jpnn.com, SAMARINDA - Kalimantan Timur (Kaltim) disebut-sebut masuk kandidat menjadi ibu kota untuk menggantikan Jakarta.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kaltim Dwi Nugroho Hidayanto mengatakan, tak menutup kemungkinan pemprov turut menginisiasi melakukan kajian.
BACA JUGA: Investor Tanam Rp 3,3 Triliun di Industri Pupuk
Mulai kelayakan teknis, ekonomis, hingga dampak sosial yang ditimbulkan.
Paling tidak, dari situ bisa terjawab Kaltim layak atau tidak.
BACA JUGA: Tak Mungkin Pindah Ibu Kota dalam Dua Tahun ke Depan
“Itu yang penting. Ibu kota negara tentu punya spesifikasi khusus. Luasan minimal berapa? Perlu sarpras (sarana dan prasarana) apa saja?” ujarnya, Selasa (11/7).
Dia menambahkan, pihaknya sudah mulai berpikir setelah wacana tersebut muncul ke permukaan.
BACA JUGA: Pertamina Mulai Siapkan Skenario Jika Ibu Kota RI Pindah ke Palangka Raya
“Kami baru berpikir setelah pemberitaan ramai membicarakan itu. Balitbangda tidak tinggal diam,” imbuhnya.
Dia menuturkan, di mana pun lokasinya, para tokoh Indonesia pasti berpikir sebaiknya ibu kota negara tak lagi di Jakarta.
Pemerintah memerlukan daerah dengan kondisi yang tenang. Nah, hal itu akan didapatkan di luar Jawa, khususnya Kalimantan.
Pasalnya, geografi dan topografi Kalimantan mendukung. Dibanding Kalteng dan Kalsel, Kaltim unggul karena lahannya tidak didominasi lahan.
Dengan begitu, potensi terjadinya kebakaran bisa diminimalisasi.
Berkaca kebakaran hutan dan lahan pada 2015, Kalteng dan Kalsel menjadi salah satu penyumbang terbesar pengirim asap di Indonesia.
Hal itu tentu jadi penilaian. Bagaimanapun, pusat pemerintahan perlu menyiapkan bangunan tinggi.
Dwi berpendapat, dengan kondisi Balikpapan yang cukup padat, pihaknya bisa mengarahkan lokasi ke Samarinda.
“Bayangan saya indah. Mungkin di Bukit Soeharto. Daripada ditambang mending dibangun kota baru yang disiapkan sebagai ibu kota negara,” katanya.
Bila ditunjuk sebagai ibu kota, Kaltim tentu harus melakukan penyesuaian terhadap rencana tata ruang dan wilayah (RTRW).
Dia menyampaikan, hal tersebut tak perlu dirisaukan. Meski hal demikian belum termaktub dalam RTRW Kaltim 2016–2036, semua bisa diubah bergantung kepentingan dan kebutuhan.
“Apalagi (ibu kota) adalah kebutuhan pemerintah, negara dan untuk kesejahteraan rakyat. UUD 1945 saja yang merupakan aturan fundamental bisa diamandemen sampai empat kali. Apalagi cuma RTRW yang berbentuk perda (peraturan daerah),” ucapnya. (him/ril/hul/far/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Benarkah Bung Karno Ingin Memindahkan Ibu Kota? Sepertinya Tidak
Redaktur & Reporter : Ragil