jpnn.com, JAKARTA - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mulai menyidangkan perkara rasuah pengadaan tanah untuk program Rumah Tanpa DP atau DP 0 Rupiah yang menyeret eks Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan.
Pada persidangan yang digelar hari ini (14/10), jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut nama Gubernur DKI Anies Baswedan dalam surat dakwaan terhadap Yoory.
BACA JUGA: Perbankan Pikir-Pikir Terapkan Kredit Rumah Tanpa DP
JPU menyatakan Anies merestui penyertaan modal daerah (PMD) sebesar Rp 1,8 triliun untuk untuk Perumda Sarana Jaya. Suntikan dana itu untuk pembelian alat produksi baru, proyek DP 0 Rupiah, dan pembangunan Sentra Primer Tanah Abang.
"Bahwa terdakwa (Yoory, red) pada 2018 mengajukan usulan penyertaan modal kepada Gubernur DKI untuk ditampung atau dianggarkan pada APBD Pemprov DKI Jakarta TA 2019 sebesar Rp 1.803.750.000.000," kata Jaksa Takdir Suhan membacakan surat dakwaan.
Pada November 2018, Anies menyetujui usulan dari Yoory itu. Selanjutnya, Yoory menyampaikan kepada Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian bahwa Sarana Jaya akan memperoleh PMD yang bakal digunakan untuk pembelian tanah dalam rangka realisasi program Rumah DP 0 Rupiah.
JPU menuturkan Yoory menyampaikan info kepada Tommy bahwa tanah yang dibutuhkan berlokasi di wilayah Jakarta Timur. "Dengan syarat luas di atas dua hektare, posisi di jalan besar, lebar muka bidang tanah 25 meter, dan minimal row jalan sekitar 12 meter," kata JPU.
BACA JUGA: Info dari Irjen Karyoto soal Kans KPK Garap Anies Baswedan untuk Kasus Rumah Tanpa DP
Surat dakwaan juga menguraikan bahwa PT Adonara Propertindo merupakan perusahaan properti yang biasa membeli tanah dari masyarakat untuk dijual lagi kepada Sarana Jaya.
Singkat kata, PT Adonara Propertindo menemukan tanah yang berlokasi di daerah Munjul, Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur dengan luas 41.921m2. Tanah itu miliki Kongregasi Suster-Suster Carolus Boromeus (Kongregasi Suster CB).
Sebelum proses transaksi terjadi, PT Adonara Propertindo menyiapkan kelengkapan administrasi untuk syarat pembayaran. Namun, saat itu tanah yang akan dibeli Sarana Jaya belum disurvei dan nilai oleh appraisal.
Selanjutnya pada saat tanah itu dilsurvei, ternyata batas-batasnya tidak jelas. Sebab, belum ada data atau dokumen pendukung kepemilikan yang diberikan pihak PT Adonara Propertindo kepada Sarana Jaya.
Selain itu, kata JPU, lokasi tanah tersebut berada di jalan kecil atau tidak memenuhi syarat minimal row 12 meter. Namun, Yoory tetap memerintahkan pembelian lahan itu.
"Hal ini melanggar ketentuan Pasal 91 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 mengenai operasional BUMD harus berdasarkan Standar Operasional Prosedur," kata JPU.
Untuk membayar pembelian tanah tersebut, Yoory berencana menggunakan dana PMD yang telah dianggarkan pada APBD DKI Jakarta TA 2019.
Yoory lantas mengirim surat kepada Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) Pemprov DKI. Isi suratnya berupa permohonan pencairan pemenuhan PMD sebesar Rp 500 miliar.
Namun, BPKD Pemprov DKI Jakarta hanya bisa mencairkan dana sebesar Rp 350 miliar.
"Meskipun permohonan PMD tersebut belum dicairkan oleh BPKD Pemprov DKI Jakarta, akan tetapi terdakwa tetap memerintahkan dilakukan proses pembayaran atas tanah Munjul," kata dia.(tan/jpnn)
BACA JUGA: Diperiksa KPK, Yoory: Saya Berserah Kepada Tuhan Yesus
BACA ARTIKEL LAINNYA... Usai Diperiksa KPK, Anies Baswedan: Alhamdulillah
Redaktur : Antoni
Reporter : Fathan Sinaga