Kaleidoskop 2021: Daftar 4 Hoaks Level Dunia seputar Vaksin Covid-19

Jumat, 31 Desember 2021 – 08:40 WIB
Vaksinasi COVID-19 bisa mencegah penularan Varian Delta AY.4.2. Ilustrasi Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Informasi palsu alias hoaks terkait vaksin Covid-19 masih merambah jejaring media sosial pada 2021.

Berikut ini 4 hoaks level dunia seputar vaksin Covid-19:

BACA JUGA: Buat Penyebar Hoaks Vaksin Anak, Ada Peringatan nih dari Satgas Covid-19!

1. Sinovac disebut sebagai vaksin Covid-19 dengan efektivitas paling rendah

Sinovac yang merupakan salah satu vaksin buatan China ini disebut sebagai vaksin Covid-19 paling lemah di dunia.

BACA JUGA: Divonis 4 Tahun Penjara, Terdakwa Hoaks Babi Ngepet: Saya Ikhlas Lillahi Taala

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) disebut telah melakukan perbandingan pada 10 jenis vaksin virus corona dari berbagai perusahaan farmasi global. Sinovac ditempatkan di posisi 10 atau terakhir.

Vaksin kedua buatan China yang mendapat persetujuan dari WHO setelah Sinopharm ini, juga diklaim sebagai vaksin Covid-19 dengan efektivitas paling rendah.

BACA JUGA: Puluhan Honorer K2 Tertipu Orang Mengaku Staf KSP, Setor Uang demi SK PNS & PPPK

Juru bicara vaksinasi Covid-19 dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Lucia Rizka Andalusia mengklarifikasi narasi yang menyebar melalui pesan berantai di WhatsApp itu pada awal 2021.

Lucia Rizka memastikan tidak ada dokumen maupun informasi resmi dari WHO yang membandingkan respons imunitas dari 10 kandidat vaksin, atau pernyataan bahwa vaksin Sinovac memiliki efektivitas paling rendah.

Isu juga menyebut Sinovac menjadi penyebab kematian empat tenaga kesehatan RI serta pendakwah Syekh Ali Jaber.

Semua narasi tersebut telah dibantah dengan didukung bukti penelusuran fakta dari Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo) serta lembaga pemeriksa fakta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).

Dalam catatan laporan hoaks Kominfo, informasi palsu soal Sinovac paling banyak ditemukan pada Januari hingga pertengahan 2021.

2. Efek samping Moderna disebut pembengkakan wajah dan mata

Vaksin Moderna juga diajar "kabar miring" di Indonesia.

Efek samping yang dirasakan para penerima vaksin Moderna disebut dapat berupa pembengkakan wajah dan mata.

Isu juga menyebut vaksin racikan perusahaan farmasi asal Amerika Serikat itu mengandung potasium klorida, yang berbahaya bagi wanita hamil, hingga dapat menyebabkan keguguran serta mengakibatkan kematian.

Pada 3 Maret 2021, Reuters melaporkan bahwa vaksin Covid-19 Moderna tidak mengandung potasium klorida.

Kantor Berita Inggris itu menyebutkan narasi terkait efek samping Moderna sebagai informasi keliru alias hoaks.

3. Sebanyak 17 negara disebut melarang penggunaan vaksin AstraZeneca

Misinformasi tentang vaksin AstraZeneca muncul hanya beberapa hari setelah jutaan vaksin buatan Inggris itu tiba di Indonesia, tepatnya 8 Maret 2021.

Hoaks soal vaksin AstraZeneca, dalam catatan ANTARA, berawal dari narasi yang beredar di luar negeri.

Sejumlah unggahan yang tersebar melalui Twitter menyebutkan bahwa 17 negara telah melarang penggunaan vaksin Covid-19 AstraZeneca sejak pertengahan Maret 2021.

Padahal, 17 negara, termasuk Indonesia, saat itu hanya menunda atau menghentikan sementara penggunaan vaksin AstraZeneca, karena ditemukan 30 kasus penggumpalan darah pascapenyuntikan vaksin pada sejumlah warga Eropa.

WHO pada 17 Maret 2021 secara tegas menyatakan vaksin AstraZeneca memiliki manfaat lebih besar jika dibandingkan dengan risiko yang ditimbulkan.

WHO pun merekomendasikan kelanjutan penggunaan vaksin hasil kerja sama AstraZeneca dengan Universitas Oxford tersebut.

4. Efek samping vaksin Pfizer disebut mengakibatkan kematian

Vaksin Pfizer bisa dibilang telah menjadi korban hoaks dengan narasi yang paling variatif.

Menurut data yang dihimpun ANTARA, sejumlah sasaran informasi palsu mengenai vaksin Pfizer tercatat meliputi efek samping, kandungan dalam vaksin, serta penolakan penggunaannya oleh pejabat.

Isu menyebutkan efek samping vaksin Pfizer dapat menyebabkan kemandulan, munculnya kelainan sel darah putih, membuat hilang kesadaran, hingga mengakibatkan kematian.

Isu tentang adanya zat penguat jantung dalam vaksin Pfizer juga sempat beredar pada Oktober 2021.

Bahkan, Ugur Sahin, penemu vaksin Pfizer sekaligus pendiri perusahaan BioNTech serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat juga disebut menolak suntikan Pfizer.

Semua narasi tersebut merupakan hoks, yang sudah diklarifikasi melalui penelusuran sejumlah pemeriksa fakta dari Reuters, British Broadcasting Corporation (BBC), Agence France-Presse (AFP), maupun ANTARA.

Tenaga Ahli Menkominfo Donny Budi Utoyo menyebut ada 414 konten hoaks vaksin COVID-19 yang ditemukan hingga Desember 2021.

Ratusan informasi palsu itu terpantau dibagikan di sejumlah platform media sosial hingga mencapai ribuan hoaks.

Ada yang masih menggunakan narasi asli, adapula yang sudah berubah menjadi hoaks baru.

Donny menjelaskan pihaknya sudah menurunkan total 2.498 kabar salah sampai Desember 2021. Yang terbanyak dari Facebook, tepatnya 2.306 konten.

Namun, upaya tersebut dinilai tidak dapat menuntaskan masalah hoaks, yang berdasarkan penelitian 10 kali lebih cepat menyebar dibandingkan dengan konten klarifikasinya. (antara/jpnn)

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler