jpnn.com, LOMBOK TENGAH - Kapolres Lombok Tengah AKBP Irfan Nurmasyah, sampai saat ini belum memberikan keterangannya terkait dugaannya kepemilikan Balai Rehabilitasi Yayasan 789 Bersinar.
Padahal, media ini sudah berupaya untuk meminta klarifikasi atas kedudukannya dalam yayasan yang berkantor di Desa Aik Mual, Kecamatan Praya, Lombok Tengah itu.
BACA JUGA: Kapolres Lombok Tengah Punya Balai Rehabilitasi, GPAN Endus Hal Mencurigakan
Saat dihampiri di kediamannya, nampaknya polisi berpangkat menengah itu tidak mau buka suara kepada media.
Dia pun mengutius General Manager (GM) Balai Rehabilitasi Yayasan 789 Bersinar, Auzan Shidqi Baley untuk memberikan klarifikasi kepada publik.
BACA JUGA: Ditresnarkoba Polda Sumsel Rehabilitasi Gratis Pencandu Narkoba Ini
Dalam klarifikasi tersebut, dia menegaskan bahwa tidak ada pemerasan yang terjadi di balai rehabilitasi kepada pasien penyalahguanaan narkoba.
Selain itu, dia menyebut jika Kapolres Lombok Tengah AKBP Irfan Nurmansyah hanya menjadi tim pengawas yang tidak mendapatkan honorium dari yayasan tersebut.
BACA JUGA: Pemkab Lombok Tengah Menghambur-hamburkan APBD, Ketua DPRD Sebut Temuan Biasa
“Saya mau klarifikasi soal pemberitaan itu, jadi tidak benar ada pemerasan seperti yang disampaikan itu," katanya, Selasa (11/7) di Praya.
Meski begitu, dia mengakui keterlibatan Kapolres dalam struktur kepengurusan sebagai ketua pengawas, dan Bupati Lombok Tengah Lalu Pathul Bahri sebagai ketua pembina.
"Kenapa Pak Bupati dan Kapolres ikut. Karena sebelum masuk di Lombok Tengah kami pertama ijin dan minta restu ke kapolres dan bupati,” ujarnya.
Menurut dia, kedua tokoh tersebut masuk dalam struktur organisasi yayasan mengatasnamakan diri sendiri bukan sebagai pejabat.
"Sama Pak Kapolres juga masuk dalam struktur bukan kapasitas sebagai kapolres melainkan atas nama pribadi. Kapolres juga tidak ada honor kok di tempat kami,” tegasnya.
Pihaknya menegaskan rumah rehabilitasi tersebut tidak pernah menerima bantuan dari pemerintah apalagi dana hibah seperti yang diisukan sejauh ini.
“Tidak benar kalau ada isu begitu di luar. Kami juga beroperasi Mei 2023. Saya juga kaget kalau ada cerita itu,” bebernya.
Menurutnya, kantor balai rehabilitasi yang mereka pakai tersebut diberikan izin menggunakan selama 3 tahun.
“Ini murni dana pribadi. Kami renovasi pakai anggaran sendiri, kondisi tempat itu cukup banyak kami perbaiki,” imbuhnya.
Auzan juga menyampaikan bahwa, sejauh ini pihaknya belum pernah meneken MoU dengan instansi manapun, termasuk Polres Lombok Tengah.
Bahkan kata dia, pasien yang paling banyak saat ini bukan dari Lombok Tengah, melainkan Kota Mataram dan Lombok Timur.
“Kalau di Lombok Tengah hanya satu pasien kami, dan ini yang buat ramai kan? Dan itu pun tidak ada pemerasan,” ungkapnya.
Tidak sampai di sana, dia juga membeberkan tarif rehabilitasi di tempat tersebut.
Baginya, tarif yang mereka kenakan bagi pasien tergantung dari hasil assesment laboratorium.
"Kalau dari kami itu paling tinggi biaya Rp 20 juta. Cuman itu tergantung dari kondisi pasien," sebutnya.
Auzan menilai tarif tersebut sudah sangat rasional bagi rumah rehab. Pihaknya pun membuka perawatan bagi pasien kurang mampu.
“Kalau kondisi mereka kurang mampu tinggal buat surat keterangan tidak mampu dari desa, Insyaallah kami bantu," pungkasnya. (mcr38/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Edi Suryansyah