jpnn.com - JAKARTA – Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun mengatakan elite politik perlu memahami realitas sosial cultural yang ada di ibu kota.
Direktur Pusat Studi Sosial Politik Indonesia, itu menjelaskan pemimpin agar bisa diterima masyarakat harus mampu melakukan pemetaan sosial di Jakarta.
BACA JUGA: Ahok Sebaiknya Kerja, Djarot yang Bicara
Dia mencontohkan, pada 2012 saat kampanye jadi calon gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo begitu diterima masyarakat.
Karena selain kesantunan, Jokowi juga bisa menjawab dahaga masyarakat akan sosok pemimpin.
BACA JUGA: KPK: Choel dan RJ Lino Adalah Utang Kami
Karenanya dia mengatakan, petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama perlu diingatkan akan pentingnya hal ini.
”Kecerdasan sosial Jokowi lebih baik daripada Pak Ahok. Supaya Pak Ahok diingatkan akan hal ini,” kata Ubedilah saat diskusi “Ahok Effect” di Jakarta, Sabtu (19/11).
BACA JUGA: Kompromi Politik Solusinya
Dia juga mengkritik pola komunikasi Ahok yang lebih banyak memancing hal negatif. Menurut Ubedilah, ketika Ahok tidak mampu mengendalikan kalimatnya saat berbicara di publik, maka itu tak hanya berpengaruh pada elektabilitasnya saja.
Tapi juga menjalar ke persoalan lain. “Ini tentunya tidak diharapkan. Jadi, kuncinya harus sama-sama mengerem,” ungkap Ubedilah.
Lebih lanjut dia mengatakan, semua pihak tentu ingin demokrasi di Indonesia berjalan baik dan berkualitas. Dia menjelaskan, salah satu ciri penting demokrasi yang berkualitas adalah ketika rakyat dan elite memilih jalan rasional.
“Kalau tidak berjalan baik, maka demokrasi tidak berkualitas,” katanya.
Nah, begitu juga di urusan pilkada, masyarakat sekarang merespon dengan cara rasional. Jika perkataan lebih banyak emosional, akan menimbulkan resistensi sehingga demokrasi menjadi jauh dari kualitas.
“Begitu elite tidak rasional menyampaikan gagasan, maka irasionalitas publik akan muncul,” katanya.
Dia memandang, apa yang terjadi di Jakarta sekarang ini lebih kepada persoalan komunikasi politik. Menurut dia, kalau masalah lain seperti perbedaan, kebhinekaan, demokrasi, itu sudah selesai alias tidak ada persoalan.
“Kalau belum, tidak mungkin Ahok jadi gubernur. Kita sudah selesai masalah kebihinaekaan,” pungkasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Demo 2 Desember, Djarot: Maunya Apa Toh Sekarang?
Redaktur : Tim Redaksi