Kapolri Siap Cabut Status Buron Djoko Tjandra

Dampak Putusan MK

Minggu, 22 Mei 2016 – 10:53 WIB
Kapolri Badrodin Haiti. Foto: dok jpnn

jpnn.com - JAKARTA - Kapolri Jenderal Badrodin Haiti siap mencabut red notice (status DPO) Djoko Tjandra. Hal ini lantaran terbitnya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak berwenang mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

"Silahkan diajukan permohonan (pencabutan DPO), nantinya tentu kami kordinasikan dengan Kejaksaan Agung selaku pihak eksekutor," ujar Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dihubungi wartawan, Sabtu (21/5).

BACA JUGA: Jangan Pernah Berpikir Mengganti Ideologi Pancasila

Kapolri menjelaskan ada dua pihak yang dapat mengajukan pencabutan status DPO tersebut. Pertama Kejaksaan Agung selaku pihak yang mengajukan terpidana masuk red notice kepada Polri, dan kedua kuasa hukum terpidana yang merasa dirugikan atas red notice itu. "Semuanya akan dikaji secara yuridis, silahkan saja ajukan permohonan cabut status DPO," ujarnya.

Menurutnya, Polri pihak yang taat hukum dan akan menjalankan aturan yang ada sesuai konstitusi yang berlaku dan obyektif dan profesional. 

BACA JUGA: Inilah Lima Nama Calon Kapolri

Sebelumnya ahli hukum pidana Teuku Nasrullah menyatakan perburuan terhadap Djoko Tjandra harus dihentikan pasca putusan MK yang memutuskan JPU tidak berhak mengajukan PK karena PK sesuai pasal 263 ayat (1) KUHAP merupakan hak terpidana atau ahli waris.

"Red notice itu ilegal dengan adanya putusan MK yang menyatakan jaksa tidak berwenang mengajukan PK. Apa yang sudah diputus Mahkamah Konstitusi Kejaksaan Agung harus menghormati putusan tersebut. Norma hukumnya, Peninjauan Kembali hanya hak milik terpidana dan ahli waris," kata Teuku Nasrullah kepada wartawan di Jakarta, Rabu (18/5).

BACA JUGA: DPR: Mendagri Jangan Semena-mena

Menurut Nasrullah, merujuk pasal 263 ayat (1) Kejaksaan Agung seharusnya mengerti bahwa PK itu merupakan hak terpidana dan ahli Waris.

Uji materi ini diajukan istri terpidana kasus cessie (hak tagih) Bank Bali Djoko S Tjandra, Anna Boentaran, dan dikabulkan MK pada Kamis pekan lalu.

Selain menilai kepada Kejaksaan Agung tidak melakukan eksekusi terhadap Djoko Chandra, mantan pengajar hukum Pidana di Universitas Indonesia ini juga mengimbau kepada pihak kepolisian  mencabut red notice terhadap Djoko Chandra. "Dengan adanya putusan MK itu, perkara Djoko Tjandra menjadi non executable (tak dapat dieksekusi)," ujarnya.

Djoko Tjandra merupakan terpidana kasus hak tagih (cassie) Bank Bali yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini. Pada Agustus tahun 2000, ia didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali. 

Namun, hajelis hakim PN Jakarta Selatan memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata. JPU kemudian mengajukan kasasi, namun lagi-lagi MA memvonis bebas Djoko.

Delapan tahun kemudian, Kejaksaan Agung pada Oktober 2008 mengajukan Peninjauan Kembali atas vonis bebas itu. Infonya PK diajukan karena Djoko Tjandra tidak bersedia berbagi uang tersebut kepada oknum di Kejaksaan Agung jika sudah diserahkan ke Djoko Tjandra. 

Pada Juni 2009 Mahkamah Agung menerima Peninjauan Kembali yang diajukan dan menjatuhkan hukuman penjara dua tahun kepada Djoko, selain denda Rp15 juta.

Majelis Peninjauan Kembali MA yang diketuai Djoko Sarwoko dengan anggota I Made Tara, Komariah E Sapardjaja, Mansyur Kertayasa, dan Artidjo Alkostar memutuskan menerima Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Jaksa. Selain hukuman penjara dua tahun, Djoko Tjandra juga harus membayar denda Rp 15 juta. Uang milik Djoko Tjandra di Bank Bali sejumlah Rp 546.166.116.369 dirampas untuk negara.

Uang Rp 546 Miliar kemudian eksekusi pihak Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, namun Djoko mangkir dari eksekusi karena merasa dizolimi. Akibatnya, yang bersangkutan dinyatakan sebagai buron dan diduga telah melarikan diri ke Port Moresby, Papua Nugini. (rmol/dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pernyataan Luhut Pandjaitan soal Calon Kapolri


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler