jpnn.com, JAKARTA - Program Binmas Pioneer yang pernah dijalankan di seluruh wilayah Polda Papua pada 1993 silam sampai saat ini masih terus diimplementasikan, bahkan sekarang berkembang menjadi Binmas Noken.
Kasatgassus Binmas Operasi Papua, Kombes Eko Sudarto menjelaskan Binmas Noken itu berangkat dari kelanjutan Binmas Pioneer.
BACA JUGA: Kapolri Tidak Ragu Copot Sunario
Menurut dia, Binmas Noken diambil dari salah satu warisan budaya bangsa atau masyarakat Papua.
"Noken itu artinya menjadi sebuah sumber inspirasi, menampung keluhan, menampung aspirasi, menampung segala macam saran pendapat dari rakyat yang ditujukan kepada kepala suku," kata Eko kepada wartawan, Rabu (25/7).
BACA JUGA: Jelang Pilpres 2019, Kapolri Kumpulkan Para Dai Kamtibmas
Namun, Eko mengatakan secara harfiah implementasinya noken ini juga dipakai oleh para mama Papua untuk menampung kebutuhan dengan kegiatan sehari-sehari misalnya belanja, kegiatan perdagangan.
"Nah, diimplementasikan Polri lebih banyak mendengar permintaan, keinginan dan harapan masyarakat Papua," ujarnya.
BACA JUGA: Pelaku Bom Pasuruan Jaringan Perampokan CIMB di Medan
Secara umum model pelatihan yang dilaksanakan Binmas Polri di Papua antara lain sebagai penatua kamtibmas, Binmas sebagai guru pengajar (Polisi Pi Ajar), bidang pertukangan, kemampuan bidang peternakan dan perikanan, kemampuan bidang pertanian dan perkebunan (cocok tanam) dan bidang kesehatan.
"Untuk bercocok tanam sudah diimplementasikan sesuai keinginan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan. Bidang peternakan lebah, peternakan babi, bahkan sudah ada yang berproduksi ternak ayam super," tegas dia.
Selain itu, Eko mengatakan untuk pengembangan bidang pertanian juga sudah ada yang terimplementasi di daerah Sota Papua perbatasan antara Merauke dengan Papua Nugini.
"Sekarang wilayah disana subur dan dikunjungi banyak orang menjadi sebuah tempat yang menarik," katanya.
Eko mengatakan Binmas Polri juga sudah banyak menyentuh anak-anak melalui program Binmas sebagai guru pengajar (Polisi Pi Ajar).
Menurut dia, Polri menghadirkan ahli pendongeng untuk menghibur anak-anak di Papua.
"Mereka ini merupakan aset bangsa yang terabaikan, karena anak-anak di Papua kebanyakan merupakan korban kekerasan rumah tangga sehingga mereka punya trauma berkepanjangan. Jadi, kami mengajak anak-anak menjadi punya kenangan yang bagus dan indah dengan mendatangkan ahli-ahli bercerita (dongeng)," katanya.
Menurut dia, implementasi Binmas di Papua ini karena memang menjadi perhatian khusus oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian terhadap warga Papua.
Karena, ingin menyegarkan kembali konsep Binmas Pioneer sebagai satu metode soft approach Polri dalam membangun interaksi dengan masyarakat.
Sebab, kata Eko, masalah di Papua tidak bisa diselesaikan dengan cara penegakan hukum atau represif (hard approach) tapi perlu pendekatan soft approach (preventif dan preemtif). Tentu, pendekatan soft approach ini implementasi dari Undang-undang Nomor 2 Tahun 2003 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
"Pak Kapolri punya keinginan kami menangani masalah-masalah di Papua itu kan banyak masyarakat sebenarnya sangat rentan ditangani secara represif, sehingga sekarang diperlukan secara preventif dan preemtif yaitu dengan soft power," katanya.
Dia menilai program Binmas Pioneer yang berkembang menjadi Binmas Noken ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat Papua, karena memang keberadaan struktur Polri ada hingga pos-pos polisi di wilayah terpencil daerah Papua.
Kemudian, kemampuan personel Polri juga dalam pendampingan di lokasi (co-location atau asistensi terhadap masalah-masalah masyarakat memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Papua.
"Kan salah satu tugas pokok Polri adalah sebagai pembimbing, pelindung, pengayom dan pemecah masalah (problem solver) bagi masyarakatnya," katanya.
Namun, lanjut dia, Polri tidak ingin bekerja atau dianggap sebagai pahlawan sendiri sehingga diperlukan komunikasi, koordinasi dan sinergitas dengan stakeholder terkait untuk sama-sama memberikan kesejahteraan kepada masyarakat Papua melalui pelatihan-pelatihan.
Karena, kata Eko, menurut Kapolri Jenderal Tito bahwa problem utama di Papua adalah masalah kesejahteraan yang tidak tersentuh oleh program-program pemerintah.
Harapan Polri bersama-sama stakeholder lainnya bisa bersinergi membangun peradaban dalam konteks kesejahteraan di Papua.
“Saya kira mereka (instansi pemerintah) sudah punya programnya masing-masing, hanya ini menjadi menarik dijalankan oleh Polri karena Polri punya perhatian yang sama dengan pendekatan soft approach," tandasnya.(flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PascaBom Surabaya, Tito Klaim Sudah Tangkap Ratusan Teroris
Redaktur & Reporter : Natalia