Pemerintah Tiongkok mengumumkan akan menghapus kebijakan yang membatasi warganya untuk memiliki maksimal dua anak. Kini warganya diperbolehkan memiliki tiga anak.
Perubahan ini disetujui dalam pertemuan komite Partai Komunis yang dipimpin oleh Presiden Xi Jinping, menurut kantor berita resmi Xinhua.
Pemerintah Tiongkok mengatakan masalah populasi yang menua semakin parah.
Perubahan kebijakan ini akan membantu memperbaiki struktur populasi Tiongkok, serta mempertahankan keunggulan Tiongkok soal sumber daya manusia, menurut Pemerintah Tiongkok.
BACA JUGA: Mahasiswa Internasional Tidak Adanya Kepastian dari Pemerintah Australia
Perubahan kebijakan akan dilengkapi dengan "langkah-langkah yang mendukung, yang akan kondusif untuk memperbaiki struktur populasi negara, memenuhi strategi untuk menanggulangi populasi yang menua, serta mempertahankan keuntungan sumber daya manusia," demikian laporan kantor berita Xinhua.
Di antara langkah-langkah itu, Tiongkok akan menurunkan biaya pendidikan untuk keluarga, meningkatkan pajak dan program bantuan perumahan, menjamin kepentingan hukum pekerja perempuan, serta mengambil tindakan keras soal emas kawin "setinggi langit" dalam pernikahan, tanpa memberikan rincian.
BACA JUGA: Wabah COVID-19 di Melbourne Belum Mencapai Puncaknya
Laporan tersebut juga menyebutkan Tiongkok akan juga mendidik anak-anak "tentang pernikahan dan cinta".
"Warga tidak terbebani dengan batasan dua anak, tetapi karena biaya yang sangat tinggi untuk membesarkan anak di Tiongkok saat ini," kata Yifei Li, sosiolog di NYU Shanghai.
"Perumahan, kegiatan ekstrakurikuler, makanan, perjalanan, dan lainnya naik dengan cepat. Menaikkan batas jumlah anak tidak mungkin mengubah posisi siapa pun dengan cara yang berarti, menurut saya."
Pengumuman ini mendapat tanggapan negatif di media sosial Tiongkok, banyak warga Tiongkok mengatakan mereka tidak mampu bahkan untuk membesarkan satu atau dua anak.
"Saya bersedia beranak tiga kalau saya diberi 5 juta yuan [lebih dari Rp11 miliar]," tulis seorang pengguna Weibo. Pertumbuhan populasi yang melambat
Dengan penduduk sebanyak 1,4 miliar orang, Tiongkok adalah negara terpadat di dunia.
Tetapi pada tahun 2050 nanti, satu dari tiga orang di Tiongkok diproyeksikan memasuki usia pensiun.
Pada tahun 2015, Tiongkok mencabut kebijakan satu anak yang telah berlangsung puluhan tahun, agar menghentikan ledakan populasi.
Kemudian diganti dengan batasan maksimal memiliki dua anak, yang gagal menaikkan tingkat kelahiran karena mahalnya biaya membesarkan anak di kota-kota di Tiongkok.
Alasan biaya ini yang kemudian menghalangi banyak pasangan muda untuk berkeluarga.
Awal bulan Mei, sensus yang dilakukan sekali dalam satu dekade di Tiongkok menunjukkan selama dekade terakhir, populasi berada di tingkat paling lambat sejak tahun 1950-an.
Datanya menunjukkan tingkat kesuburan 1,3 anak per perempuan untuk tahun 2020 saja, setara dengan masyarakat yang menua seperti di Jepang dan Italia.
Pertemuan komite Partai Komunis juga mengumumkan Tiongkok akan menunda secara bertahap usia pensiun, tetapi tidak memberikan rincian.
Pada akhir tahun 2020, Tiongkok sempat memberlakukan denda sebesar 130.000 yuan [lebih dari Rp290 juta] diberlakukan kepada orang-orang yang mempunyai anak ketiga.
"Saya senang sekali," kata Su Meizhen, seorang manajer sumber daya manusia di Beijing yang saat ini hamil anak ketiganya.
"Kami tidak harus membayar denda, dan kami akan bisa mendapatkan hukou," katanya.
'Hukou' adalah pada izin tinggal di kawasan perkotaan yang memungkinkan keluarga untuk menerima sejumlah manfaat, seperti mengirim anak-anaknya ke sekolah umum setempat.
Artikel ini diproduksi oleh Mariah Papadopoulos dari laporannya dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Imigrasi Australia Diminta Persulit Pendatang yang Tak Mahir Berbahasa Inggris