Ke Universitas Al-Azhar ketika ''Azhari'' Indonesia Bermasalah (1)

Tiba di Kampus Seminggu sebelum Ujian

Selasa, 17 Februari 2009 – 06:15 WIB
Foto : Kardono Setyorahmadi/Jawa Pos

Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir, masih menjadi favorit bagi calon mahasiswa Indonesia yang ingin memperdalam jurusan agama di luar negeriNamun, baru kali ini proses perekrutannya berlangsung semrawut

BACA JUGA: Rizky Rifallah, Remaja Penderita Diabetes Insipidus dan Kanker Batang Otak

Akibatnya, nasib puluhan mahasiswa pun terkatung-katung
Berikut laporan KARDONO SETYORAHMADI yang baru tiba dari Kairo, Mesir.



BANGGA sekaligus kecewa

BACA JUGA: Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (6-Habis)

Itulah yang kini dirasakan Fauzan, bukan nama sebenarnya, yang kini menjadi mahasiswa tahun pertama di Universitas Al-Azhar
Saat ditemui Jawa Pos di flat yang menjadi tempat tinggal mahasiswa Indonesia di kawasan El-Asyir, dekat Kampus Al-Azhar di Kairo, pemuda itu pesimistis bisa lulus ujian kenaikan tingkat.

''Mau bagaimana lagi, Mas

BACA JUGA: Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (5)

Persiapan sangat kurang,'' kata alumnus Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purwakarta, Jawa Barat, ituMenurut Fauzan, keadaanlah yang membuat dirinya tak terlalu yakin bisa lulus ujian kenaikan tingkat.

Meski diterima di universitas yang menjadi dambaan para lulusan madrasah dan pondok pesantren tersebut, Fauzan mengaku telat tiba di Kairo''Saya datang seminggu sebelum ada ujian di kampus,'' ungkap pemuda berusia 18 tahun itu.

Padahal, tahun pertama dan tahun kedua di universitas berusia lebih dari 1.000 tahun tersebut dikenal sebagai tahun ''singa''Di level itu banyak mahasiswa yang gagal dan sering harus mengulang hingga tiga tahun.

Fauzan tidak sendiriBersama sekitar 60 mahasiswa baru asal Indonesia, dia menjadi ''korban'' dalam perekrutan mahasiswa baru Universitas Al-AzharSumber masalahnya, baru tahun ini proses rekrutmen melibatkan Departemen Agama RI dan Kedutaan Besar Mesir di Indonesia.

Padahal, tiap tahun Al-Azhar memberi kuota 90 calon mahasiswa baru asal IndonesiaSegala proses perekrutan sebelumnya diserahkan ke Departemen AgamaSebab, ijazah yang muadalah (diakui Al-Azhar) adalah lingkup pendidikan agama yang memang pengelolaannya di bawah pembinaan Departemen AgamaYakni, madrasah aliyah (selevel SMA) dan sejumlah pondok pesantren.

Dalam kasus Fauzan, dia termasuk Azhari -sebutan mahasiswa Al-Azhar- yang ''tidak biasa''Sebab, dia direkrut oleh ''pintu baru'', yakni lewat seleksi oleh Kedubes Mesir di Jakarta.

Repotnya, meski lolos seleksi serta meraih visa dari pemerintah Mesir, dia tak bisa segera berangkat karena tak punya biayaSebab, biaya tiket pesawat, misalnya, yang biasanya ditanggung Depag, kali ini harus dicari sendiri.

Mendapat beasiswa di Al-Azhar memang menjadi impian sebagian pemuda IndonesiaJangankan menjadi lulusan, pernah bersekolah di Al-Azhar saja sudah bisa ''dijual''Karena itu, tiap tahun lebih dari 1.000 lulusan madrasah aliyah dan pondok pesantren bersaing untuk memperebutkan 90 kursi calon mahasiswa Al-Azhar.

Kalau sudah dinyatakan lulus, sang calon mahasiswa hanya tinggal mempersiapkan ''batinnya''Sebab, sudah ada yang mengurusi kebutuhan ''lahirnya''Mulai urusan visa hingga tiket perjalanan ke Mesir disediakan Depag.

Awalnya, semua berlangsung lancar-lancar sajaNamun, tahun lalu, aturan tersebut berubahItu setelah pada Oktober 2008 Kedubes Mesir di Jakarta turun tangan dan terlibat dalam proses rekrutmen calon mahasiswa baru tersebutArtinya, setelah lolos dari seleksi Depag, bukan berarti ke-90 calon mahasiswa itu bisa langsung masuk kuota yang disediakan untuk mahasiswa asal IndonesiaKedubes Mesir masih ingin mengetes lagi kompetensi ke-90 calon mahasiswa tersebut.

Hasilnya, ternyata di antara 90 orang yang diloloskan Depag, hanya 27 orang yang dinyatakan lolos setelah dites ulang oleh Kedubes Mesir''Sementara 63 calon sisanya dicari sendiri oleh Kedubes Mesir,'' jelas seorang pejabat Departemen Luar Negeri yang enggan namanya disebutkan.

Lewat proses seleksi yang dilakukan, dalam tempo sebulan, Kedubes Mesir berhasil menemukan ke-63 calon mahasiswa tambahan, sehingga bisa memenuhi total kuota (90 mahasiswa) yang diberikan ke IndonesiaKarena itu, Kedubes Mesir lalu meminta jatah tiket untuk ke-63 calon mahasiswa tersebut ke Depag.

Merasa tak ikut menyeleksi, Depag menolak dan menyatakan bahwa pihaknya ''hanya'' mengurusi ke-27 mahasiswa yang dinyatakan diterima lewat seleksi Depag dan dikuatkan oleh tes ulang Kedubes MesirTerjadi tarik ulurNamun, Depag tetap berkeberatan memberi sangu tiket kepada yang lulusUpaya itu mendapat ''balasan'' dari Kedubes Mesir yang tak kunjung memberikan visa bagi ke-27 mahasiswa hasil seleksi Depag.

Akibatnya, 90 calon mahasiswa Indonesia merugiSebab, ada 63 calon mahasiswa pilihan Kedubes Mesir yang punya visa, tapi tak tahu mendapat uang dari mana untuk membeli tiket pesawat ke MesirSementara 27 mahasiswa sisanya mengantongi tiket pesawat, tapi tak punya visaSama-sama tak bisa berangkatBaru pada pertengahan Januari lalu secara bergelombang sekitar 60 mahasiswa baru Al-Azhar pilihan Kedubes Mesir nekat berangkat dengan biaya sendiri.

Menariknya, 27 orang sisanya (hasil tes Depag) hingga kini belum jelas nasibnyaSituasi pun menjadi sangat sensitifMeski menjadi rasan-rasan, tak ada yang berani mengungkap sendiriTermasuk mahasiswa yang bersangkutan.

Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Duta Besar RI untuk Mesir Abdurrahman Muhammad Fachir menyatakan bahwa hal itu adalah kesalahpahaman belaka''Tak perlu dibesar-besarkan,'' katanya.

Menurut dia, publik Indonesia harus paham bahwa yang punya ''hajatan'' memberikan beasiswa adalah pemerintah Mesir''Jadi, apa pun, kita harus menghormatinya,'' tegasnya.

Mantan wakil Dubes di KBRI Malaysia itu sudah melakukan sejumlah langkah mengatasi hal tersebutYang terbaru, pihaknya telah mengirimkan proposal penyelesaian masalah rekrutmen secara mendetail kepada pemerintah Mesir dan Universitas Al-Azhar.

Dalam proposalnya, kata Fachir, Departemen Agama lebih bertindak sebagai fungsi administrator teknisYakni, mengumpulkan calon mahasiswa''Sementara penilaian langsung dilakukan oleh Al-AzharBisa jadi, nanti didatangkan para pengajar Al-Azhar untuk langsung mengetes calon mahasiswa,'' ucapnya.

Dengan pengetesan yang langsung dilakukan staf Al-Azhar, kompetensi calon mahasiswa tak diragukan lagi''Tidak ada dualisme lagi mengenai dari mana seleksi itu dilakukanDan otomatis yang lolos seleksi langsung mendapat visaJadi, tidak seperti sekarang ini, ada yang tidak dapat visa,'' tuturnya.

Wakil Rektor Universitas Al-Azhar Dr Abdul Dayyem Nossair ketika dikonfirmasi Jawa Pos menyatakan proposal dari Kedubes RI di Kairo, Mesir, masih dipelajari''Semangat kami pada intinya adalah untuk membantu Indonesia dalam bidang pendidikanKami masih mempelajari proposal itu,'' ungkapnya.

Menurut dia, secara prinsip, dirinya sepakat dengan garis besar proposal tersebut''Namun, keputusan akan diambil setelah kami mengadakan pembicaraan dengan pemerintah MesirIni keputusan kolektifMudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada jawaban,'' katanya(bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Oleh-Oleh dari Perjalanan ke Papua (4)


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler