jpnn.com, JAKARTA - Imparsial pada Kamis (18/1) ini meluncurkan buku berjudul Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan yang berisi keterangan korban kejahatan HAM dan ditulis Al Araf dan Taufik Pram.
"Kami me-launching buku tentang isu penculikan, Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan," kata Al Araf saat acara peluncuran buku yang disiarkan YouTube akun Imparsial.
BACA JUGA: Wiranto Mengajak Mantan Aparat Desa Memenangkan Prabowo-Gibran Satu PutaranÂ
Pengamat militer dari Centra Initiative itu kemudian membeberkan tiga alasan diluncurkannya buku Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan.
Pertama, kata Al Araf, para aktivis merasa gemas, marah, dan sedih dengan realitas politik saat rezim membangun narasi untuk melupakan sampai mengabaikan kasus penculikan pada 1997-1998.
BACA JUGA: Keluarga Prabowo Melepas Parade 300 Perahu â 1.000 Nelayan dan Menyapa Warga Muara Gembong Bekasi
"Narasi kekuasaan itu cukup jelas pesannya kepada korban, kepada aktivis HAM, di mana mereka seolah-olah ingin melupakan masa lalu, meniadakan masa lalu, dan akhirnya mengubur kasus penculikan dan penghilangan orang itu," kata dia.
Dia mengatakan buku yang diluncurkan pada Kamis ini dibuat untuk menjelaskan publik bahwa kasus penculikan dan penghilangan paksa tidak bisa dilupakan.
BACA JUGA: Menurut TKN, Inilah Tanda Alam Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024
Sebab, kata Al Araf, persidangan terhadap kasus penculikan pada 1997-1998 belum dibentuk dan pelaku kejahatan masih bebas.
"Buku ini ditulis sebagai narasi meng-counter, menjelaskan ke publik bahwa ini belum selesai, ini belum tuntas," ujarnya.
Alasan kedua, kata Al Araf, buku Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan dibuat, lalu diluncurkan untuk melawan narasi jahat penguasa.
"Ada narasi jahat dalam kekuasaan ini sepanjang 20 th yang sedang membangun apa yang disebut politca of delay dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, salah satunya kasus penculikan," ujar dia.
Menurutnya, penguasa selama ini terkesan membiarkan dan menunda-nunda penyelesaian kasus penculikan aktivis meskipun legislatif sudah membuat rekomendasi menuntaskan perkara tersebut.
Al Araf menduga penguasa ingin membiarkan keluarga korban penculikan meninggal dunia, sehingga tidak ada lagi pihak yang memperjuangkan keadilan.
"Jadi, negara sedang men-delay waktu dalam kasus ini dan itu kejahatan sehingga kasus ini diundur dan tidak diselesaikan," ungkap dia.
Al Araf melanjutkan alasan ketiga buku Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan untuk mengungkap kasus kejahatan HAM pada 1997-1998 dari sisi pandang korban.
Dia menyadari selama ini sudah ada buku tentang kasus penculikan, tetapi perspektif yang muncul berakar dari pelaku.
"Nah, buku ini hadir ingin menjelaskan fakta apa adanya dari kesaksian korban tentang peristiwa penculikan," katanya.
Al Araf berharap netizen melalui buku yang diluncurkan pada Kamis ini bisa memahami bahwa isu penculikan dan penghilangan aktivis bukan isapan jempol.
"Bukan isu, tetapi fakta yang sampai sekarang belum selesai. Nah, oleh karena itu, perspektif korban menjadi penting yang tentu tidak bisa dibantah bagi siapa pun karena korban menuturkan dengan jernih di dalam kesaksiannya," ungkap dia.
Terakhir, Al Araf juga berharap buku Kasus Penculikan Bukan untuk Diputihkan kembali mengingatkan rakyat untuk menuntut negara bisa menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu.
"Terakhir, buku ini dibuat dalam rangka mengingatkan kembali untuk kita bergerak, menuntut kepada rezim agar negara dan kekuasaan mengembalikan mereka yang hilang dan diculik," ungkap dia. (ast/jpnn)
Jangan Lewatkan Video Terbaru:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Prabowo Ingin Pejabat Tak Jujur Lapor LHKPN Dijatuhi Sanksi
Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Aristo Setiawan