Kebijakan Gubernur Anies Soal IMB Reklamasi Menuai Kritik Pedas

Selasa, 30 Juli 2019 – 05:25 WIB
Para pembicara diskusi bertajuk "Mengkritisi IMB dan Reklamasi Teluk Jakarta” di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/7/19). Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberikan izin mendirikan bangunan (IMB) terhadap sejumlah Pulau Reklamasi Teluk Jakarta menuai kontroversi.

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata menegaskan sebenarnya reklamasi itu sama sekali tidak memberi keuntungan bagi nelayan, dan keluarnya IMB itu adalah kebijakan yang melukai hati para nelayan Jakarta.

BACA JUGA: Nurdin Basirun Resmi Ditahan, Dimasukkan ke Kelas I

“Reklamasi tidak ada keuntungan sama sekali untuk nelayan. Anies akan bangun kampung nelayan itu jauh panggang dari api. Mana ada nelayan yang bisa beli rumah harganya paling murah Rp 900 juta sampai Rp 1 miliar,” kata Martin dalam diskusi bertajuk "Mengkritisi IMB dan Reklamasi Teluk Jakarta” di Gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/7/19).

Alih-alih keuntungan nelayan, menurut Martin, reklamasi teluk Jakarta justru memberi ancaman berupa Likuefaksi atau pergeseran tanah seperti terjadi di Palu. Menurut dia, ketika reklamasi ini diteruskan, tinggal menunggu bom waktu akan terjadi bencana di kemudian hari.

BACA JUGA: Basaria Beber Patgulipat Penerbitan Izin Reklamasi, Curang demi Uang

Bagi Martin, perhatian pemerintah provinsi yang semestinya diberikan kepada nelayan tidak hanya soal tempat tinggal saja, namun juga memperhatikan kondisi pesisir.

"Nelayan tidak hanya untuk tempat tinggal tetapi mereka butuh ikan untuk ditangkap. Kenapa pesisir penting selain untuk wilayah tangkap, juga penting untuk ikan berkembang biak, seperti mangrove," paparnya.

BACA JUGA: OTT KPK di Kepulauan Riau Terkait Izin Reklamasi

Selain itu, Martin juga mengaku heran dengan penerbitan IMB oleh Anies terkait reklamasi. Sebab, penjelasan tata ruang terkait IMB ini belum dijelaskan kepada publik, khususnya para nelayan.

"IMB merupakan kemunduran dari upaya perbaikan yang diinginkan Anies sendiri. Karena dalam tata kelola pemerintahan beliau menggunakan Pergub tata kota untuk pendirian IMB. Ini kemunduran," tandasnya

Pada kesempatan sama, Haidar Alwi selaku aktivis Haidar Alwi Institute menyoroti kebijakan Anies yang telah menyerahkan pengelolaan tiga pulau reklamasi Pantai Utara Jakarta, yakni Pulau C, D, dan G kepada PT Jakpro yang merupakan salah satu BUMD milik DKI.

Kemudian, jelas Haidar, Anies membuat kebijakan perubahan nama tiga pulau itu. Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi Kawasan Pantai Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama.

"Jadi kalau pulau-pulau ini sukses menyumbang pemasukan APBD DKI nanti, maka seolah yang sukses adalah Anies. Padahal dia cuman ganti nama saja,” jelasnya.

Selain itu, Haidar menilai Gubernur Anies tidak memiliki komitmen dengan apa yang telah dia ucapkan diawal ketika mencabut 13 izin reklamasi, bahwa reklamasi teluk Jakarta adalah masa lalu bagi Jakarta. Bahwa reklamasi bukan masa depan Jakarta.

"Anies menyebut bahwa perubahan tiga nama pulau ini memiliki dasar atau tujuan bagi masa depan Jakarta. Jadi setelah ganti nama, baru ngomong masa depan Jakarta. Padahal awalnya bilang reklamasi adalah masa lalu. Bukan masa depan Jakarta. Lha ini kan enggak konsisten. Padahal pemimpin itu harus konsisten dengan ucapannya. Ini bukan tipikal pemimpin namanya tapi hanya pimpinan," tegas Haidar.

Pada diskusi itu, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Tubagus Soleh Ahmadi, menilai setiap Gubernur Jakarta dari periode ke periode memiliki kebijakan yang mendukung reklamasi. Yakni sejak 1994 ketika pertama kali keluar Perpres Reklamasi, sampai saat ini Anies Baswedan mengeluarkan IMB pada 2019.

"Jadi semua gubernur sama saja. punya perannya masing-masing dalam meneruskan proyek reklamasi yang cenderung dipaksakan ini," kata Tubagus Soleh.

Ia menegaskan, proyek reklamasi ini sama sekali tidak punya komitmen pada lingkungan. Bahkan masalah lingkungan sering jadi pelengkap penderitaan rakyat.

"Dari sejarah awalnya sampai sekarang ini, proyek reklamasi hanya memfasilitasi kepentingan bisnis. Teapi mengabaikan lingkungan. Baru setelah ditolak, mereka berakrobat seolah ini memperhatikan lingkungan. Sebenarnya tak ada reklamasi bicara soal lingkungan hidup," tukasnya.(fri/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gubernur Anies Dinilai Sangat Berperan Meredam Kericuhan 22 Mei


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler