Covid-19

Banyak perusahaan Australia yang telah memiliki jenis asuransi yang dapat menutupi kerugian akibat gangguan perdagangan, termasuk di saat pandemi.

Diperkirakan sekitar 250.000 perusahaan memiliki polis asuransi seperti ini.

BACA JUGA: Jelang Tahun Ajaran Baru, P2G Mendesak Mas Nadiem Siapkan Pedoman MOS

Total ganti rugi diperkirakan mencapai $10 miliar atau sekitar Rp100 triliun.

Namun, industri asuransi berdalih polis semacam ini tidak dirancang untuk menutupi ganti rugi usaha akibat pandemi COVID.

BACA JUGA: Digital Banking Bank BJB Tumbuh Berlipat di Tengah Pandemi Covid-19

Tahun lalu Dewan Asuransi Australia (ICA) bahkan membawa kasus ini ke pengadilan untuk menguji dan mengklarifikasi bahwa polis yang mereka jual tidak mencakup pandemi COVID.

Namun pengadilan memutuskan bahwa pihak asuransi haruslah membayarkan ganti rugi bagi pemegang polis yang usahanya rugi akibat pandemi.

Industri asuransi kemudian mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA) Australia.

Hari Jumat (25/6/2021) ini, permohonan banding mereka ditolak.

Dirut ICA, Andrew Hall menilai keputusan MA Australia sangat mengecewakan.

"Meskipun kami kecewa, keputusan pada kasus uji pertama ini telah memberi kami kepastian," ujar Hall. Apakah ganti rugi akan dibayarkan?

Informasi yang diperoleh ABC News menyebutkan tidak sampai 10 perusahaan yang akan dibayarkan ganti rugi menyusul keluarnya vonis dari MA.

Pasalnya, industri asuransi kembali mengajukan gugatan baru ke pengadilan.

Gugatan ini bertujuan mengklarifikasi, apakah perusahaan pemegang polis memerlukan bukti-bukti adanya kasus COVID-19 yang terjadi dalam jarak dekat dengan usaha mereka.

Banyak perusahaan yang tidak dapat membuktikan bahwa usahanya terdampak karena adanya kasus positif di sekitar tempat usahanya.

Namun perusahan-perusahaan ini berdalih bahwa kerugian usaha yang mereka alami terjadi akibat kebijakan lockdown dan penutupan perbatasan negara.

Dirut ICA mengatakan industri asuransi sekarang akan fokus pada kasus kedua ini.

Menurut rencana, persidangan kasus ini baru akan dimulai pada bulan Maret tahun depan. Gugatan class action meningkat

Seorang pengacara litigasi, Andrew Grech, menilai vonis MA hari ini bukan berarti akan ada pembayaran langsung bagi perusahaan yang memiliki polis asuransi dimaksud.

"Keputusan MA menolak permohonan ICA bukan berarti perusahaan asuransi sekarang akan langsung membayarkan ganti rugi," kata Andrew Grech.

"Keputusan itu juga tidak relevan dengan ribuan perusahaan yang terkena dampak COVID-19, karena hanya berlaku langsung untuk sejumlah kecil masalah yang mempengaruhi pemegang polis Hollard dan HDI Global Specialty SE."

"Selama 16 bulan, kita menyaksikan perusahaan asuransi melancarkan perang, menempuh setiap opsi hukum yang terbuka demi memperlambat proses dan menghindari pembayaran klaim," ujar Grech.

Ia memperkirakan pihak asuransi akan terus mencari celah hukum untuk menunda pembayaran ganti rugi kepada perusahaan yang menderita kerugian akibat pandemi.

"Kami akan memulai class action terhadap dua perusahaan asuransi besar," ujar Grech lagi.

Ia menambahkan, satu-satunya cara untuk memaksa perusahaan asuransi membayar ganti rugi dalam waktu sesingkat mungkin, yaitu melakukan gugatan bersama atau 'class action'.

Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Program Kartu Prakerja Berdampak Positif Bagi Kesehatan Mental Akibat Pandemi

Berita Terkait