jpnn.com, JAKARTA - Rumah sakit yang sudah mempunyai fingerprint wajib mendaftarkan pasien peserta BPJS Kesehatan melalui alat tersebut. Terutama untuk pasien di poli mata, jantung, rehab medis, dan hemodialisis.
’’Substansinya untuk memudahkan pelayanan peserta,’’ tutur Kepala Humas BPJS Kesehatan Pusat M. Iqbal Anas (19/6).
BACA JUGA: Bu Khofifah Pastikan Utang BPJS Kesehatan ke RS Tak Ganggu Pelayanan
Menurut Iqbal, memudahkan ini berarti mengurangi berkas. Rumah sakit akan lebih mudah mengelola administrasi. Seluruh data sudah terintegrasi. Tidak semua rumah sakit atau fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) melakukan layanan pendaftaran dengan fingerprint. Kebijakan yang dimulai sejak Mei itu hanya diperuntukkan fasilitas kesehatan yang memiliki alat fingerprint.
’’Pada 2018 seluruh RS yang melayani hemodialisis sudah fingerprint. Pada 1 Mei diperluas ke poli lain,’’ ucap Iqbal.
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Diingatkan Bayar Utang Rp 408.3 miliar pada RS
BACA JUGA: BPJS Kesehatan Diingatkan Bayar Utang Rp 408.3 miliar pada RS
Perekaman dengan fingerprint dilakukan pada awal kedatangan pasien di rumah sakit. Pengambilan sidik jari itu juga membantu mengurangi potensi penyalahgunaan manfaat BPJS Kesehatan. Selama ini, ada kasus pasien yang menggunakan kartu BPJS Kesehatan bukan miliknya.
BACA JUGA: Dirut BPJS Kesehatan Reunian di Pelabuhan Merak
Kebijakan itu sempat mendapat penolakan dari Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi). Namun, Iqbal menyatakan bahwa Persi sebelumnya diundang untuk membicarakan pendaftaran lewat fingerprint.
Sementara itu, Ketua Persi Kuntjoro Adi Purjanto menyatakan, dalam perjanjian kerja sama (PKS) pada 2019 antara RS dan BPJS Kesehatan, disepakati kebutuhan administrasi manajemen yang berkaitan dengan BPJS Kesehatan menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan.
Alat tersebut kemudian diintegrasikan dengan sistem informasi RS. ’’Banyak keluhan RS dan pengurus tentang keharusan membeli fingerprint,’’ tuturnya.
BACA JUGA: Atasi Defisit BPJS Kesehatan, Iuran PBI Akan Dinaikkan
Tanggapan Persi itu, menurut Kuntjoro, bukan berarti tidak mendukung sistem pelayanan kesehatan. Namun, sudah seharusnya pengembangan tersebut memenuhi regulasi seperti PKS. ’’Kebijakan BPJS Kesehatan yang tanpa persetujuan Kementerian Kesehatan itu tidak tepat,’’ ungkapnya.
Selain itu, menurut dia, sistem perekaman fingerprint bisa terintegrasi dengan Kemendagri saja. Kuntjoro berharap BPJS Kesehatan tidak menetapkan sepihak mengenai kebijakan fingerprint. Setidaknya ada koordinasi dengan pemangku kebijakan terkait. (lyn/c19/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tenang, Pelayanan BPJS Kesehatan Tak Libur saat Lebaran
Redaktur & Reporter : Soetomo