jpnn.com - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menunaikan janjinya mengapresiasi Polri dalam penanganan kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Apresiasi itu disampaikan Reza lantaran Mabes Polri menempuh langkah yang diharapkannya guna mengungkap kebenaran terkait kasus Vina.
BACA JUGA: Bareskrim Polri Datangi Lapas Jelekong Bandung, Periksa 2 Terpidana Kasus Vina Cirebon
"Sesuai janji saya, setelah dipastikan bahwa Mabes Polri menugaskan tim untuk mengeksaminasi ulang peristiwa Cirebon 2016, saya memberikan apresiasi kepada langkah Polri," ujar Reza Indragiri dalam keterangan tertulis diterima JPNN.com, Rabu (7/8).
Reza memaknai langkah Polri itu sebagai upaya meredefinisi profesionalisme kepolisian. Bahwa, polisi tidak semata-mata memidana pelaku pidana, tetapi juga punya kesungguhan untuk mengoreksi kemungkinan salah pemidanaan terhadap warganegara.
BACA JUGA: Diperiksa Bareskrim 10 Jam, Terpidana Vina Cirebon Tak Tahu Peristiwa Pembunuhan
"Apa simpulan tim Mabes Polri itu? Kita masih nantikan," ucap pria yang pernah mengajar di STIK/PTIK itu.
Terlepas dari itu, kata Reza, sejak sekarang dia ingin sampaikan satu pandangan. Yakni, Mabes Polri perlu membedakan antara penyikapan terhadap para korban (terkait penyebab kematian, termasuk kemungkinan pidana) dan penyikapan terhadap para terpidana (terkait error in persona maupun error in objecto).
BACA JUGA: Fakta dan Bukti Lengkap, Terpidana Pembunuhan Vina Cirebon Segera Ajukan PK
Jika kedua bagian penyikapan tersebut digabung sekaligus dan harus menunggu putusan PK, terlebih apabila PK ditolak, maka akan muncul kesan kemiripan antara sikap Mabes Polri dengan hasil studi Conviction Integrity Unit (CIU).
Menurut Reza, CIU menemukan bahwa satu dari dua faktor dominan terjadinya salah pemidanaan adalah ditutup-tutupinya oleh penyidik bukti-bukti yang sesungguhnya dapat meringankan atau bahkan membebaskan terdakwa.
"Andai itu pula yang Mabes Polri lakukan, maka apa bedanya dengan Polda Jabar? Sama saja mereka gagal melakukan mitigasi atas kesemrawutan tahun 2016," tutur Reza.
Oleh karena itu, penyandang gelar MCrim dari University of Melbourne Australia tersebut berpendapat penyikapan terhadap terpidana sepatutnya dipisahkan dengan penyikapan terhadap korban.
Konkretnya, terkait penyikapan terhadap terpidana, dengan asumsi Mabes Polri menemukan bahwa mereka tidak melakukan pembunuhan dan pemerkosaan, Mabes Polri perlu membukakan jalan bagi delapan orang terpidana untuk bebas.
Sementara, terkait penyikapan terhadap korban, jika mereka diyakini tewas akibat perbuatan pidana, maka anggap saja ini pekerjaan rumah yang suatu saat semoga bisa Mabes Polri pecahkan.
"Saya yakin, ketika agenda penyikapan terhadap terpidana dan agenda penyikapan terhadap korban dihadap-hadapkan ke publik, publik saat ini lebih condong untuk memperjuangkan nasib para terpidana "ketimbang" memastikan nasib kedua korban -apakah mereka tewas akibat kecelakaan ataukah akibat perbuatan orang lain," terangnya.
Reza berasumsi, anggaplah Mabes Polri tak kunjung berhasil menemukan siapa pembunuh Eky dan Vina. Namun, ketika Mabes Polri esok pagi membuat pernyataan resmi yang membukakan jalan bebas bagi para terpidana, publik akan mensyukuri dan menghargai sikap Korps Bhayangkara tersebut.
"Jadi, sebelum Mahkamah Agung membuat putusan atas upaya peninjauan kembali para terpidana, Mabes Polri perlu selekasnya menyodorkan novum berupa hasil kerja tim Mabes Polri," ujar Reza Indragiri.(fat/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam