Kali Pertama, Tim Koki Indonesia Lolos ke Final Olimpiade Memasak Kelas Dunia di Perancis

Sempat Bingung Menu Berbahan Domba Skotlandia

Senin, 14 Februari 2011 – 07:37 WIB
BANGGA : Risky (kiri) dan Guruh Nugraha (tengah) saat laga final di Lyon, Prancis. Foto : Igna Ardiani /Jawa Pos

Untuk kali pertama Indonesia berhasil lolos memasuki babak final olimpiade memasak kelas dunia Bocuse d'Or World Culinary Competition di Lyon, PrancisSiapa saja mereka? Berhasilkah mereka menjadi jawara?
-------------------------------
IGNA ARDIANI, Jakarta
-------------------------------

Nama Bocuse d'Or World Culinary Competition mungkin belum familier di telinga kita

BACA JUGA: Tan Liong Houw, Legenda Hidup Timnas yang Tetap Bermain Bola di Usia 81 tahun

Tetapi, di Eropa dan Amerika, nama Bocuse d'Or sudah kondang dan merupakan salah satu even yang paling ditunggu para juru masak profesional
Kompetisi memasak yang digagas koki Paul Bocuse dan berlangsung sejak 1987 itu merupakan ajang unjuk skill memasak, sekaligus sarana para koki muda berbakat untuk mendulang nama besar di dunia kuliner internasional

BACA JUGA: Arsyad Sanusi, Hakim MK yang Dinyatakan Melanggar Kode Etik dan Langsung Mundur



Bocuse d'Or rutin dihelat dua tahun sekali, diikuti 24 tim profesional dari seluruh penjuru dunia
Di kalangan para koki, Bocuse d'Or sudah menjadi semacam olimpiade memasak

BACA JUGA: Urus Izin Kena Tuduh Kristenisasi, Buka Dapat Fitnah Islam Garis Keras

Sebab, untuk mencapai tiket final di Prancis, para koki harus melampaui beberapa babak penyisihan.  Penyisihan pertama dilakukan di tingkat nasional, lalu melaju ke tingkat regionalSetelah itu, baru menuju final yang selalu dihelat di SIRHA International Hotel, Catering and Food Trade Exhibition, Lyon, Prancis

Tahun ini untuk kali pertama Indonesia mempunyai wakil di final Bocuse d'Or yang berlangsung 25-26 Januari laluYang mewakili adalah duo chef Riva Restaurant, The Park Lane Hotel, Jakarta, Guruh Nugraha, 32, dan Risky Hidayah, 22Mereka boleh berbanggaSebab, perwakilan Indonesia sebelumnya hanya bisa mencapai babak penyisihan tingkat AsiaSementara mereka bisa melaju hingga level puncak

Butuh waktu lebih dari setahun bagi Guruh dan Risky untuk menuju PrancisBetapa tidak, babak penyisihan tingkat nasional sendiri dilangsungkan pada akhir 2009Setelah itu, mereka melaju ke babak penyisihan tingkat regional di Shanghai, Tiongkok, 17?19 Maret 2010Lolos ke peringkat empat besar pada penyisihan Asia, mereka berhak meraih tiket final

Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi demi melaju ke finalGuruh mengaku sempat senewen saat akan melakoni penyisihan tingkat Asia"Saya bingung mencari asisten," kata pria yang mengawali karir di restoran Sunda tersebutDalam peraturan kompetisi disebutkan, satu orang lead chef hanya didampingi satu orang commis atau asisten yang usianya tidak boleh lebih dari 22 tahun.

Usia asisten Guruh di babak penyisihan tingkat nasional sudah lebih dari 22 tahunSaat menemukan asisten baru, eh ketika dihitung-hitung, usianya juga bakal lebih 22 tahun jika mereka melaju ke finalGuruh, dan pelatihnya chef Stefu Santoso, Executive Chef The Park Lane Hotel, pusing tujuh keliling"Padahal, saya sudah berlatih intensif dengan dia," kenang pria kelahiran 15 Januari 1979 tersebut

Guruh bertemu Risky sebulan sebelum babak penyisihan Asia berlangsungProsesnya singkatRisky yang baru bergabung di Riva, ketahuan baru 21 tahunMelihat itu, pelatih Guruh, chef Stefu buru-buru meminang Risky untuk ikut bergabung dalam timTawaran itu membuat Risky terkejut"Saya terima, itung-itung untuk menambah pengalaman," kata cowok kelahiran 17 Februari 1989 ituDi tengah terbatasnya waktu, Guruh dan Risky cepat menjadi kompakSelama kompetisi, Risky mengurus garnis atau hiasan makanan, sementara Guruh menyiapkan bahan utamaMeski hanya berlatih singkat, ternyata Risky andal jugaPenyuka olahraga itu menyabet gelar the Best Commis Bocuse d?Or Asia Selection

Guruh memang menargetkan harus ke final saat babak penyisihan regionalPadahal, rival-rival di level Asia cukup beratTerutama dari Korea, Singapura, Jepang, dan MalaysiaTetapi, Guruh tetap optimistis bisa lolos"Sempat tidak percaya karena kami bisa melampaui Korea dan Singapura dan mendapat tiket ke final," kata Guruh yang sehari-hari menjabat Demi Chef de Partie, Riva Restaurant the Park Lane Hotel tersebut.

Persiapan final, kata Guruh, tak kalah ribetApalagi, pihak penyelenggara menetapkan bahan-bahan yang tidak familier di IndonesiaMasing-masing peserta nanti diminta membuat dua menuMenu pertama menggunakan bahan domba Skotlandia dengan spesifikasi bagian punggung (saddle), dan harus menyertakan jeroan berupa ginjal serta lidah, yang dilengkapi dengan roti manis

Menu kedua menggunakan monkfish SkotlandiaMonkfish merupakan jenis ikan yang banyak ditemui di wilayah barat laut AtlantikIkan ini disebut monkfish atau biarawan (monk) karena badannya yang berwarna hitam layaknya jubah pendeta

Guruh merasa beruntungSehari sebelum final Bocuse d?Or (25/1), dia sempat berlatih dengan bahan domba SkotlandiaSebab, selama persiapan, Guruh dan Risky hanya berlatih dengan daging domba AustraliaDomba Skotlandia memiliki tekstur yang lebih tebal dan lembut dibanding domba AustraliaTetapi, duo rekan tersebut berkeyakinan bahwa kedua bahan itu memiliki rasa yang cukup mirip"Kami tidak bisa mendapatkan domba Skotlandia di Jakarta," kata Guruh"Jadi, kami berlatih menggunakan domba Australia sebagai ganti."

Ternyata, dugaannya meleset jauhDomba Australia yang mereka gunakan berukuran kecilSementara domba Skotlandia dua kali lipat besarnyaBahan daging tersebut disajikan dalam potongan utuh, lengkap dengan jeroan di dalamnyaGuruh kaget juga begitu tahu ukuran yang sesungguhnya"Jika tak kebetulan bertemu dengan suplier saat jalan-jalan, kami tak akan sempat tahu ukuran domba Skotlandia yang sesungguhnya, tak sempat berlatih, dan tidak tahu bagaimana cara mengolahnya," kata Guruh


Pada final, setiap tim diberi waktu lima setengah jam untuk mengolah dua menu masakan tersebutBatas waktu yang ketat membuat Guruh dan Risky harus berkolaborasi dan bekerja secara efisien di dapurDaging domba itu mereka olah ala Mediterania, yang digulung dan dibungkus dengan lapisan pasta kemangi, kemudian ditutup dengan lapisan tipis renyah lemak dombaDi atasnya dilengkapi dengan sate lidah dan ginjal yang telah direbus bersama campuran rempah-rempah"Kami butuh dua setengah jam hanya untuk mempersiapkan tusuk sate," kenang Guruh.

Pengalaman serba pertama di Prancis bagi Guruh dan Risky membuat mereka belajar banyak halSoal persiapan misalnya, kata Guruh, masing-masing negara sangat totalBahan-bahan diangkut menggunakan truk-truk besarPeralatan yang digunakan lengkap, mewah, bahkan tak sedikit yang memanfaatkan teknologi canggih"Sementara bahan-bahan kami hanya digotong berempat dari hotel ke venue," kenang Guruh sembari tertawa

Pendukung pun demikianSetiap negara mempunyai banyak suporterTak sedikit suporter yang merupakan warga negara masing-masing yang bermukim di Prancis"Sementara kami" Hanya ada Marx (Gilles Marx, pelatih) dan chef StefuBanyak orang Indonesia di Prancis yang tidak tahu kompetisi ini," katanya

Ajang final yang berlangsung dua hari itu dimenangi tim asal SwediaIndonesia sendiri berada di peringkat 24"Ini bukan tentang menang atau kalahIni tentang melakukan yang terbaikMudah-mudahan Indonesia bisa bangga dan mendatang ada tim yang mewakili lagi," kata Guruh yang berharap bisa berpartisipasi lagi di tahun mendatang(c2/kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gelar Resepsi Pernikahan, Sekda Nganjuk Jadi Tersangka gara-gara Terop Roboh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler