JAKARTA – Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.5 tahun 2006 diminta untuk ditinjau ulangPasalnya, kebijakan ini dinilai tidak pro rakyat
BACA JUGA: Saksi Kasus Setwan DKI Beratkan Tersangka
Hal tersebut disampaikan oleh Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Pusat dalam rilisnya yang diterima JPNN, Kamis (29/10)."Kami sudah menyampaikan aspirasi ke Dewan Energi Nasional (DEN), agar kebijakan tersebut direvisi," kata Ir H Winarno Thohir, Ketua Umum KTNA.
Menurutnya, kebijakan energi nasional saat ini memasukkan opsi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dinilai berbahaya dan cenderung merugikan lingkungan
BACA JUGA: Gubernur Genjot Program Sadar Wisata
Disisi lain, Perpres ini juga kurang mengakomodasi kepentingan masyarakatBACA JUGA: DHL Kirim Tim ke Padang
"Mestinya solusi untuk mengatasi krisis listrik dengan memaksimalkan potensi energi alternatif seperti biomasa yang tersedia melimpah di masyarakat," tambahnya.Dijelaskannya, biomasa di dalam negeri saat ini sangat melimpah, seperti limbah tebu yang berupa daun dan pucuk batang tebu, sekam padi, kotoran ternak dan limbah hasil proses pertanian lainnyaSemuanya menyimpan potensi energi yang cukup besar untuk dikembangkan dibandingkan memakai tekhnologi nuklir"Contohnya limbah padi yang tersebar di Jawa, Sumatera, Sulawesi, kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara, itu menyimpan potensi listrik setara 150 juta giga joule (GJ) per tahunnya," jelasnya.
Belum lagi, limbah kayu karet, perkebunan kelapa dan kelapa sawit yang memiliki potensi yang samaWinarno menyebutkan, pihaknya selama ini melakukan kajian sumber energi aternatif lain yang bisa digunakan sebagai alternatif mengatasi krisis listrik serta disisi lain mengangkat perekonomian masyarakat kecil khususnya petani dan nelayanHasil dari kajian tersebut kemudian disampaikan dalam audiensi dengan DEN sebagai pertimbangan masukan kepada pemerintah.
Karenanya, dirinya menilai, energi nuklir bukan suatu pilihan di negeri yang kaya iniKecuali negara-negara yang memiliki sumber daya terbatas sehingga terpaksa menggunakannya"PLTN merupakan solusi yang kurang tepat dan hanya menguntungkan pihak asing sementara bila terjadi kecelakaan yang menderita adalah masyarakat kecil, macam petani dan nelayanLain halnya dengan pemanfaatan biomasa yang bisa mengangkat ekonomi mereka," ujarnya.
Sementara itu, disebutkannya, ketika bertemu dengan Dewan Energi Nasional, KTNA tetap menyuarakan penolakan atas rencana pembangunan PLTN di Semenanjung MuriaKTNA menilai tekhnologi nuklir yang diklaim beberapa pihak menggunakan generasi terbaru yang lebih aman tetap menyimpan potensi kegagalan dan bahaya besarDisisi lain, limbah nuklir juga rentan mengkontaminasi lingkungan yang langsung berdampak pada hasil produk pertanian seperti produk pangan, hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan.
KTNA juga menyoroti masih minimnya pemanfaatan energi non fosil untuk energi listrikPadahal berdasarkan temuan KTNA banyak sumber daya yang bisa dimanfaatkan untuk menghasilkan listrik semisal tenaga air sebesar 845 juta SBM atau setara 75,67 GW, panas bumi sebesar 219 juta SBM, energi mini atau micro hydro 0,45 GW, serta tenaga angin sebesar 9,29 GW"Sayangnya, ini belum dimanfaatkan maksimal padahal investor banyak yang mau masuk, asalkan bahan bakunya tersedia dan produksinya dibeli," pungkasnya.(esy/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hakim Dituding Pro Jaksa
Redaktur : Soetomo