Kaleidoskop 2022: Badai PHK hingga Resesi Global Jadi Ancaman Perekonomian

Kamis, 29 Desember 2022 – 06:17 WIB
Sepanjang 2022, masih menjadi tahun yang penuh dengan teka-teki, karena banyaknya PHK dan berbagai dari resesi global. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sepanjang 2022, masih menjadi tahun yang penuh dengan teka-teki, terutama bagi kegiatan ekonomi dan bisnis.

Pemerintah masih terus berusaha dalam pemulihan ekonomi yang masih terganjal akibat Covid-19.

BACA JUGA: 5 Berita Ekonomi Terpanas 2022: Mobil Mewah Tak Boleh Pakai Pertalite, BI Punya Kabar Tak Sedap, Sri Mulyani Bikin Sejuk

Catatan JPNN.com banyak peristiwa besar perekonomian di Indonesia sepanjang 2022 yang tidak menyenangkan, mulai dari PHK besar-besaran di beberapa perusahaan ternama hingga isu resesi 2023 yang sangat meresahkan semua kalangan.

Sebelumnya, berapa bulan terakhir bermunculan kabar PHK oleh berbagai perusahaan, seperti Shopee, Indosat, Tanihub, Tokocrypto, dan GoTo.

BACA JUGA: Tips dari Ekonom agar Aman dari Ancaman Resesi Ekonomi 2023

Adapun penyebab dari badai PHK tersebut bermacam-macam, di antaranya pemulihan pascapandemi Covid-19, konflik geopolitik, efisiensi perusahaan hingga ancaman resesi yang terjadi secara global.

Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) memprediksi jumlah pengangguran akan berpotensi meningkat kembali tahun ini. 

BACA JUGA: KTT Peringatan 45 Tahun ASEAN, Presiden dan Menko Airlangga Dorong Pemulihan Ekonomi Berkelanjutan

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J. Supit mengatakan badai PHK akan terjadi pada sektor bisnis yang tengah menurun drastis, yakni garmen dan sepatu.

Menurutnya, kedua sektor itu tengah mengalami penurunan orderan hingga 50 persen.

"Sebab, kedua sektor itu juga mengandalkan ekspor ke Eropa dan Amerika Serikat, dua negara itu tengah mengalami penurunan ekonomi," ujar Anton.

Anton menjelaskan permintaan dunia, khususnya pasar Eropa dan Amerika menurun sekali sehingga orderan sepatu menurun hingga 50 persen, garmen 30 persen.

"Jika sebuah bisnis atau pabrik penjualannya berkurang hingga 50 persen akan sulit bagi perusahaan mempertahankan karyawannya," ungkapnya.

Badai PHK Masih Berlanjut

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda memperkirakan efisiensi bisnis di industri startup masih akan terus berlanjut.

Menurutnya, keputusan perusahaan startup di Indonesia melakukan PHK atas sejumlah karyawannya karena di tengah persaingan bisnis e-commerce yang ketat. 

Apalagi, kesulitan pendanaan dan kebutuhan akan efisiensi biaya menjadi penyebab utama PHK karyawan. 

Persaingan yang ketat di beberapa sektor industri digital juga menjadi salah satu penyebab.

Resesi masih menjadi ancaman besar

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai resesi menjadi ancaman serius bagi ekonomi Indonesia.

Menurut Bhima, Indonesia masuk dalam negara dengan probabilitas terjadi resesi meskipun baru tiga persen, bahkan menurut data Bloomberg jauh lebih baik dibandingkan China, Jepang, dan Thailand.

"Perlu dicatat, tidak ada satupun negara yang aman dari resesi. Probabilitas terjadinya resesi masih ada meskipun sekarang angkanya kecil," ujar Bhima kepada JPNN.

Bhima menyebut tiga hal yang perlu diwaspadai terkait transmisi resesi global ke ekonomi domestik, yakni lewat sektor keuangan melalui pelemahan kurs hingga naiknya tingkat suku bunga secara agresif.

Kemudian, lewat perdagangan dimana kinerja perdagangan mengalami penurunan surplus akibat permintaan negara mitra dagang utama menurun.

Lebih lanjut, volatilias harga komoditas membuat inflasi di dalam negeri meningkat dan menciptakan krisis biaya hidup bagi kelompok rentan.

Dengan demikian, para ekonom sepakat mengimbau pemerintah Indonesia harus segera mengeluarkan paket kebijakan untuk mengantisipasi resesi ekonomi.

Paket kebijakan yang diperlukan, di antaranya tambahan alokasi dana perlindungan sosial, bantuan subsidi bunga yang lebih besar bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Menteri Keuangan Khawatir Banyak Dunia Resesi Berjemaah

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kekhawatiran terhadap ancaman resesi tahun depan.

Menurut Sri Mulyani, ancaman tersebut kian nyata usai beberapa negara dunia menaikkan suku bunga acuan secara bersamaan.

"Bank Dunia menyampaikan, bank sentral di seluruh dunia melakukan peningkatan suku bunga secara cukup ekstrem dan bersaman maka dunia pasti mengalami resesi di 2023," ujar Sri Mulyani pada konferensi pers APBN Kita secara virtual, Senin (26/9).

Eks Direktur Pelaksana Bank Dunia itu mengatakan kenaikan suku bunga bisa membuat pertumbuhan ekonomi masing-masing negara terpukul.

Kemudian, Sri Mulyani menjelaskan tanda-tanda pelemahan ekonomi sudah mulai terlihat dari aktivitas Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur global yang turun dari 51,1 ke 50,3 per Agustus 2022.

Lebih lanjut, negara-negara G20 dan ASEAN, hanya 24 persen saja yang aktivitas manufakturnya masih di level ekspansi dan meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Indonesia, Thailand, Filipina, Rusia, Vietnam dan Arab Saudi.

Walaupun begitu, Indonesia masih cukup bergerak positif karena masih dijalur akselerasi. Namun, harus bersikap hati-hati karena ekonomi dunia sedang mengalami pelemahan.(mcr28/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Wenti Ayu Apsari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler