Kebijakan Publik Sektor Pendidikan di Era Otda

Rabu, 23 Maret 2011 – 05:05 WIB

RAKYAT berhak mendapatkan pendidikan setinggi-tingginyaInilah kebijakan publik pemerintah di bidang pendidikan (Pasal 31 UUD 1945)

BACA JUGA: Pengganti Arsyad Sanusi Segera Ditentukan

Di bidang pendidikan, konsistensi terhadap konstitusi untuk mencerdaskan bangsa sepatutnya merupakan landasan dari segenap rencana strategis pendidikan yang diwujudkan dalam merumuskan praksis pendidikan di Indonesia.

Menurut saya, ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan untuk meningkatkan kinerja pelayanan pendidikan dalam perspektif pelayanan publik di era otonomi daerah
Pertama, pendidikan sebagai upaya mengubah human resources menjadi human capital

BACA JUGA: Masa Moratorium Pemekaran Diulur

Ini basis utama dalam proses pembangunan SDM andal dan profesional yang menentukan masa depan Indonesia.

Kedua, kebijakan publik pemerintahan di sektor pendidikan seharusnya lebih mampu mengakomodasi, merespons dan mewarnai arus tuntutan masyarakat global
Ketiga, ramifikasi persoalan sosial, ekonomi dan politik yang dihadapi negara ke depan, yang akhirnya menuntut terjadinya paradigma dan orientasi berpikir dalam memosisikan institusi pemerintah sebagai pelayan publik

BACA JUGA: Stop Budaya PNS Datang Telat Pulang Cepat


Ketiga aspek ini merupakan landasan pemikiran yang harus dijadikan fokus dan entry point dalam proses perbaikan kualitas pendidikan sebagai bagian dari pelayanan publik

Dalam konteks otonomi daerah, pemerintah kabupaten dan kota harus terus menempati posisi dan peran strategis dalam proses menciptakan persenyawaan dan harmonisasi dari ketiga aspek tersebutDiharapkan ini dapat menciptakan kinerja pelayanan publik yang superiorIntinya, pemerintah merupakan kunci utama sebagai pengatur penyediaan pelayanan publik, termasuk di dalamnya pendidikan.

Pembangunan di sektor pendidikan juga diharapkan memberikan kontribusi kuat bagi pembangunan ekonomi sebuah negaraKenyataan yang kita hadapi saat ini, sektor pendidikan melalui angkatan kerja yang dihasilkannya belum sepenuhnya mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Selama desentralisasi juga terjadi kecenderungan menguatnya komitmen politik kepala daerah dalam peningkatan layanan pendidikanNamun komitmen tersebut tidak didukung kebijakan strategisSejumlah riset telah menunjukkan sejauh mana keberhasilan output pendidikan secara efisien tampak ditentukan faktor-faktor penting

Penelitian Herrera dan Pang (2008) misalnya, membuktikan bahwa peningkatan layanan pendidikan melalui pengeluaran pemerintah yang lebih tinggi, cenderung memiliki hubungan negatif dengan efisiensi.

Penelitian lain yang mengukur efisiensi pelayanan pendidikan berdasarkan teori pendidikan sebagai proses produksi multilevel membuktikan, produksi pendidikan harus melibatkan pengambilan keputusan pada sejumlah institusi yang berbeda dalam masyarakat, mulai pemerintah pusat sampai daerah, sekolah, guru, dan individu murid.

Kesimpulannya, peningkatan pelayanan kebijakan publik sektor pendidikan tidak bisa sepenuhnya bergantung pada kebijakan publik pemerintahSisi lain, institusi pendidikan juga harus mampu menunjukkan kapasitas dan kinerja pelayanan publik sektor pendidikan secara efisien.

Selama satu dekade terakhir juga terjadi peningkatan anggaran pendidikan yang sangat drastisDari 2001 hingga 2008, belanja pendidikan nasional secara nominal meningkat dari Rp 40,1 triliun menjadi Rp 147,4 triliunNamun peningkatan anggaran itu ternyata belum diikuti peningkatan kinerja sektor pendidikan.
 
Efisiensi dalam pelayanan pendidikan tidak dapat dipisahkan dengan kualitas penggunaan dan pengalokasian anggaran pendidikan secara tepat dan hematKetidakefisienan dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan menunjukkan terjadinya pemborosan dalam penggunaan sumber daya pendidikan, karena lemahnya sistem tata kelola.

Lalu apa yang harus dilakukan untuk keluar dari jebakan kinerja pelayanan pendidikan yang masih jauh dari tuntutan ideal dan normatif? Yang harus dilakukan adalah mendesain kebijakan pendidikan yang berkualiatas dan berdimensi jangka panjang melalui perpaduan nilai, kapasitas, dan kewenangan.

Misalnya saat saya menjadi Gubernur Sumatera Barat periode 2005-2009, ada beberapa terobosan yang dilakukanDi antaranya mengalokasikan dana khusus dalam APBD untuk membayar honor guru bagi pelajaran tambahan bagi siswa SMP dan SMA yang akan mengikuti UAN.

Lalu menyediakan dana APBD setiap tahun untuk beasiswa belajar tamatan SMA dan MAN yang mampu lulus ujian masuk untuk kuliah di Universitas Al Azhar di Kairo MesirSelama 2005 hingga 2010, tidak kurang 100 tamatan SMA seluruh Sumatera Barat dikirim ke Universitas Al Azhar.

Kami juga memberikan dana bantuan dari APBD Sumbar kepada semua PTN dan PTS di Sumatera Barat untuk peningkatan kualitas dosen seperti melalui bantuan biaya pendidikan/beasiswa untuk tugas belajar S3 di dalam dan luar negeri.

Terakhir adalah mendirikan Yayasan Beasiswa Minangkabau dengan modal dana abadi sebesar lebih kurang Rp 50 miliar yang berasal dari sumbangan pihak ketiga dan dana CSR sejumlah BUMN dan BUMDProgram dari yayasan ini adalah memberikan beasiswa bagi anak-anak muda tamatan SMA yang pintar, namun kurang secara ekonomi untuk bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Kesimpulannya, kebijakan publik pemerintah di sektor pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama sebagaimana tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan NasionalSelain itu UU No 32 Tahun 2004 juga telah memberikan kewenangan luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada pemerintah dalam merumuskan kebijakan pendidikan yang objektif dan spesifik(*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Wako Tomohon Diuntungkan Kesaksian Anak Buah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler