Kawasan Danau Tahai Terancam Dieksekusi

Pemprov dan Pemda Kalah Gugatan

Jumat, 23 Oktober 2009 – 10:23 WIB
PALANGKA RAYA – Kawasan wisata Danau Tahai terancam akan dieksekusiPasalnya, Gubernur Kalteng dan Walikota Palangka Raya kalah dalam perkara gugatan kawasan wisata yang terletak di Desa Tumbang Tahai Kecamatan Bukit Batu Kota Palangka Raya

BACA JUGA: Dilatih Hadapi Keterlambatan Konsumsi

Gubernur sebagai tergugat satu dan Walikota tergugat dua dihukum untuk membayar kerugian Rp 150 juta
Selain itu, tergugat harus mengosongkan bangunan dari tanah bila perlu dengan alat Negara.
 
Siapa penggugat Gubernur dan Walikota itu? Dia adalah Drs Denal Matan yang memenangkan perkara itu dalam tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA)

BACA JUGA: Samarinda Pastikan akan Naikkan UMK

Amar putusan MA menyebutkan permohonan kasasi tergugat ditolak
Menurut kuasa hukum penggugat, Kanuth Matah SH MH dengan keluarnya putusan itu, maka pihaknya mengajukan permohonan eksekusi perkara sesuai putusan Pengadilan Negeri (PN) Palangka Raya.
Kanuth menjelaskan duduk perkara gugatan itu

BACA JUGA: Tarakan Punya Eco-Airport

Istri dari Denal Matan yakni Melsi Matan memiliki lahan seluas 6.410 meter persegi yang ada sertifikat hak milikTanah itu mulai digarap penggugat dengan berkebun nenas dan singkong, dalam kawasan tanah itu dibangun juga sebuah pondok

Sekitar tahun 1996, Gubernur Kalteng melalui Dinas Pariwisata dan Seni Budaya Provinsi Kalteng mulai mengelola hutan rawa yang terletak di sebelah timur dari lahan tanah penggugat untuk dijadikan objek wisataWaktu itu, tergugat satu pernah meminta izin penggugat untuk mendirikan sebuah tower air di lahan tanah penggugat, sehingga dengan semangat kekeluargaan penggugat memberikan izin secara lisan tetapi hanya terbatas untuk tempat mendirikan sebuah tower air terbuat dari beton setinggi lima meter.

Dalam perkembangannya, tergugat satu terus membangun sarana dan prasarana objek wisata lainnya secara tidak sah dan tanpa izin penggugat hingga merembet memasuki wilayah lahan tanah yang dimiliki penggugat dan tidak hanya tower air saja tetapi membangun jalan lingkungan terbuat dari paving dengan panjang 71 meter dan lebarnya tiga meter.

Selain itu, tergugat membangun toilet dari beton, membangun jembatan kayu ke arah danau melewati depan bangunan toilet sepanjang 10 meterTidak hanya itu, tergugat membangun jembatan kayu ulin ke arah danau sepanjang 10 meter, kemudian menggeser tanda batas lahan serta merusak pagar pembatas dari kawat berduri sepanjang 70 meterDitambah memusnahkan tanaman di atas kebun nenas, singkong dan lain-lain seluas 50 meter serta membongkar sebuah pondok semi permanentSelanjutnya tergugat membangun sebuah menara bak air dari kayu ulin setinggi lima meter

Tindakan pemerintah itu ditindaklanjuti penggugat dengan berkomunikasi dengan tergugat satu untuk mempertahankan secara utuh kepemilikan tanah seluas 6.410 meter persegi, komunikasi itu dilakukan dari tahun 2001 hingga 2002, tujuan komunikasi untuk meminta penyelesaian secara kekeluargaan agar tergugat satu bersedia membeli tanah penggugat, namun hanya dijawab dengan janji-janji tanpa mendapat kepastian hingga sekarang berlangsung 10 tahun

Walikota termasuk tergugat lantaran tahun 2001 pengelolaan objek wisata Danau Tahai secara teknis operasional dialihkan dari tergugat satu ke tergugat duaBerhubung itikad baik penggugat selama 10 tahun untuk menempuh jalur kekeluaraan sebagai alternative terbaik tetapi tidak direspon oleh tergugat satu dan dua maka penggugat menempuh jalur hukum

Upaya hukum penggugat itu menang di PN Palangka Raya, majelis hakim mengabulkan gugatan untuk sebahagian, menyatakan sertifikat tanah hak milik penggugat sahSetelah itu, hakim memutuskan perbuatan Gubernur melalui Dinas Pariwisata dan Seni Budaya adalah suatu perbuatan melanggar hukum berdasarkan ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata.

Amar selanjutnya, menghukum tergugat satu untuk membayar kerugian yang diderita penggugat seluruhnya sebesar Rp 150 juta, menghukum tergugat satu dan dua untuk mengosongkan segala bangunan di atas tanah milik penggugat tanpa syarat apapun dan apabila perlu dengan bantuan alat NegaraSelain itu tergugat dihukum untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 2,1 juta

Tidak terima dengan putusan itu, tergugat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Palangka RayaAlih-laih perkaranya dimenangkan, tergugat harus menerima majelis hakim memutuskan menguatkan putusan PN Palangka RayaSelanjutnya, tergugat melakukan upaya hukum kasasi ke MAUpaya hukum inipun mental, hakim agung menolak permohonan kasasi itu

Kanuth Matah mengatakan sudah mengirim surat ke PN Palangka Raya guna memohon bantuan eksekusi putusan MA Nomor: 1023 K/Pdt/2008“Kami minta PN mengeksekusi putusan ini, sudah ada tanggapan dari pengadilan untuk menindaklanjuti dengan mempertemukan dengan pihak tergugat,” kata Kanuth didampingi Denal Matan

Menurut Kanuth, tindaklanjut itu bisa dengan cara lunak dan keras“Setelah dua minggu eksekusi tidak digubris selanjutnya ditempuh cara keras dengan alat negara, untuk itu kami minta pihak yang kalah segera melaksanan putusan itu,” tegas mantan Wakajati Kalteng ini
Terpisah, ketika dikonfirmasi ke Biro Hukum Gubernur Kalteng, seorang staf Biro Hukum Agus Priyanto SH langsung menanggapi“Kami terima putusan MA namun untuk eksekusi tidak serta merta langsung keluar, satu minggu ke depan sudah ada pembahasan,” kata Agus singkat.(cah/aj)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gaya Penambang Sultra Peduli Bencana


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler