Kasus Guru Suruh Murid Jilat WC, Nodai Dunia Pendidikan

Senin, 13 Agustus 2018 – 20:47 WIB
Murid yang mengaku disuruh jilat WC. Foto : istimewa for pojoksatu

jpnn.com, JAKARTA - Kasus kekerasan di sekolah dengan dalih mendisiplinkan menjadi tren persoalan pendidikan di Indonesia selama April sampai Juli 2018.

Kekerasan tersebut, menurut Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti, berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak.

BACA JUGA: Anak Korban Gempa Lombok Harus Tetap Terpenuhi Pendidikannya

Sebab menimbulkan trauma berat, cedera fisik, bahkan sampai mengakibatkan kematian pada anak.

Adapun wilayah, pengawasan kasus meliputi wilayah DKI Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang Selatan, Depok, Garut, Purwokerto, Jogjakarta, Mojokerto, dan Bali.

BACA JUGA: Soal HOTS UN dan Zonasi Dominasi Pengaduan di KPAI

"Sebagian guru menganggap siswa hanya bisa didisiplinkan dengan hukuman (cenderung kekerasan) ketimbang melakukan disiplin positif serta pemberian penghargaan atau reward kepada peserta didik. Padahal ini salah besar," ujar Retno, Senin (13/8).

Berikut ini beberapa kasus selama April-Juli 2018 yang menunjukkan guru masih menggunakan hukuman/kekerasan dalam mendisiplinkan siswanya:

BACA JUGA: Hari Anak Nasional: 8 dari 10 Siswa Alami Kekerasan

1. Kasus MB, siswa kelas 4 SDN di wilayah Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dihukum RM, gurunya dengan menjilat WC karena lupa melaksanakan tugas dari gurunya untuk membawa kompos. Hukuman jilat WC diperintahkan sebanyak 12 kali, tapi baru jilatan keempat, anak korban mengalami muntah. Hukuman ini tentu saja menimbulkan trauma bagi korban.

2. Seorang guru SMK di Puwokerto berinisial LK, menghukum siswa berinisal L yang terlambat dengan tamparan sangat keras, bahkan saat memukul, sang guru menggunakan ancang-ancang dan sampai terhuyung setelah melakukan penamparan. Akibat penamparan tersebut, para siswa mengalami gangguan telinga selama beberapa hari. Pukulan semacam ini dapat berakibat pecahnya gendang telinga korban. Guru tersebut kemudian dilaporkan oleh orangtua korban ke polisi dan saat ini masih dalam proses hukum.

3. Seorang siswi (MH DA) salah satu SMAN di Mojokerto, Jawa Timur dihukum squad jam oleh seniornya sebanyak 120 kali (sudah dilakukan 90 kali), karena terlambat mengikuti kegiatan salah satu ekstrakurikuler di SMAN tersebut. Hukuman fisik tersebut mengakibatkan cedera berat yang menimpa seorang siswi hingga korban berpotensi mengalami kelumpuhan. Korban diduga kuat mengalami cedera serius pada bagian tulang belakang akibat squad jump yang dilakukannya, sehingga korban berpotensi mengalami kerusakan sistem jaringan saraf secara permanen. Selain itu, secara psikologis, korban juga mengalami trauma.

4. Sebuah SMK swasta yang merupakan sekolah berasrama di wilayah Minahasa (Sulawesi Utara) menghukum siswinya yang terlambat apel dengan cara dijemur hanya mengenakan handuk yang dililit ditubuh para siswi. Yang memprihatinkan, ternyata ada seorang siswi yang dihukum saat itu sedang menstruasi. Hukuman semacam ini merupakan hukuman yang melecehkan anak perempuan dan sekaligus bentuk kekerasan psikis yang akan berdampak trauma pada korban karena dipermalukan dan direndahkan martabat, derajat dan harkat kemanusiannya. Siswa yang dihukum tentu saja berpotensi mengalami trauma berat. (esy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... KPAI Dorong Perpres Sekolah Ramah Anak Segera Ditetapkan


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler