Kecelakaan Maut TransJakarta, Sopirnya Diduga Punya Riwayat Epilepsi

Rabu, 03 November 2021 – 23:49 WIB
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo (ketiga kanan) menghadiri jumpa pers di Kantor Subdit Gakkum Polda Metro Jaya, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (3/11). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Polda Metro Jaya membeber fakta ihwal sopir bus TransJakarta berinisial J yang terlibat tabrakan maut di Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, beberapa waktu lalu.

Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo mengungkapkan sopir tersebut pernah menyampaikan pengakuan tentang sakit yang dideritanya.

BACA JUGA: Polda Metro Beri 4 Rekomendasi untuk Manajemen TransJakarta Pascakecelakaan Maut

Polisi memperoleh informasi itu setelah memeriksa rekan J.

"Menurut pengakuan temannya, inisial WK, yang sudah delapan bulan satu mes, almarhum pernah bercerita punya riwayat sakit saraf dan sering pusing," kata Sambodo di Jakarta, Rabu (3/11).

BACA JUGA: Kecelakaan TransJakarta, Pengemudi yang Tewas jadi Tersangka

Selain itu, J juga mengaku hampir tiap hari meminum obat-obatan.

Berbekal keterangan itu, polisi lantas memeriksa kamar mes tempat J. Di situlah polisi menemukan obat darah tinggi dan obat saraf di lemari.

BACA JUGA: Begini Hasil Visum Sopir Bus TransJakarta yang Tewas Kecelakaan di Cawang

Selanjutnya, polisi meminta keterangan saksi ahli untuk mengetahui kandungan dalam kedua obat tersebut. Hasilnya, obat itu berjenis amlodipine dan phenytoin.

Amlodipine merupakan obat untuk menurunkan tekanan darah, sedangkan phenytoin berfungsi untuk mencegah atau meredakan kejang.

"Amlodipine itu (dijual) bebas di pasaran, tetapi obat phenytoin harus dari resep dokter," kata Sambodo.

Perwira menengah Polri itu menyenut phenytoin punya efek samping, yakni gangguan koordinasi saraf. Efek obat itu pun bisa berlangsung berhari-hari, bahkan selama seminggu.

Namun, kata Sambodo, hasil pemeriksaan darah dan urine menunjukkan obat yang dikonsumsi J hanya amlodipine.

"Jadi, dia lagi enggak minum obat saraf (phenytoin) saat berkendara," kata Sambodo.

Lulusan Akaddmi Kepolisian (Akpol) 1994 itu menduga J terserang epilepsi saat mengendarai bus TransJakarta yang berujung kecelakaan.

"Diduga epilepsi J kumat saat mengendarai bus tersebut, sehingga bukannya menginjak pedal rem, malah menginjak pedal gas yang mengakibatkan bus melaju kencang meskipun sudah mendekati halte," ungkap Sambodo.

Pada kasus kecelakaan tersebut, J dijerat Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukuman pasal itu ialah enam tahun penjara atau denda Rp 12 juta.

Namun, polisi menghentikan proses hukum kasus kecelakaan dua bus TransJakarta itu. Sebab, J meninggal dunia.(cr3/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Hari Buruk buat Angkutan Massal di DKI: Kereta LRT Bertabrakan, Transjakarta Kecelakaan


Redaktur : Antoni
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler