Kata Bang Emrus, Hoaks Model Begini Layak Dijerat UU Terorisme

Kamis, 21 Maret 2019 – 17:33 WIB
Emrus Sihombing. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Emrus Sihombing merespons pernyataan Menkopolhukkam Wiranto bahwa penyebar hoaks bisa masuk sebagai peneror masyarakat dan dapat dijerat Undang-Undang Terorisme.

“Di satu sisi, ungkapan ini bisa dipandang sangat tepat dan rasional, tetapi di sisi lain bisa juga dinilai berlebihan,” kata Emrus, Kamis (21/3).

BACA JUGA: Ini Bahayanya Menindak Penyebar Hoaks dengan UU Terorisme

Emrus beralasan, pemikiran Wiranto bisa dipahami sebagai pandangan yang sangat tepat bila pesan hoaks berpotensi mengganggu, mengancam dan dapat menimbulkan kekacauan atau keselamatan warga negara, baik secara individu atau kolektif.

“Sementara dianggap berlebihan, bila hoaks hanya berdampak pada tingkat pengetahuan tentang sesuatu,” ungkap Emrus.

BACA JUGA: Ingatkan Kubu Jokowi dan Prabowo Tak Langsung Puas oleh Hasil Survei

BACA JUGA: Ini Bahayanya Menindak Penyebar Hoaks dengan UU Terorisme

Direktur eksekutif Emrus Corner itu mengatakan, perlu dilakukan analisis kuantitatif untuk melihat dampak. Selain itu, perlu pula analisis kualitatif dengan pendekatan semiotika dan framing untuk mengungkap makna paripurna dari sebuah atau rangkaian pesan hoaks.

BACA JUGA: Jokowi Akui Hoaks di Jabar Bikin Suaranya Jeblok 8 Persen

Nah, kata Emrus, berdasar analisis tersebut maka bisa diketahui ada dua jenis hoaks. Pertama, kata dia, hoaks yang mengancam tatanan sosial. Hoaks jenis ini bisa menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat. Misalnya, menyebarkan pesan hoaks bahwa di satu wilayah hunian padat penduduk dalam tiga hari ke depan akan terjadi gempa dahsyat disertai tsunami hebat.

Kemudian, hoaks aliran listrik ke rumah-rumah penduduk akan mati secara serentak di seluruh wilayah negara dalam jangka waktu lama. Hoaks saluran air berbayar ke rumah-rumah mengandung bakteri yang mampu mematikan manusia yang menggunakannya dalam waktu hitungan menit.

Hoaks pemilu akan rusuh sehingga terjadi gerakan massa hebat, dan sebagainya. “Pada hoaks yang pertama ini, menurut hemat saya, bisa saja dikenakan UU Anti Terorisme dan bahkan UU ITE sekaligus, karena dampaknya sangat berbahaya dan maknanya jelas yang bisa menimbulkan kekacauan di tengah masyarakat,” paparnya.

Kedua, lanjut Emrus, hoaks yang tidak mempunyai dampak serius. Misalnya, hoaks ditemukan ada jejak manusia pertama di suatu desa di Indonesia. Hoaks tentang ada mahluk monster di sungai Ciliwung. Hoaks ada hewan berkaki empat menyerupai wajah manusia, dan sebaginya.

“Hoaks semacam ini cukup hanya diduga melanggar UU ITE. Sangat berlebihan bila dikenakan UU Anti Terorisme,” tegasnya.

Jadi, Emrus berpendapat apakah hoaks dapat dijerat dengan UU Anti Terorisme dan atau UU ITE, sangat tergantung pada gradasi makna dan pengaruh dari pesan dan penyebaran sebuah atau serangkaian kabar bohong itu sendiri.

“Karena itu, pengelompokan hoaks menjadi hal penting ketika menentukan UU yang bisa dikenakan kepada terduga pemproduksi dan penyebar hoax, apakah dengan UU ITE dan atau UU Anti Terorisme,” pungkas Emrus. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ratna Sarumpaet Yakin Kasusnya Karena Politik


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler