Arsyad Sanusi, Hakim MK yang Dinyatakan Melanggar Kode Etik dan Langsung Mundur

Minggu, 13 Februari 2011 – 00:22 WIB
Arsyad Sanusi dan Neshawati. Foto : JPPhoto

Mengabdi 46 tahun di lembaga peradilan, karir Arsyad Sanusi melejitTetapi pertemuan anggota keluarga serta bawahannya dengan pihak berperkara mengakhiri karirnya yang cemerlang

BACA JUGA: Urus Izin Kena Tuduh Kristenisasi, Buka Dapat Fitnah Islam Garis Keras

Dua bulan sebelum pensiun, Arsyad mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi setelah dinyatakan melanggar kode etik.

==============================

MENGENAKAN sarung dan kemeja yang separuh kancingnya masih terbuka, Arsyad Sanusi keluar dari kamarnya di Apartemen Pejabat Tinggi Kemayoran, Jakarta, kemarin(11/2)
Sore itu, hakim konstitusi kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 14 April 1944, ini pulang cepat

BACA JUGA: Gelar Resepsi Pernikahan, Sekda Nganjuk Jadi Tersangka gara-gara Terop Roboh

Itulah hari terakhirnya berkan tor di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).

Sebelum salat Jumat, Arsyad Sanusi menyatakan mengundurkan diri sebagai hakim
Pernyataan pengunduran diri itu dikeluarkan di hadapan para hakim konstitusi, anggota majelis kehormatan hakim (MKH) dan para wartawan yang meliput pengumuman hasil sidang etik MKH di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat No 6, Jakarta.

Ketika itu, majelis kehormatan baru saja mengumumkan Arsyad Sanusi terbukti melanggar kode etik

BACA JUGA: Kisah Nayati, Saksi Hidup Penyerangan Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang

Pasalnya, Neshawaty Arsyad (puteri kandung), Zaimar (adik ipar) dan panitera pengganti Mahkfud (bawahan langsung), beberapa kali bertemu pihak berperkara yakni Dirwan Mahmud, mantan calon Bupati Bengkulu SelatanBahkan pertemuan pertama berlangsung di apartemen Arsyad Sanusi.

Majelis kehormatan sebenarnya tidak menemukan bukti keterlibatan Arsyad Sanusi dalam pertemuan-pertemuan tersebutTetapi hakim konstitusi dari kalangan hakim agung ini dianggap bertanggung jawab secara moral atas keterlibatan keluarga dan bawahannya Majelis pun merekomendasikan agar Arsyad diberi teguran

Usai pengumuman itu, Arsyad langsung berdiri dan menyerahkan pin hakim konstitusi ke Ketua MK Mahfud MD sebagai simbol mengundurkan diriDia kemudian menyalami satu per satu hakim konstitusiMereka kemudian saling berpelukanArsyad juga menyalami kelima anggota MKHPara hakim konstitusi dan anggota MKH pun terdiam.

Setelah salat Jumat, Arsyad kembali ke ruang kerjanya di lantai 12 gedung MKDia bergegas membereskan beberapa berkas persidangan yang belum rampungSetelah itu, dia meninggalkan tempat kerjanya itu dan pulang ke apartemenDi sana, istri, anak-anak dan cucunya sudah menantiMeski suasana haru tidak bisa disembunyikan, keluarga terus menguatkan hati sang hakim

Tidak berapa lama, Arsyad ngeloyor ke kamarnya untuk istirahat’’Bapak tidak sakit, hanya kelelahanSejak siang bapak menerima banyak telepon terkait keputusannya mengundurkan diri sebagai hakim konstitusi,’’ kata

Neshawaty kepada INDOPOSDi sela-sela waktu istirahatnya itu, mantan Kepala Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat dan Sulawesi Selatan ini membeberkan alasannya mundurPadahal majelis kehormatan hanya merekomendasikan teguran terhadap dirinya’’Untuk apa saya berlama-lama di sana (MK), sementara saya dianggap harus bertanggung jawab secara moral terhadap apa yang dilakukan orang lain,’’ katanya

Meski menghormati putusan majelis kehormatan, dia tetap yakin puterinya tidak bersalahPertemuan dengan Dirwan Mahmud terjadi karena sang tamu datang nyelonong begitu sajaArsyad juga tidak mungkin bisa memantau apa yang dilakukan Zaimar dan Mahkfud setiap saat karena mereka tinggal berjauhan

’’Ketika Mahkfud menerima uang dari Dirwan Mahmud di Bekasi, apakah saya harus jadi anjing herder yang mengendus-ngendus transaksi ituKan tidak mungkin,’’ kata Arsyad.

Neshawaty pun akhirnya buka mulut soal perlakuan tidak beradab yang dia terima selama menjadi saksi dalam sidang panel etik dan majelis kehormatan hakim MK’’Status saya sebagai saksi, tetapi diperlakukan lebih dari terdakwaSaya dituding- tuding, ditekan dengan tuduhan ini dan ituPemeriksaan itu tidak objektif karena mereka sudah berprasangka buruk duluan,’’ keluh Neshawaty.

Perempuan yang berprofesi sebagai pengacara ini mengaku, dalam pemeriksaan anggota majelis kehormatan sering menyakitinya dengan kata-kata bernada tuduhanMisalnya, ’’Wah, bisa diibaratkan kamu ini makelar kasus ya?’’ ’’Eh, berarti om kamu itu (Zaimar) marketingmu ya?’’ atau ’’Masak kamu tidak dilarang oleh bapakmu buka kantor pengacara di garasi rumah’’Menurut Neshawaty, perlakukan terhadap saksi semacam itu tidak manusiawiPerlakuan jauh berbeda dia terima ketika dimintai keterangan sebagai saksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

’’Saya diperlakukan dengan sangat baik oleh KPK, karena mereka tahu bagaimana seharusnya memperlakukan saksi,’’ katanyaDi lembaga antikorupsi yang turut menelusuri dugaan suap MK itu, Neshawaty tidak pernah mendapat pertanyaan yang cenderung menuduhDia hanya diminta menceritakan kronologi pertemuan dengan Dirwan Mahmud’’Saya menceritakan semua yang saya ketahui,’’ katanya.

Ketika datang, petugas pemeriksa KPK menyambut Nesha dengan baikPerempuan itu dipersilakan duduk dengan nyamanTidak ada telunjuk yang menuding, tidak ada pula tuduhan yang memojokkan’’Bahkan ketika waktu salat tiba, saya ditawari salat dulu,’’ kenang NeshaSementara bagi Arsyad Sanusi, kasus pelanggaran kode etik ini merupakan tamparan keras sepanjang karirnya sebagai hakimMaklum, selama 46 tahun mengabdi di dunia peradilan, karirnya selalu melaju mulus.

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar ini mengawali karir sebagai Pengatur Hukum di Pengadilan Negeri Donggala, Sulawesi Tengah pada 1965Lalu meningkat menjadi Panitera Pengganti di Pengadilan Tinggi Makassar tahun 1969-1970Dia baru menjadi hakim Hakim pada Pengadilan Negeri Bantaeng tahun 1970- 1971

Dari situ, karirnya terus melejitSuami Enny Arsyad Sanusi ini menduduki posisi ketua pengadilan negeri dan pengadilan tinggi di beberapa daerah, hingga akhirnya menjabat hakim agungPria yang menyelesaikan S3 di Universitas Indonesia ini diajukan menjadi hakim konstitusi oleh Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan pada 2008 dan terpilihDia tidak menyangka karirnya akan berakhir tragis, yakni terkena sanksi pelanggaran kode etik.

’’Namanya nasib, kita tidak pernah tahuIni merupakan hikmah terbesar dari AllahSaya memang baru pertama mengalami seperti ini sepanjang karir, tetapi saya selalu tegar menghadapinya,’’ kata kakek belasan cucu ini

Majelis kehormatan memang sudah menjatuhkan sanksi, dan Arsyad telah mantap meninggalkan MK yang sesungguhnya sangat dia cintaiArsyad menyatakan ingin terus mengabdikan diri kepada bangsa dan negara meski tidak lagi menjabat sebagai hakim’’Mungkin saya akan mengajar, tapi untuk saat ini saya belum memutuskan,’’ katanya.

Program pertamanya di masa pensiun adalah menerbitkan lima judul buku yang ditulisnya sejak masih menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat dan SelatanKelima buku itu berjudul Cyber Crime, Tebaran Pemikiran Hukum dan Konstitusi, Hukum E-Commerce, Konvergensi Hukum, Teknologi dan Informasi, dan Hukum dan Teknologi Informasi

’’Buku-buku itu tentang hukum yang dikaitkan dengan tekhnologi informasiKarena inilah tantangan dunia hukum kita ke depanKelima judul buku ini masih proses perundingan dengan percetakanMungkin akan launching akhir Maret,’’ kata ArsyadTidak lama kemudian, dengan separuh kancing kemeja yang masih terbuka, dia pamit untuk melanjutkan istirahatnya di kamar(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dulu Bahagia Pegang Senpi, Kini Pegang Cangkul


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler