Kapal Buronan Interpol Ditangkap di Tenggara Pulai Weh Aceh

Selasa, 10 April 2018 – 04:49 WIB
Ilustrasi. Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Foto IST

jpnn.com, ACEH - Pemerintah melalui Tim Satgas 115 yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersinergi dengan TNI AL dan Tim Penyidik Kepolisian berhasil menangkap kapal ikan STS-50 yang menjadi buruan Interpol, Jumat (6/4). 

Kapal yang terdaftar sebagai pelaku illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing dalam RFMO Convention for the Conservation of Antarctic Marine Living Resource (CCAMLR) tersebut ditangkap sekitar pukul 17.30 WIB saat tengah berada sekitar 60 mil dari sisi tenggara Pulau Weh, Aceh.

BACA JUGA: Empat Kapal Pencuri Ikan Asal Vietnam Ditangkap di Natuna

"Kamis (5/4) lalu, Satgas 115 mendapat permintaan resmi dari Interpol melalui NCB Indonesia untuk memeriksa kapal STS-50. Menindaklanjuti informasi tersebut, Kapal Angkatan Laut (KAL) Simeuleu melakukan operasi dan berhasil menangkap kapal tersebut," ujar Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Susi mengungkapkan, STS-50 diduga kuat telah melakukan kejahatan lintas negara yang terorganisir. Hal ini berdasarkan berbagai fakta yang telah ditemukan Interpol.

BACA JUGA: Kunker ke Boston, Bu Susi Bahas Kelanjutan Aturan Ekspor

Sebagaimana diketahui, sebelum ditangkap di Indonesia, STS-50 memiliki banyak nama lain di antaranya Sea Breeze, Andrey Dolgov, STD No. 2, dan Aida.

Berdasarkan dokumen yang diterbitkan database kapal komersil Lloyd's List Intelligence, STS-50 juga terdaftar dimiliki beberapa perusahaan yaitu Marine Fisheries Corporation Cimpany Ltd (registered owner) dan Jiho Shipping Company Limited (beneficial owner), setelah sebelumnya terdaftar dimiliki Red Star Company Ltd, Dongwon Industries Company Ltd, STD Fisheries Company Ltd, dan Suntai International Fishing Company.

BACA JUGA: Bu Susi: Ini Bukan Untuk Gagah-gagahan

Kapal ini sebenarnya adalah kapal tanpa bendera kebangsaan (kapal stateless), namun menggunakan 8 bendera negara berbeda di antaranya Sierra Leone, Togo, Kamboja, Korea Selatan, Jepang, Mikronesia, dan Nambia.

Untuk melancarkan aksi pencurian ikan dengan menghindari pengawasan aparat penegak hukum, kapal ini juga melakukan pemalsuan dokumen dan pemalsuan identitas.

Tak hanya di Indonesia, kapal ini tercatat pernah melakukan pelanggaran di beberapa negara lain.

"Kapal ini juga pernah ditangkap oleh Pemerintah Tiongkok, lalu kabur. Ditangkap lagi oleh Pemerintahan Mozambik di Maputo Port, kabur juga. Jadi kapal ini melarikan diri dari dua pemerintah yang berbeda," jelas Susi.

Saat ditangkap, STS-50 memiliki 20 ABK yang terdiri dari 14 warga negara Indonesia dan 6 warga Rusia termasuk Nahkoda dan Kepala Kamar Mesin kapal. Diduga ABK WNI tersebut tidak memiliki dokumen perjalanan antarnegara/passport dan diindikasi merupakan korban perdagangan manusia.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Deportasi 1.200 Nelayan Asal Vietnam Selama 2017


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler