jpnn.com, SAMARINDA - Provinsi Kaltim merasa belum mendapatkan dana perimbangan yang adil meski merupakan salah satu daerah penyumbang devisa negara. Pemprov Kaltim meminta penyesuaian dana perimbangan agar bisa membangun infrastruktur lebih baik.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kaltim Zairin Zain mengatakan, pemerintah pusat harusnya bisa lebih adil dalam memberikan dana perimbangan bagi daerah. Apalagi Kaltim sebagai salah satu daerah penghasil.
BACA JUGA: Pertamina Kembangkan Hulu Migas di Wilayah Timur
“Kita belum mendapatkan dana pembagian yang adil. Ini perlu terus diperjuangkan. Tuntutan itu terus kita sampaikan ke pemerintah pusat,” kata Zairin seperti diberitakan Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Sesuai perintah gubernur Kaltim, pihaknya bakal meminta keadilan kepada pusat agar bisa adil memberikan dana perimbangan ke daerah. Berbagai data penunjang sudah dipersiapkan. Hal itu dilakukan agar regulasi terhadap dana perimbangan bisa dievaluasi. “Regulasi yang diberikan pusat ke daerah masih kurang tepat, bahkan tidak sesuai,” tegasnya.
BACA JUGA: Anak Republik Rapatkan Barisan untuk Kemenangan Jokowi di Kaltim
BACA JUGA: Menteri Rini Ungkap Kinerja BUMN Selama 4 Tahun Terakhir
Dia menjelaskan, saat ini masih terjadi ketidakadilan pembagian royalti yang merupakan hak dari daerah penghasil. Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi khusus (DAK) maupun dana alokasi umum (DAU).
BACA JUGA: Target Kontribusi Migas Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Mencapai 40 Persen
Namun dari ketiga ini belum ada keadilan pembagian. Utamanya tidak sesuainya pembagian dana bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) kepada daerah penghasil. “Itu yang kita tuntut,” jelasnya.
Selama ini, DAU Kaltim mencapai lebih dari Rp 5 triliun, seharusnya bisa Rp 10 triliun. Lalu DBH Rp 12 triliun, dan DAK sekitar Rp 2 triliun. Seharusnya bisa dua kali lipat dari jumlah itu. “Itulah yang harus terus diperjuangkan sesuai arahan gubernur Kaltim,” tutupnya.
Ditemui terpisah, Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, penuntutan keadilan dana perimbangan bisa membuat Bumi Etam mengejar ketinggalan pembangunan prasarana infrastruktur. Jasa Kaltim membangun negeri sudah banyak, wajar daerah ini menuntut diperhatikan.
“Sebagai contoh eksploitasi migas di Kaltim, sudah berkontribusi menopang perekonomian Indonesia sejak 1983 hingga sekarang. Sumbangan migas kita pada kurun 1983-1988 mencapai 80 persen dari total produksi migas nasional,” ujarnya.
Dia menambahkan, hingga saat ini kontribusi migas Kaltim kepada kas negara juga masih signifikan. Produksi migas Kaltim menyumbang sekitar Rp 500 triliun untuk penerimaan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) setiap tahun. Sayang, dana perimbangan yang diterima Kaltim hanya berkisar Rp 20 triliun.
“Artinya penerimaan dana perimbangan Kaltim hanya sebesar 4 persen dari total produksi migas per tahun. Ini tidak sampai 10 persen dari sumbangan produksi migas Kaltim yang sebesar Rp 500 triliun,” ungkapnya.
Menurutnya, Kaltim sebagai daerah yang terus berkembang membutuhkan anggaran besar untuk mendongkrak infrastruktur. Makanya Bumi Etam berhak memperoleh revisi besaran dana perimbangan dibandingkan sebelumnya. “Setidaknya kita di daerah berhak memperoleh 50 persen dari total produksinya,” tutupnya. (*/ctr/ndu/k18)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Produksi Minyak 2019 Diprediksi Sama dengan 2018
Redaktur & Reporter : Soetomo