Kasus di Sekolah Terbanyak Kekerasan Seksual, Pelakunya, Sungguh Disayangkan

Jumat, 30 Desember 2022 – 19:36 WIB
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji (tengah) dalam konferensi pers Refleksi Akhir Tahun dan Outlook Pendidikan 2023 di Jakarta, Jumat (30/12/2022). (ANTARA/Fitra Ashari)

jpnn.com - JAKARTA - Kasus kekerasan yang terjadi di sekolah sepanjang 2022 terbanyak terkait kekerasan seksual.

Jaringan Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) juga merilis pelaku kekerasan di sekolah mayoritas para guru.

BACA JUGA: 7.948 Guru Penggerak Siap-Siap Diangkat jadi Kepsek & Pengawas, Kemendikbudristek Beri Penjelasan 

Menurut Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji, pihaknnya mencatat kasus kekerasan yang terjadi di sekolah sepanjang 2022 mencapai 117 kasus.

"Dilihat dari pelaku dan korban kekerasan, peserta didik menjadi pelaku sedikit, cuma 77 kasus sementara korban peserta didik 185 kasus."

BACA JUGA: Melawan Saat Hendak Diperkosa, Wanita Ini Tewas Ditusuk Belasan Kali, Pelakunya Ternyata

"Guru mayoritas menjadi pelaku sebanyak 117 kasus," ujar Ubaid pada konferensi pers Refleksi Akhir Tahun dan Outlook Pendidikan 2023 di Jakarta, Jumat (30/12).

Dia menambahkan kekerasan yang terjadi di sekolah tercatat sebanyak 105 kasus adalah kekerasan seksual.

BACA JUGA: Ganjar Berharap Halaqah Kebangsaan Hadir di Sekolah

Sementara kekerasan fisik sebanyak 65 kasus dan nonfisik 24 kasus.

Jumlah tersebut didapat JPPI berdasarkan laporan dari masyarakat dan media massa.

Ubaid juga mengatakan penerapan Undang-Undang Pencegahan Kekerasan Seksual menjadi tugas yang masih harus dipantau.

Kekerasan seksual banyak terjadi, tidak hanya di sekolah tetapi banyak juga di pesantren.

"Ada undang-undang pencegahan kekerasan seksual dan yang dibuat kementerian agama juga ada, itu masih menjadi pekerjaan rumah besar dan juga pada kepala sekolah, madrasah dan banyak juga kasus-kasus seksual di pesantren," katanya.

Ubaid juga menyoroti penyelewengan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang banyak dilakukan guru maupun kepala sekolah yang seharusnya menjadi teladan.

"Karena yang melakukan ini adalah guru, bendahara, kepala sekolah. Mereka seharusnya menjadi teladan di lingkungan sekolah, tetapi nyatanya menumbuhkan iklim atau suasana yang tidak baik," tuturnya.

Dia menilai dana bantuan tersebut banyak disalahgunakan terkait pengadaan infrastruktur, barang dan jasa non infrastruktur atau semacam konsultan dan pungutan liar (pungli) yang juga masih marak terjadi di lingkungan sekolah.

Ubaid mengatakan hal itu terjadi karena pihak komite sekolah tidak pernah dilibatkan secara langsung untuk publikasi dana bantuan yang diwajibkan oleh Kemendikbudristek.

"Padahal, di Kemendikbud wajib, tetapi masyarakat sipil minta laporan dana BOS susah, apalagi dipublikasikan," ucapnya.

Ubaid berharap di 2023 ada perubahan tata kelola dana BOS.

Pihak komite sekolah dilibatkan dalam transparansi aliran dana untuk kebutuhan sekolah. (Antara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pembunuhan Sadis Ibu dan Bayi di Inhu Terungkap, Pelakunya 2 Remaja, Motifnya, Ya Allah


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler