Ke Kuil Suankaew Thailand, Lebih Dekat dengan Aktivitas Para Biksu

Terima Derma, Dekwat Beri Imbalan Buah dari Berkebun

Kamis, 23 April 2009 – 06:09 WIB

Berkunjung ke Thailand, tak lengkap rasanya jika tak mampir ke kuil para biksuSalah satu yang didatangi Jawa Pos adalah Suankaew, kuil yang dilengkapi lahan untuk berlatih bisnis

BACA JUGA: Kiprah Kartini-Kartini Penjaga Martabat Hukum di Indonesia (3-Habis)




Naufal Widi A.R., Bangkok
-----------------------------------


PAGI itu matahari belum menampakkan wajahnya secara penuh
Sepuluh anak terlihat berkumpul di halaman utama Kuil Suankaew

BACA JUGA: Kiprah Kartini-Kartini Penjaga Martabat Hukum di Indonesia (2)

Umur mereka 7-10 tahun
Tak lama berselang, datang sebuah mobil jenis pikap, lantas mengangkut mereka meninggalkan kuil

BACA JUGA: Kiprah Kartini-Kartini Penjaga Martabat Hukum di Indonesia (1)



Anak-anak itu ternyata dibawa ke sebuah tempat yang jaraknya kira-kira 5 kilometer dari kuilDi situlah mereka diturunkanSetiap anak lantas mengambil satu keranjang yang sudah disiapkan di bakKeranjang itu berisi buah-buahan yang dibungkus plastik kecil

Sambil membawa keranjang berisi buah-buahan, anak-anak itu berjalan di belakang biksu Phra Phyom Kalayano, kepala Kuil SuankaewMereka menyusuri jalan-jalan dan memasuki perkampungan warga

Setiap kali biksu Phra Phyom menerima sesuatu dari warga, anak-anak itu lantas memberikan plastik berisi buah-buahan kepada warga.

Siapa anak-anak itu? Mereka adalah anak kuil (temple boy) atau biasa disebut dengan dekwat"Mereka (anak-anak) bukan biksu, tetapi hidupnya ikut dengan biksuTinggal di kuil untuk membantu," terang Imron Dengni, warga Bangkok yang menemani Jawa Pos, Senin pagi (20/4).

Setiap pagi para dekwat menemani biksu melakukan bintabat, yaitu aktivitas keluar kuil untuk menerima derma dari warga (morning alms)Mereka berjalan sambil membawa semacam keranjang atau mangkuk untuk mengumpulkan makanan yang disedekahkan oleh orang-orang yang ditemui.

Namun, jangan salahPara biksu yang berjalan tanpa alas kaki setiap pagi itu bukan meminta-mintaMereka akan terus berjalan dan hanya berhenti jika ada orang yang memanggilnyaSetelah bersedekah dengan memasukkan sesuatu ke keranjang atau mangkuk, warga akan menundukkan badan dengan tangan seperti menyembah atau berdoa.

Bagi penganut Buddha, memberikan sesuatu kepada biksu alias bederma diyakini bisa memberikan keberkahanSebab, biksu yang notabene sudah meninggalkan kehidupan duniawi akan balik mendoakan warga yang bederma agar diberi umur panjang, keselamatan, dan kebahagiaan.

Pemandangan biksu yang berjalan setiap pagi memang mudah ditemui di Negeri Gajah Putih ituBintabat umumnya dilakukan setiap pagi sejak pukul 05.30 hingga sekitar pukul 09.00"Jadi, mereka bisa berjalan sampai belasan kilometer," kata Imron.

Namun, tidak semua biksu ditemani dekwatJika tidak ada anak-anak yang menemani, mau tidak mau, mereka berjalan sendiri membawa keranjang atau mangkuk tadi"Ada juga yang memakai troli dorong," tambah Thanu Keaw Muang

Selain dekwat, ada beberapa biksu yang ditemani remajaMereka dikenal dengan istilah luksit yang artinya murid atau sekretaris khusus.

Ada tidaknya dekwat di sebuah kuil bergantung pada orang tuanyaBiasanya mereka dititipkan ke kuil untuk belajar agama"Seperti di pesantren kalau dalam agama Islam," kata Imron yang memang seorang muslim itu

Selain itu, dekwat kebanyakan dari keluarga miskin"Itu karena hidupnya ditanggung kuil," sambung pria asal Thailand Selatan ituMereka akan makan berbagai makanan yang ada di kuil.

Biksu Phra Phyom Kalayano yang ditemui Jawa Pos setelah bintabat mengatakan, jumlah dekwat di kuil yang dipimpinnya tidak menentuBiasanya di kisaran 85 hingga 200 orang"Jumlah dekwat bergantung musimKalau sedang liburan ramai," katanya.

Apa kegiatan para dekwat selain menemani bintabat? Biksu Phra Phyom mengungkapkan, Kuil Suankaew berbeda dengan kuil-kuil pada umumnyaKuil itu tidak memiliki suatu barang keramat yang biasanya dicari orang"Di sini menerima barang-barang rusak untuk di-recycle dan dijual lagi," terang Phra Phyom.

Tidak hanya itu, kuil Suankaew mengelola lahan yang ditanami berbagai macam buah dan sayuranDi antaranya pisang, mangga, dan labuHasil-hasil kebun itulah yang diberikan kepada warga sebagai imbal balik saat biksu melakukan bintabatSelain itu, Biksu Phra Phyom memberikan buku saku berisi ajaran-ajaran agama kepada wargaNamun, tidak semua kuil atau biksu memberikan imbal balik kepada warga yang bederma.

Kuil Suankaew memang berbeda dengan kuil kebanyakanKuil yang terletak di Provinsi Nonthaburi, sekitar satu jam dari Kota Bangkok itu, memiliki luas 23 hektareTidak hanya untuk beribadah dan memberikan pendidikan bagi biksu, kuil itu juga memiliki beberapa unit usaha.

Di bagian utama kuil, terdapat sebuah latar tempat biksu Phra Phyom menerima tamu atau pemeluk BuddhaBiksu duduk di kursi dengan sebuah meja di depannyaDi bagian dalam, terdapat semacam rumah panggung dengan patung Buddha yang menjadi tempat para biksu berkumpul.

Di bagian tengah hingga belakang terdapat area perkebunan yang cukup luasArealnya terbagi menjadi dua, yakni untuk buah-buahan dan bungaKondisi itu menciptakan suasana asriSaat Jawa Pos berkunjung ke dalam Kuil Suankaew, tampak anak-anak membersihkan selokan untuk pengairan.

Di bagian luar area utama, terdapat semacam pasar tempat mendistribusikan hasil-hasil kebunTidak jauh dari jalan utama menuju kuil, bangunan setengah terbuka menjadi tempat barang-barang bekas yang diolah"Ada juga hewan-hewan ternak hasil derma dari orang," kata Imron Dengni.

Seorang biksu, kata dia, harus selalu mengajarkan kebaikanSegala hal yang tidak baik menjadi pantangan baginyaSeperti minum arak, merokok, dan berkata yang tidak benarDia juga tidak boleh bersentuhan dengan perempuan"Itu ada semacam buku petunjuknya," urainya.

Lantas, bagaimana kehidupan politik mereka? Bukankah dalam demonstrasi baik oleh kelompok merah (antipemerintah) maupun kelompok kuning (anti-Thaksin) ada biksu yang terlibat? Menanggapi hal itu, biksu Phra Phyom mengakui tidak ada yang pasti berkaitan dengan hukum itu.

Menurut dia, seorang biksu juga bertugas memberikan penjelasan atau menenangkan keadaan"Ada hak-hak untuk menasihati dengan hal-hal yang benar," katanya"Tapi, kalau berlebihan (misal ikut merusak atau anarki, Red) bisa dikeluarkan dari biksu," sambung Phra Phyom.

Pada kondisi politik dalam negeri Thailand sekarang ini, dia mengaku tidak bisa berkata apa-apa"Kami tidak ada warnaNanti kalau diminta masuk ke yang merah, yang kuning marahJuga sebaliknya," urainya(kum)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Mengunjungi Komunitas Wong Jawa di Jantung Kota Bangkok, Thailand


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler