Kapolda Nilai Gubernur Bengkulu lagi Galau

Rabu, 11 Juni 2014 – 02:48 WIB

jpnn.com - BENGKULU - Pernyataan Gubernur H. Junaidi Hamsyah, yang sempat melontarkan wacana membentuk Negara Bengkulu dalam seminar nasional kebangsaan di Hotel Grage Horizon, Sabtu (31/6) lalu terus menimbulkan tanggapan yang beragam.

Salah satunya dari Kapolda Bengkulu Brigjen. Pol. Drs. Tatang Somantri, MH yang menilai wacana Bengkulu Merdeka itu merupakan ungkapan kegalauan gubernur.

BACA JUGA: BPKP Memang Layani Penyidik

"Kadang - kadang kegalauan muncul. Itu terlalu jauh," kata Kapolda ditemui wartawan di Kantor Pelindo II Pelabuhan Pulau Baai, Selasa (10/6) siang.

Agar perkataan tidak lagi keluar jauh dari konteks, Kapolda mengingatkan agar pembacaan pidato mengacu dari teks yang sudah disiapkan.   

BACA JUGA: Truk Batu Bara Seruduk Rumah Warga

"Makanya saya bilang kalau pidato itu harus dalam formulasi, konteks atau konsep pidato. Itu tujuannya agar tidak meleset. Sebagai acuan. Biar ajalah, yang penting Merah Putih masih di sini. Kapolda, Danrem Danlanal menyatakan masih Merah Putih," kata Kapolda.

Karena pernyataan gubernur tidak serius untuk memerdekakan Bengkulu dan bentuk kegalauan, Polda Bengkulu tidak memprosesnya. Termasuk tidak pula memanggil Gubernur Junaidi untuk mengklarifikasi.

BACA JUGA: Tertipu Umrah Palsu, Warga Geruduk Rumah Panitia

"Ndak (tidak dipanggil,red). Itu saya bilang tadi ada klarifikasi disampaikan ke DPRD. Silakan saja sesuai mekanisme prosedur yang dilakukan sesuai. Wajar, Kalau manusia ada kesalahan, khilaf minta maaf. Tuhan saja memaafkan," tukas Kapolda.

Sementara, bukan hanya dari para pejuang, anak pejuang bergabung dalam Generasi Muda Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) Provinsi Bengkulu, Mufran Imron juga mengecam pernyataan gubernur yang masuk dalam rangkaian peringatan Hari Lahir Pancasila itu.

Mufran Imron menilai, Gubernur Junaidi Hamsyah seharusnya tidak hanya menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Bengkulu melalui media massa. Tetapi juga meminta maaf kepada pemerintah pusat, baik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), MPR RI, DPR RI dan DPD RI.

Mengingat saat menyampaikan pidato, gubernur sempat menyinggung nama presiden maupun wapres. "Selain itu pernyataan gubernur ingin membuat Negara Bengkulu di hadapan unsur pimpinan MPR dan DPR. Menurut saya pernyataan itu tidak pas disampaikan oleh seorang kepala daerah. Apalagi gubernur yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah," kata Mufran Imron.

Dia khawatir pernyataan gubernur tersebut bukannya membuat "takut" pemerintah pusat untuk mengucurkan anggaran pembangunan untuk Provinsi Bengkulu. Sebaliknya pernyataan Gubernur Junaidi itu membuat pemerintah pusat kecewa, sehingga membuat anggaran yang seharusnya akan dikucurkan segera malah menjadi tersendat. "Bisa saja terjadi dengan pernyataan yang tidak popular seperti itu," tandas Mufran.

Pernyataan Gubernur Junaidi menurut Mufran juga telah membuat para pejuang di Bengkulu sedih. Walaupun pernyataan Junaidi itu spontan dan diluar tes pidato karena kekecewaan atas minimnya "kue" pembangunan yang mengucur untuk Bengkulu.

"Apapun alasannya apakah itu kecewa atau hanya bercanda, tidak tepat melontarkan akan membentuk Negara Bengkulu. Apalagi itu adalah acara resmi dan membawa nama masyarakat Bengkulu," ungkap Mufran Imron.

Sebelumnya dikonfirmasi terkait banyaknya kritik, Juru Bicara Pemda Provinsi, Drs. Bambang Budi Djatmiko, MM berharap persoalan tersebut tidak perlu dipolemikkan lagi. Karena gubernur sudah memberikan klarifikasi.

"Gubernur juga sudah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Bengkulu. Kalau dirasakan kurang cukup, nanti kemungkinan beliau akan mengklarifikasi ke pusat juga melalui surat," kata Budi Djatmiko. (ble)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pendidikan Lalu Lintas Masuk Kurikulum di Banyumas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler