Perwakilan komunitas adat Aborijin mengatakan, api tak terkontrol yang bermula di tambang uranium ‘Ranger’, pekan lalu, dan menyebar ke Taman Nasional Kakadu mengancam ribuan situs seni batu kuno di sana.
Salah satu situs budaya paling penting di Taman Nasional Kakadu, Nourlangie Rock- yang menampilkan seni batu Adat dari zaman awal kedatangan Eropa di Australia -serta seni kuno lain yang berusia hingga 50.000 tahun, telah ditutup untuk wisatawan selama dua hari.
BACA JUGA: Metode Baru Peternakan Sapi di Australia Bisa Hasilkan Pendapatan Ekstra
Api kini mengancam situs budaya yang signifikan di daerah Radon Springs arah timur dan utara, kata CEO ‘Gundjeihmi Aboriginal Corporation’ (GAC), Justin O'Brien.
"Ini soal ratusan galeri dan ribuan gambar mungkin. Ini juga salah satu situs budaya paling penting di kawasan ini. Ini cukup serius," ujarnya.
BACA JUGA: Tak Perlu Panik Jika Anak Anda Terserang Demam Tinggi
Foto yang diambil hari Kamis (1/10) ketika kebakaran baru terjadi di barat tambang ERA dan di selatan bandara Jabiru.
Ia mengatakan, jika api mencapai lereng terjal dan wilayah tanpa air, hal itu akan menjadi jauh lebih sulit dipadamkan.
BACA JUGA: Siswa Satu Sekolah dengan Pelaku Penembakan di Parramatta Ditangkap Polisi
"Tak ada air di sana, Anda tak bisa mendapat tekanan di sana dari udara, Anda tak bisa menapakkan kaki di wilayah itu, di sana terlalu kasar. Yang bisa Anda lakukan adalah menunggu hingga api mereda. Itu tak dapat diterima," sebutnya.
Menurut lembaga perlindungan lingkungan ‘Parks Australia’, api bermula ketika operator tambang, Sumber Daya Energi Australia (ERA), melakukan manajemen pembakaran gulma di dalam tambang, pekan lalu.
Dilaporkan, api melewati batas tambang dan memasuki wilayah taman nasional, pada kamis (1/10) pekan lalu.
Justin meminta ERA untuk membayar biaya pemadam kebakaran dan bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan.
"Kami duduk di sini, di wilayah Jabiru, terbungkus asap dan tambang uranium ‘Ranger’ tertutup asap. Situs wisata batu, Nourlangie, telah ditutup dan spesies langka di sana tengah terancam,” utaranya.
Ia menambahkan, "Kemungkinan, situs budaya siginifikan yang sangat kuno telah hancur ... Mereka harus tanggung jawab dan harus membayar."
Pada Selasa (6/10) sore, juru bicara ‘Parks Australia’ mengatakan, kebakaran bisa mengancam situs budaya sensitif lainnya yang, atas permintaan para pemilik adat, tak bisa ia identifikasi karena alasan budaya.
"Di samping penanganan api di darat dan udara, api terus membakar area budaya dan lingkungan yang sensitif di dalam wilayah Kakadu," kemukanya.
"Manajemen taman nasional akan terus memadamkan api secara aktif dan bekerja untuk melindungi situs serta area penting dan menjamin keamanan masyarakat," sambungnya.
Dalam sebuah pernyataan pada hari Senin (5/10), ERA mengatakan, tak ada larangan api dan lembaga ‘Parks Australia’ tak melarang rencana perusahaan untuk melaksanakan pembakaran berbahaya.
Perusahaan itu menyebut, pihaknya akan mengadakan penyelidikan internal atas kebakaran tersebut.
Sebagai tanggapan, pihak ‘Parks Australia’ mengatakan, pembakaran berlangsung di dalam lokasi tambang ‘Ranger’ dan karenanya lembaga ini tak berhak mengeluarkan persetujuan.
Meskipun kebakaran umum di daerah tersebut, GAC mengatakan, kebakaran ini datang terlambat di musim kemarau.
"Sekali lagi, wilayah bebatuan ini terbakar di akhir musim kemarau. Beberapa tahun belakangan, wilayah ini telah mengambil sikap tegas atas kebakarandi akhir musim kemarau," utara mereka.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Puluhan Pasangan Australia Terlantar di Nepal, Tunggu Izin Bawa Pulang Bayi dari Ibu Pengganti