Kaleidoskop CHEPS FKM UI, Transformasi Sistem Kesehatan Tidak Bisa Sekejap Mata

Senin, 18 Desember 2023 – 20:10 WIB
Refleksi Dua Tahun Transformasi Kesehatan: Kontribusi Center for Health Economics and Policy Studies Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (CHEPS FKM UI), di Jakarta, Senin (18/12). Foto Mesya/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kemenkes terus melakukan  transformasi sistem layanan kesehatan. Transformasi yang digagas Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga didukung keterlibatan semua pihak di lintas sektor pemerintahan, kementerian, lembaga maupun swasta dan juga masyarakat.

"Mereka juga sangat besar kontribusinya demi terwujudnya masyarakat yang sehat dan produktif kedepannya," kata Staf Khusus Menteri Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Prastuti Soewondo, SE, MPH, PhD. dalam Refleksi Dua Tahun Transformasi Kesehatan: Kontribusi Center for Health Economics and Policy Studies Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (CHEPS FKM UI), di Jakarta, Senin (18/12).

BACA JUGA: CHEPS UI Ungkap Cara Menghemat Beban JKN untuk Penanganan Diabetes

Capaian pelaksanaan dua tahun transformasi kesehatan yang sedang giat-giatnya digagas oleh Kementerian Kesehatan antara lain berupa enam pilar elemen transformasi.

Pertama, penguatan layanan primer dengan konsep mendekatkan layanan hingga ke tingkat desa dan dusun. Kedua, penguatan layanan rujukan terutama dalam peningkatan jenis, jumlah, kualitas dan distribusi layanan agar terjadi kesetaraan pelayanan.

BACA JUGA: Cegah Kematian Bayi, Kemenkes Bekali 10 Ribu Puskesmas dengan Alat USG

Ketiga, Transformasi Sistem Ketahanan Kesehatan. Keempat melalui Penguatan sistem pembiayaan kesehatan melalui perbaikan kualitas belanja kesehatan berbasis kinerja, HTA, pembiayaan JKN dan konsolidasi pembiayaan pusat dan daerah.

"Kelima adalah pemenuhan SDM kesehatan esensial termasuk tenaga medis dan tenaga kesehatan prioritas dan keenam, transformasi teknologi kesehatan yang mengedepankan pengembangan dan pemanfaatan teknologi, digitalisasi dan bioteknologi di sektor kesehatan," tuturnya.

BACA JUGA: Kemenkes Ungkap Tata Laksana untuk Menekan Angka Stunting

Pada kesempatan sama, Guru besar FKM UI  Prof. Budi Hidayat, SKM, MPPM, PhD mengungkapkan beban penanganan diabetes pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dapat dihemat hingga 14%, atau sekitar Rp 1,7 triliun per tahun. Hal ini jika mulai mengalihkan terapi insulin dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

"Studi ini mendukung pilar transformasi kesehatan pada aspek layanan primer dan transformasi pembiayaan kesehatan," ungkapnya.

Prof Budi Hidayat juga menyoroti temuan studi yang mendukung pengalihan pengobatan insulin ke FKTP, sejalan dengan pedoman yang telah ditetapkan oleh asosiasi PERKENI. Hasil studi itu menekankan pentingnya merealisasikan hasil temuan ke dalam langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti, termasuk perubahan kebijakan, seperti menyelaraskan Formularium Nasional dengan PNPK.

Juga memastikan kompetensi dan kemampuan fasilitas layanan kesehatan primer, dan memulai reformasi remunerasi di layanan kesehatan primer.

"Produk penelitian JKN Financial Modelling (JFM), memfasilitasi.pemerintah Indonesia dengan tools untuk menghasilkan kebijakan JKN berbasis bukti yang akan memastikan tercapainya UHC dengan keberlanjutan keuangan jangka panjang," ujarnya.

Hasil studi JFM digunakan sebagai masukan dalam melaksanakan Permenkes 3/2023. Selain itu JFM juga digunakan untuk menghasilkan serangkian rencana reformasi kebijakan seperti Kebutuhan Dasar Kesehatan (KDK), Kelas Rawat Inap Standar, dan Tarif JKN seperti tertuang dalam Permenkes 3/2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

"Lebih dari 80% dana JKN dialokasikan untuk membayar pelayanan di RS berdasarkan DRG (Diagnosis Related Group) atau dikenal sebagai INA-CBGs, oleh karenanya kebijakan pembayaran di RS akan sangat berdampak pada RS, BPJS Kesehatan, peserta dan sistem JKN itu sendiri," terangnya.

Setiap negara yang menggunakan DRG sebagai sistem pembayaran memiliki dua pilihan, yaitu mengembangkan sendiri atau mengadopsi dari negara lain dan kemudian mengembangkannya. Kementerian Kesehatan RI mengambil pilihan nomor 2 yaitu mengembangkan INA-Grouper untuk menggantikan UNU Grouper yang saat ini digunakan, menyesuaikan sebaran penyakit, biaya pelayanan dan demografi penduduk di Indonesia.  

Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (Adinkes) dr. Mohamad Subuh MPPM, menjelaskan bahwa pemerintah daerah khususnya Dinas Kesehatan memahami transformasi kesehatan sebagai upaya dalam rangka penguatan dan percepatan pencapaian tujuan pembangunan kesehatan nasional (derajat kesehatan setinggi-tingginya). 

Dalam implementasinya perlu disinkronkan dengan tugas-tugas wajib di daerah sesuai UU No. 23 tahun 2014 (tentang Otonomi Daerah), disebutkan kewajiban daerah mencapai Standar Pelayanan Minimnal (SPM) 100% di setiap provinsi dan kabupaten/kota. 

"Sesuai dengan amanah UU No. 17 Tahun 2023 (Omnibus Law Kesehatan) ini merupakan pedoman final dalam pembangunan kesehatan," pungkasnya. (esy/jpnn)


Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler