jpnn.com - JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) mau terbuka kepada wartawan, terkait perkembangan kasus ditetapkannya Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Medan, Dwi Purnama dan Kepala seksi Pemberian Hak-Hak BPN Medan, Hafizunsyah, sebagai tersangka.
Karena menurut Komisioner Kompolnas, Edi Saputra Hasibuan, sudah menjadi kewajiban wartawan untuk terus menyampaikan informasi kepada masyarakat. Apalagi hal tersebut diamanatkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008, tentang keterbukaan informasi publik.
BACA JUGA: Polda Amankan 5 Calon TKW Ilegal
"Saya kira kalau memang ada perkembangan terbaru yang diyakini kebenarannya, tidak ada salahnya Polda Sumut menyampaikan kepada publik. Agar publik mengetahuinya dan tidak timbul fitnah," kata Edi kepada JPNN, Rabu (15/10) malam.
Edi memaparkan hal tersebut, menyusul sikap Polda Sumut yang dalam beberapa hari terakhir enggan menanggapi pertanyaan wartawan terkait perkembangan kasus penetapan status tersangka dua petinggi BPN Medan, setelah diduga keduanya tidak mau menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) bagi PT Agra Citra Karisma (ACK) dalam urusan proyek Medan Center Point.
BACA JUGA: Hujan, Suhu Kalsel Menurun
"Kita yakin Polda Sumut menangani kasus ini dengan profesional. Mungkin mereka belum mau berkomentar lebih lanjut, karena tengah mendalami perkaranya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, sudah bisa diketahui hasilnya," kata Edi.
Karena itu meski di satu sisi keterbukaan informasi merupakan hak publik, namun di sisi lain kepolisian kata Edi, juga perlu menangani perkara secara mendalam, sebelum menyampaikannya kepada masyarakat. Agar tidak terjadi kesalahan pemberian informasi.
BACA JUGA: Warga Resah, Pasar Tani Dijadikan Tempat Mesum
"Mudah-mudahan kasus ini cepat ditangani. Karena walau bagaimana pun, publik perlu tahu apalagi ini kan menyangkut aset negara," katanya.
Sebagaimana diketahui, lahan yang atasnya berdiri pusat perkantoran Centre Point, merupakan lahan PT Kereta Api Indonesia (KAI). Di mana dalam pengelolaannya masih berperkara di Kejaksaan Agung. Bahkan penyidik Kejagung sebelumnya juga telah menetapkan tiga orang tersangka. Masing-masing mantan Wali Kota Medan, Abdillah dan Rahudman Harahap, serta bos PT ACK, Handoko Lie.
Karena itu Edi menilai penanganannya perlu mendapat perhatian serius dari Polda Sumut. Agar tidak menjadi preseden buruk, apalagi sampai muncul dugaan polisi dijadikan alat oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kepentingan sesaat.
"Sepanjang polisi melakukan langkah profesional dalam menangani sebuah perkara, kita (Kompolnas,red) akan mendukung. Namun jika tidak, maka terhadap oknum terkait pimpinan kepolisian perlu mengambil tindakan sebagaimana yang berlaku. Karena itu kita harus klarifikasi terlebih dahulu, apakah dalam menetapkan Kepala Kantor BPN Medan sebagai tersangka, telah dilakukan sesuai prosedur yang benar,” katanya beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Kejagung diketahui telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus pengalihan lahan PT KAI menjadi Hak Pengelolaan Tanah oleh Pemda Tingkat II Medan Tahun 1982, Penerbitan Hak Guna Bangunan Tahun 1994, Pengalihan Hak Guna Bangunan Tahun 2004 serta perpanjangan Hak Guna Bangunan Tahun 2011.
Bos PT Agra Citra Kharisma (ACK) ikut ditetapkan sebagai tersangka karena diduga ikut bertanggung jawab sehingga di atas lahan PT KAI yang terletak di Stasiun Kereta Api Kota Medan, berdiri sejumlah bangunan perkantoran milik PT ACK.
Namun dalam perkembangan terakhir, Polda Sumut juga menetapkan dua pejabat Kantor BPN Kota Medan sebagai tersangka.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tiga Kades Diusut Polres
Redaktur : Tim Redaksi