jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menegaskan aplikasi TikTok masih melangggar hukum di Indonesia melalui fitur TikTok Shop
Pasalnya, menurut Teten, Tiktok Shop tidak memiliki izin usaha dagang. Selain itu, TikTok masih tidak patuh terhadap aturan soal platform media sosial yang terhubung dengan fitur belanja daring laiknya platform e-commerce.
BACA JUGA: Soal Dugaan Pelanggaran TikTok Shop, DPR Buka Kemungkinan Tempuh Hal Ini
Pelanggaran itu berkaitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
"TikTok sampai sekarang belum menghormati hukum Indonesia," kata Teten, Rabu (6/3)
BACA JUGA: Legislator Komisi VI Minta Fitur TikTok Shop Dipisah dari Aplikasi Induk
Menteri Teten telah berulang kali mengingatkan terkait pelanggaran tersebut. Dia coba membandingkan platform media sosial lain seperti Instagram dan media sosial global lain di Indonesia yang hanya menawarkan promosi barang di aplikasi mereka.
Teten juga berbicara soal sanksi terberat menanti TikTok karena pelanggaran ini terus dibiarkan.
BACA JUGA: Kementerian Koperasi Ungkap Pelanggaran yang Dilakukan TikTok, Ini Buktinya
"Transaksinya tidak di dalam (aplikasi). Dia multi-channel, jualannya (transaksi) di mana. Nah kalau Tiktok dia promosinya di Tiktok media sosialnya, jualannya di Tiktok Shop-nya juga ," kata Teten.
"Harus disansksi, sanksinya bisa diberhentikan usahanya. TikTok Shop-nya. Menurut saya regulasi itu pasti ada jalan keluarnya, ada sanksinya. Nah ini saya kira pemerintah Indonesia harus berani," tutur Teten.
Hal menjadi kekhawatiran Teten, TikTok sebagai raksasa teknologi asal Tiongkok biasa mengendalikan satu aplikasi dengan berbagai fungsi untuk promosi, bahkan memproduksi barangnya dari negara asal ke tempat mereka beroperasi.
"Orang yang masuk ke media sosial, TikTok, mencari hiburanlah. Mau menari, menyanyi bersama keluarga dan teman. Sekarang orang Indonesia 123 juta (pengguna) masuk ke situ. Kita bisa bandingkan orang yang masuk ke e-Commerce tidak sejumlah itu. Nah kemudian AI mereka canggih, orang yang tadinya hiburan, menjadi belanja. Nah ini disadari pemerintah, wah ini bahaya. Kalau antara media sosial di satu tempat dengan transaksinya," sambung Teten.
"Artinya orang punya tujuan berbeda dimanfaatkan untuk keuntungan bisnis dan ini yang punya potensi terjadinya monopoli dan terjadi," imbuh Teten.
Teten juga tegas menyatakan tidak ada istilah transisi, uji coba maupun migrasi sistem transaksi TikTok Shop, setelah platform media sosial itu mengakuisisi e-Commerce tanah air - Tokopedia. Istilah tersebut tidak disebut dalam Permendag 31/2023.
"Kalau saya lihat Tiktok sengaja (melanggar Permendag). Karena sebelum diatur Permendag 31/2023, dia juga melanggar selama dua tahun, dibiarkan Permendag Nomor 50 Tahun 2020. Yang isinya tidak boleh Tiktok Shop jualan di sini, sebelum punya badan hukum di sini. Kemarin kan diberhentikan pemerintah, kemudian beli Tokped (Tokopedia) lalu mulai bisnis lagi. Nah, begitu kita lihat, kan, tidak ada tuh transaksi di Tokped meningkat sehingga sahamnya juga tidak naik juga," kata Teten.
"Kalau kita beli di (TikTok Shop) saya dapat laporan banyak, datangnya juga dari TikTok bukan dari Tokopedia. Dia tetap melanggar, saya tidak lihat komitmen hingga hari ini untuk memperbaiki itu," pungkasnya. (flo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi