Kartu Sakti Jokowi Diinterpelasi Karena Hanya Akal-akalan

Kamis, 13 November 2014 – 11:00 WIB
Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, Bambang Soesatyo. JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR, Bambang Soesatyo mengatakan, alasan DPR perlu menggunakan hak interpelasi terkait kartu sakti Presiden Jokowi, karena dewan mengendus adanya upaya akal-akalan dan pembohongan publik.

Ia menyebut, para menteri Kabinet Kerja tampaknya tidak bisa membedakan antara Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS). Sehingga ada menteri yang mengatakan KIS adalah pergantian nama dari BPJS dan ada juga yang mengatakan bahwa BPJS adalah pelaksana dari KIS.

BACA JUGA: Wapres Gelar Pertemuan dengan World Bank

"Jokowi dalam janji kampanyenya mengatakan KIS adalah jaminan kesehatan untuk membebaskan seluruh biaya pelayanan kesehatan masyarakat di kelas III, rumah sakit. Tanpa pungutan iuran dan tanpa co-sharing. Semua dibayar oleh negara. Pertanyaannya, darimana pos penganggarannya diambil? Sebab sampai saat ini belum ada pembahasan di DPR? Ini jelas pelanggaran UU APBN," kata Wakil Bendahara Umum DPP Golkar ini dalam keterang persnya, Kamis (13/11).

Sementara itu, lanju Bambang, BPJS adalah asuransi kesehatan yang mewajibkan seluruh rakyat bayar iuran dan co-sharing. Ada 86,4 juta jiwa dibayar negara sebagai penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah. Buruh, PNS dan TNI/Polri dipotong upah dan gajinya dan sisanya membayar langsung lewat iuran bulanan sebesar Rp 25.500/bulan untuk kelas III, Rp 35,500 untuk kelas II, Rp 55,500 untuk kelas I dan lebih tinggi lagi untuk VIP.

BACA JUGA: KPK Rekonstruksi Kasus Suap Revisi Alih Fungsi Hutan Riau

"Jadi, KIS dan BPJS jelas berbeda. Tujuan KIS adalah melayani sementara BPJS tujuannya adalah menarik dan mengambil semua dana ASKES, JAMSOSTEK, ASABRI dan TASPEN. BPJS juga mengambil dana APBN, gaji dan upah buruh, PNS dan TNI/Polri dan iuran bulanan dari masyarakat," terangnya.

Jelas, KIS bukan BPJS dan KIS bukan bagian dari BPJS. Kalau KIS dikatakan sama atau menjadi bagian dari BPJS, berarti ada upaya pembohongan publik. Pembohongan publik ini makin terang menderang ketika hampir semua pejabat pemerintah mengatakan KIS sama saja dengan BPJS. Yang beda hanya kartunya. Ini jelas keliru. Lebih parah lagi, ada menteri mengatakan, KIS adalah jelmaan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan tetap akan dijalankan oleh Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS).

BACA JUGA: KIH-KMP Belum Deal, Paripurna Batal Lagi

"DPR perlu penjelasan Presiden sekaligus mengingatkan, jangan sampai ada UU yang dilanggar dan rakyat jangan dibodoh-bodohi dengan program KIS. DPR menginginkan setiap masyarakat miskin atau tidak mampu mendapat pelayanan kesehatan yang baik dan gratis untuk semua penyakit, obat-obatan memadai dan tidak ada biaya tambahan perawatan (co-sharing). Rumah Sakit untung dan Dokter dibayar normal," tegas Bambang.

Ia menambahkan, DPR khawatir jika pemerintah grasa-grusu karena lebih mengedepankan pencitraan dalam mewujudkan janji-janji kampanye, akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya masyarakat pemegang kartu sakti atau KIS itu tidak mendapat pelayanan seluruh penyakit dan harus membayar lagi serta kualitas obat-obatan yang buruk. DPR juga khawatir pembayaran yang tidak lancar (karenabelum dianggarkan dalam APBN), dapat menyebabkan Rumah Sakit lama-lama bangkrut dan dokter yang dibayar tidak wajar.

"Lebih dari itu, selain mempersoalkan KIS,  Fraksi Partai Golkar juga akan mengagas merevisi UU BPJS yang dalam praktiknya cenderung menjadi alat kapitalis yang hanya mengeruk modal murah dari masyarakat, namun sangat jauh dari melayani masyarakat," pungkas Bambang. (rmo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sindir KPK Lebih Sopan Periksa Boediono Dibanding Zulkifli Hasan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler