jpnn.com - RUMAH Bung Karno di Pegangsaan 56 Jakarta makin ramai. Para pemimpin, baik dari golongan tua pun golongan muda mulai berdatangan. Malam 15 Agustus 1945 kian dingin. Tapi tensi kian panas. Bung Karno diancam pakai belati.
Wenri Wanhar - Jawa Pos National Nerwork
BACA JUGA: Malam ini 71 Tahun Lalu di Rumah Bung Karno
Bung Hatta yang baru datang angkat bicara. "Saya mengerti maksud tuan-tuan," katanya kepada para pemuda. "Dan saya sudah mendengar pula tentang penyerahan Jepang, tetapi resminya belum."
Pria berkacamata berusia 43 tahun itu menghela nafas sejenak. "Tentang maksud supaya rakyat kita yang memproklamasikan kemerdekaan, itu pun sudah pula saya dengar dari Sjahrir," sambung Hatta.
BACA JUGA: Beuuuh... Ada Jawara, Preman dan Parewa dalam Ring Satu Proklamasi
Sama dengan Bung Karno, Hatta pun ingin terlebih dahulu mendengar pikiran Jepang yang sebelumnya menjanjikan kemerdekaan Indonesia.
Subadio Sastrosatomo, saksi mata peristiwa itu bercerita--sebagaimana ditulis wartawan J. Tuk Suprapto dalam Sinar Harapan, 18 Agustus 1970--demi mendengar tanggapan golongan tua, seorang pemuda nyeletuk, "barangkali Bung Besar kita takut lihat hantu dalam gelap. Barangkali dia menunggu-nunggu perintah dari Tenno Heika."
BACA JUGA: Ternyata Ada Tim Rahasia yang Menyelenggarakan Proklamasi, Ini Orangnya
Wikana, pimpinan pemuda menyambung ejekan itu dengan gerakan mendadak yang tak diduga-duga.
"Kita tidak ingin mengancammu, Bung!" tandasnya seraya mendekati Bung Karno dengan belati terhunus.
"Revolusi berada di tangan kami sekarang. Dan kami memerintahkan Bung. Kalu Bung tidak memulai revolusi malam ini, baiklah. Tetapi kami pemuda-pemuda tidak dapat menanggung sesuatuanya. Jika besok siang proklamasi belum juga diumumkan, kami pemuda-pemuda akan bertindak dan menunjukkan kesanggupan…pemuda akan melaksanakan revolusi dan darah akan mengalir," Wikana menekan.
Menurut Subadio, Bung Karno yang sedari tadi mencoba tenang, tiba-tiba bangkit dari duduknya, dan meloncat ke tengah-tengah pemuda.
Si Bung berteriak, "jangan aku diancam! Jangan aku diperintah! Engkau harus mengerjakan apa yang kuingini! Pantangku untuk dipaksa menurut kemauanmu…"
Semua terdiam. Bung Karno mengedarkan pandangannya melihat senjata-senjata yang ditenteng para pemuda. Terhenti di pisaunya Wikana. Dipanahnya dalam-dalam, lalu berkata, "Ini kudukku," seraya menyerahkan lehernya. "Boleh penggal kepalaku. Engkai bisa membunuhku. Tetapi jangan kira aku bisa dipaksa."
Hening. Bung Karno menguasai penuh keadaaan. "Saya bicarakan dulu hal ini dengan teman-teman lain."
Hatta berdiri. Dia mengajak Bung Karno, Ahmad Soebardjo dan Buntaran ke ruang tengah. Berunding. --bersambung (wow/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kisah Seputar Proklamasi yang Selama ini Disembunyikan
Redaktur : Tim Redaksi