Kasus Tanker Pertamina Siap Di-SP3

Tak Ada Unsur Kerugian Negara

Jumat, 16 Januari 2009 – 00:55 WIB
JAKARTA - Rencana menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) Pertamina tampaknya tinggal menunggu waktuKerugian negara yang menjadi salah satu unsur tindak pidana korupsi tidak ditemukan dalam kasus yang melibatkan mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi itu.

”BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang kita surati menyatakan tidak bisa menghitung secara konkret kerugian negara,” kata Jaksa Agung Hendarman Supandji di Kejagung Kamis (15/1)

BACA JUGA: SBY Sidak Stasiun, Terminal, dan SPBU

Namun, Hendarman mengaku belum menerima usul penerbitan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari JAM Pidsus
”Itu usul penyidik ke JAM Pidsus

BACA JUGA: Film Kartun untuk Terapi Bocah Autis

Masih ditelaah,” sambungnya.

Jika tidak terdapat unsur kerugian negara, akan sia-sia melimpahkan perkara tersebut ke pengadilan
”Kalau diajukan ke pengadilan bisa bebas

BACA JUGA: SBY Terbitkan Perpres Bantuan Pemilu

Itu yang malu siapa?” tanya pria asal Klaten ituSebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyebutkan penjualan VLCC menimbulkan kerugian negara USD 5 jutaNamun, MA menyatakan KPPU tidak bisa memutuskan itu sebagai alat bukti”Kerugian negara jadi ngambang,” ungkapnya.

Sementara itu, Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) sebagai kuasa hukum Laksamana Sukardi meminta kejaksaan segera menggunakan kewenangannya menerbitkan SP3 dan memberikan rehabilitasi kepada Laks, sapaan Laksamana”Setelah satu tahun penyidikan berjalan, penyidik tidak menemukan unsur-unsur penting dalam tindak pidana korupsi,” kata Petrus Salestinus, anggota TPDI, di Gedung Bundar kemarin.

Dia menyatakan, penerbitan SP3 merupakan langkah untuk memberikan kepastian hukumApalagi, sudah dinyatakan tidak ada unsur kerugian negara”Karena, menjadi tersangka menyakitkan bagi Pak Laksamana,” katanya.

Dalam kasus VLCC, Kejagung menetapkan tiga tersangkaSelain Laksamana Sukardi dalam kapasitas sebagai mantan komisaris utama Pertamina, dua lainnya adalah mantan Dirut Pertamina Ariffi Nawawi dan mantan Direktur Keuangan Alfred HRohimone.

Kasus tanker itu berawal pada 11 Juni 2004Ketika itu direksi Pertamina bersama komisaris menjual dua tanker VLCC nomor Hull 1540 dan 1541 yang masih dalam proses pembuatan di Korea SelatanPenjualan kepada perusahaan asal AS, Frontline, tersebut diduga tanpa persetujuan menteri keuangan

Hal itu bertentangan dengan pasal 12 ayat (1) dan (2) Kepmenkeu No 89/1991Namun, kasus yang diduga merugikan negara USD 20 juta-USD 50 juta tersebut memiliki kendala pada penghitungan kerugian negara(fal/oki)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK Geram, MA Tak Tersentuh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler