jpnn.com, JAKARTA - Pro kontra mengenai vape masih terus menjadi perdebatan di seluruh dunia, dan diskusi ini juga menarik perhatian komunitas kesehatan di Indonesia. Selain itu, sejumlah kasus yang belakangan ini terjadi di Amerika Serikat tak dipungkiri membuat masyarakat semakin khawatir akan produk rokok elektrik atau Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) secara umum.
Dalam diskusi tentang industri rokok elektrik yang diadakan oleh VapeMagz baru-baru ini, Dr. Arifandi Sanjaya, seorang dokter yang juga menggunakan ENDS, berbagi pendapatnya mengenai rokok elektrik yang direkomendasikan untuk perokok dewasa yang ingin meninggalkan kebiasaan merokok.
BACA JUGA: Anggap Rokok Haram, Erdogan Usir Produsen Vape dari Turki
“Jika dibilang ada masalah kesehatan yang terjadi ketika menggunakan vape, perlu ditelusur lagi siapa yang menggunakan dan adakah bahan campuran lain yang dalam vape yang digunakan. Vape disarankan bagi perokok yang memang ingin berhenti. Sensasi yang didapat mirip dengan ketika merokok namun tanpa zat-zat berbahaya seperti yang terdapat pada rokok,” jelas Dr. Arifandi.
Dia juga menegaskan bahwa penggunaan vape bukan untuk kalangan dewasa yang belum pernah merokok, melainkan bagi perokok yang tidak bisa berhenti secara langsung dan memerlukan bantuan dengan produk yang lebih rendah risiko.
BACA JUGA: Pemerintah Korea Selatan Minta Warga Jauhi Vape
Dari pengalamannya di dunia medis, Dr. Arifandi menganjurkan vape sebagai pilihan bagi pasiennya yang merupakan perokok berat. Pasien yang memiliki riwayat amandel dan asma justru lebih jarang kambuh ketika menggunakan vape dibandingkan saat masih merokok.
Sebagaimana dilaporkan oleh Reuters, pakar toksikologi dan adiksi mengatakan bahwa penyakit paru-paru yang dikaitkan dengan vape merupakan “US-specific phenomenon” atau dalam kata lain adalah fenomena yang hanya terjadi di Amerika Serikat. Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa penyakit yang sama menyerang orang-orang di Inggris atau negara lainnya.
BACA JUGA: Vape Efektif Kurangi Perokok, Begini Penjelasan Dokter
“Apa yang terjadi di Amerika Serikat tidak terjadi d isini (Inggris), atau pun di negara-negara lainnya di mana penggunaan vape merupakan hal yang lumrah,” ungkap John Britton, seorang profesor sekaligus konsultan kesehatan pernapasan dan Direktur UK Centre for Tobacco and Alcohol Studies, Universitas Nottingham.
“Kasus ini merupakan masalah lokal,” ujarnya kepada London Briefing.
Para otoritas kesehatan dan penyidik Amerika Serikat pun telah mengumumkan bahwa terdapat sejumlah kemungkinan penyebab penyakit paru-paru yang selama ini dikaitkan dengan vape. Mereka juga telah menyimpulkan bahwa cairan vape yang mengandung THC, sebuah bahan psikoaktif yang terkandung dalam ganja, sebagai bahan yang paling membawa risiko.
Di Inggris sendiri, di mana saat ini terdapat 3,6 juta pengguna rokok elektrik, cairan vape sejenis itu dilarang dan regulasi terkait iklan produk vape jauh lebih ketat dibandingkan dengan regulasi yang berlaku di Amerika Serikat. Hal ini disampaikan oleh Ann McNeill, seorang profesor di bidang adiksi tembakau di Institute of Psychiatry Psychology & Neuroscience, King’s College London.
“Akan sangat disayangkan apabila orang-orang dilarang menggunakan rokok elektrik karena apa yang terjadi di Amerika Serikat,” ujar McNeill. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil