Kecepatan Kereta Cepat yang Amat Cepat

Sabtu, 23 Juli 2011 – 08:12 WIB

TENTU saya mencoba ini: naik kereta cepat jurusan Beijing -Shanghai yang masih kinyis-kinyisSaya memang sudah mengaguminya sejak kereta ini direncanakan

BACA JUGA: Mulai Daging Babi sampai Mikro LNG

Waktu itu, sambil berbaring di rumah sakit menunggu dilaksanakannya operasi ganti hati, saya bertekad, kalau saja diberi kesehatan dan umur panjang, saya akan mencoba kereta ini.

Inilah kereta cepat yang direncanakan dengan cepat dan dilaksanakan dengan cepat
Padahal, panjang jalur ini 1.350 km, hampir sama dengan Jakarta-Medan atau Jakarta-Makassar

BACA JUGA: PLTS Bunaken Model untuk 100 Pulau Lain

Tepat 1 Juli lalu, bersamaan dengan hari kelahiran Partai Komunis Tiongkok, kereta ini sudah jadi dan sudah dioperasikan
Kalau saja saya tidak menjabat CEO PLN, tentu saya ingin mencobanya di hari pertama

BACA JUGA: Menghadapi Musuh Besar No 4 dan No 5

Tapi, karena sekarang saya bukan lagi orang bebas, kesempatan itu baru datang di hari ke-18, saat saya ada urusan di Chengdu, Chongqing, Beijing, dan Shanghai.

Memasuki gerbong kereta ini, saya tidak begitu kagetIni bukan kereta tercepat yang dimiliki TiongkokJuga bukan kereta termewah di negeri ituSaya sudah mencoba kereta tercepat di dunia yang dibangun Tiongkok dengan interior yang lebih mewah: maglev! Yang kecepatannya 430 km/jamYang menghubungkan bandara Shanghai Pudong ke kota Shanghai.

Saya juga sudah mencoba kereta yang kecepatannya 350 km/jam dan interiornya juga lebih mewahYakni, kereta cepat jurusan Tianjin-Beijing (jarak 200 km ditempuh dalam 29 menit) dan kereta cepat yang sama jurusan Shanghai-Hangzhou yang jaraknya sekitar 300 km.

Sebaliknya, saya juga pernah naik kereta malam tradisional di TiongkokYang kecepatannya masih 120 km/jamYang di setiap kabinnya terdapat empat tempat tidurYakni, tempat tidur susun dua seperti kereta Bima jurusan Surabaya-JakartaDulu jurusan Beijing-Shanghai dilayani kereta jenis iniJarak tempuhnya 9 jamHarga karcisnya Rp 600.000/orangBanyak penumpang memilih berangkat petang atau agak malam agar tiba di tujuan pagi hari dalam keadaan segar karena bisa tidur sepanjang perjalanan.

Meski kini sudah ada kereta cepat yang baru, kereta jenis lama itu tidak dihapusHanya tinggal dua kali sehariSedangkan jadwal kereta cepatnya 42 kali sehariDengan kecepatan 300 km/jam, jarak Beijing-Shanghai ditempuh 4,50 menit.

Harga karcis kereta ini cukup mahal: Rp 850.000/orang untuk kelas ekonomi dan Rp 1,2 juta untuk kelas eksekutifDengan harga segitu, tentu inilah tiket kereta yang lebih mahal daripada pesawat terbangTiket pesawat Beijing-Shanghai bisa diperoleh dengan harga Rp 800.000 untuk kelas ekonomiApalagi pada hari-hari pertama beroperasinya kereta cepat iniAda penerbangan yang mendiskon tiket pesawat hingga 50 persenSebagian karena ketakutan yang tidak berdasar, sebagian lagi memang ngeri kehilangan penumpang.

Setelah kereta cepat ini dua minggu beroperasi, barulah perusahaan penerbangan merasa sedikit legaYakni, setelah kereta cepat ini mengalami gangguanSistem listriknya down sebanyak empat kaliBukan disebabkan pemadaman bergilir, tapi karena terjadi gangguan sistemPenumpang kecewa karena kereta terlambat sampai dua jamTernyata memang ada yang kurang sempurna pada sistem listrik kereta iniTerutama untuk mengahadapi cuaca ekstrem: badai atau petirBanyak penumpang yang kembali memilih pesawatPerang diskon pun tidak terjadi lagiTarif pesawat kembali normal.

Susunan kursi di kereta ini mirip dengan di pesawat, tapi lebih lapangJarak dengan kursi depannya sangat longgarDengan kursi seperti itu, banyak penumpang yang langsung terlelapApalagi tidak ada gangguan suara glek-glek, glek-glek, glek-glek dari rodanya.

Di tengah lelapnya penumpang itu, tiba-tiba banyak yang terbangunYakni, ketika dari balik pintu yang memisahkan satu gerbong dengan lainnya terdengar teriakan orang yang sangat keras dengan nada marah yang hebatKetika pintu tertutup, suara itu hilangTapi, setiap pintu terbuka karena ada orang yang hendak ke toilet, suara itu kembali mengagetkan seluruh penumpangTiga jam lamanya orang itu berteriak-teriak seperti itu di telepon genggamnyaTanpa hentiDari kata-katanya dengan jelas bisa diketahui bahwa dia sedang bertengkar dengan ceweknyaEntah istri, entah pacarDia mengutuk habis-habisan ceweknya yang keluar rumah sampai jam 02.00Dan segudang maki-makian lainnya

Saya sendiri tidak menghiraukanSaya memang memutuskan untuk tidak tidur sepanjang perjalanan iniTapi, itu karena saya ingin tahu apa saja yang terjadi sepanjang perjalananSaya juga berjalan-jalan ke gerbong ekonomi, ke gerbong restoran, dan ke toiletnya yang dua macam itu: duduk dan jongkok.

Tentu saya juga ingin tahu bagaimana kalau kereta ini melewati stasiun besarApakah tetap dengan kecepatan 300 km/jam atau dilambatkanStasiun besar pertama yang harus dilewati adalah Tianjin, kota yang saya pernah lama tinggal di sanaMemang tidak semua kereta cepat singgah di TianjinYang saya naiki ini, GT 98, yang berangkat jam 16.00 dari Beijing, termasuk yang tidak berhenti di Tianjin.

Ternyata untuk kereta yang tidak perlu berhenti di Tianjian tidak perlu melewati stasiunnyaAda rel khusus yang mem-by-passKeretanya tidak perlu masuk kota Tianjin, melainkan melambung di luar kota.

Meski jalur kereta Beijing-Shanghai ini melewati banyak kota, yang saya naiki ini hanya berhenti di dua stasiun: Jinan (ibu kota Provinsi Shandong) dan Nanjing (ibu kota Provinsi Jiangshu).

Ke depan, banyak sekali jalur kereta cepat jarak jauh seperti ini dibangun di seluruh TiongkokTiongkok tidak akan lagi mengembangkan kereta maglev yang kecepatannya 430 km/jamTerlalu mahalJuga tidak lagi mengembangkan kereta dengan kecepatan 350 km/jam seperti jurusan Beijing-Tianjin karena terlalu boros listrik.

Menurut hasil studi di Tiongkok, kecepatan kereta yang paling ekonomis adalah 270 km/jamDari segi kecepatan sudah sangat cepatDari segi pemakaian listrik masih maksimal"Kalau ingin kereta dengan kecepatan 350 km/jam atau lebih, sebaiknya tidak boleh lagi dengan sistem roda yang menempel di rel," ujar hasil studi ituSepanjang masih menggunakan sistem roda yang menempel di rel, sebaiknya kecepatan maksimal 270 km/jam.

Itu ada pengecualianKecepatan 300 km/jam masih ekonomis manakala ditemukan sistem penghemat listrikSebenarnya beban listrik yang sangat besar terjadi saat kereta mulai berangkatTarikan pertama di setiap stasiun itulah yang memakan banyak listrikUntuk menghindari hal itu, Tiongkok sedang menyiapkan sistem baru: jangan ada kereta yang berhenti di stasiunCukup mengurangi kecepatannya sambil "menyaut" gerbong baru yang sudah disiapkan berikut penumpangnya di stasiun itu.

Kalau sistem itu nanti berhasil, penumpang di suatu stasiun sudah harus naik gerbong sebelum kereta tiba di situGerbong tersebut letaknya di atas dan harus siap digendong kereta yang segera menyautnya di stasiun ituDengan demikian, keharusan berhenti di stasiun bisa dihindari dan konsumsi listrik bisa lebih kecil.

Kini juara I, juara II, dan juara III kereta tercepat di dunia ada di TiongkokIni kian meneguhkan posisi negara itu sebagai calon superpower baruKian bulat pendapat ahli yang mengatakan bahwa Tiongkok akan berhasil melampaui Amerika Serikat tahun 2016Tidak lama lagiPada tahun itu, size ekonomi Tiongkok naik USD 8 triliun, dari USD 11 triliun saat ini menjadi USD 19 triliun pada tahun 2016Sedangkan zise ekonomi Amerika Serikat hanya naik USD 3 triliun, dari USD 15 trilun saat ini menjadi USD 18 triliun pada tahun 2016Semoga saya masih bisa menyaksikannya! (*)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harapan Baru pada Listrik Sehen


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler