Kasus Pemerasan di DWP, LBH Jakarta Sebut Kapolda Metro Jaya Harus Ikut Bertanggung Jawab

Rabu, 08 Januari 2025 – 17:13 WIB
Ilustrasi oknum polisi terlibat terlibat kasus pemerasan DWP. Foto: Ilustrasi. Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menyatakan Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto harus bertanggung jawab, perihal kasus pemerasan yang melibatkan 18 oknum polisi di Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024.

Dia menjelaskan harus dilakukan pengusutan apakah ada keterlibatan atau kelalaian di level atasan Direktur Reserse Narkoba (Dirnarkoba) Polda Metro Jaya (PMJ) .

BACA JUGA: 2 Polisi Kembali Dihukum Demosi di Kasus Pemerasan Penonton DWP

Apalagi, dalam Perpol No 14/ 2018 diatur tentang Tugas Pokok, Peran, Kewajiban, Job Discription Kapolda sebagai penanggungjawab operasional kepolisian di kewilayahan Polda yang diatur dalam Peraturan Polri No 14/2018.

Direktur LBH Jakarta, Fadhil Alfathan menjelaskan kapolda yang sebagai seorang atasan langsung Dirnarkoba patut bertanggung jawab atas tindakan bawahannya, yang menggunakan modus razia narkoba ilegal untuk memeras penonton termasuk warga negara Malaysia di DWP 2024.

BACA JUGA: Kasus Pemerasan Penonton DWP, 2 Polisi Lagi Kena Demosi

Tak hanya itu, LBH Jakarta juga menyoroti pentingnya menguji pertanggungjawaban etik, disiplin, maupun hukum terhadap Kapolda Metro Jaya. 

“Apakah ada keterlibatan pada level kepemimpinan tertinggi di Polda Metro Jaya? Itu harus diuji melalui proses hukum yang adil,” kata Fadhil Alfathan kepada awak media di Jakarta, Selasa (7/1).

BACA JUGA: LBH Mabes Sebut Prestasi Polri di 2024 Menggembirakan, Cuma Ada Catatan

Menurut dia, meski hingga kini proses pidana terhadap kasus tersebut belum terlihat, tetapi tanggung jawab minimal secara moral dan etik dari kapolda harus tetap ada.

“Kapolda adalah atasan dari Dirnarkoba yang terlibat. Maka, pertanggungjawaban harus ditarik ke level kepemimpinan tertinggi,” lanjut dia.

LBH Jakarta juga mengkritik kurangnya transparansi dalam penanganan kasus pemerasan di DWP. 

Dia menyebutkan hingga kini belum ada komitmen nyata dari Polri untuk memproses para pelaku secara pidana. 

“Proses etik memang sudah berjalan, tetapi kami belum melihat upaya serius membawa kasus ini ke ranah pidana. Transparansi sangat diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik,” tegas Fadhil.

Dia juga menilai kasus ini tidak hanya mencoreng institusi Polri, tetapi juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum. 

Fadhil mendesak adanya proses hukum menyeluruh, termasuk pengusutan apakah ada keterlibatan atau kelalaian di level Kapolda.

“Proses pidana harus memastikan apakah kapolda juga terlibat atau tidak. Penegakan hukum yang menyeluruh adalah satu-satunya cara memulihkan integritas Polri dan menunjukkan bahwa tidak ada pihak yang kebal hukum,” imbuh dia. 

LBH Jakarta menilai bahwa kejadian ini harus dipandang sebagai bagian dari permasalahan serius yang sudah berakar dalam tubuh Polri secara institusional, dan pintu untuk mereformasi Polri secara total. 

"Kami khawatir proses ini hanya berujung dan terbatas pada proses etik semata. Pasalnya, sanksi etik tanpa proses pidana, atau bahkan tanpa sanksi sama sekali bagi polisi yang melakukan tindak pidana merupakan pola yang jamak untuk melanggengkan impunitas polisi," pungkas Fadhil. (mcr8/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kompolnas Harap Kasus Pemerasan di DWP Jangan Berhenti Sampai Dirnarkoba PMJ


Redaktur : M. Rasyid Ridha
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler