jpnn.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyebutkan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) Charles Sitorus merugikan keuangan negara hingga sekitar Rp 400 miliar.
Baik Tom Lembong dan Charles diduga bersekongkol dalam impor gula di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun anggaran 2015-2016.
BACA JUGA: Inilah Kawan Tom Lembong yang Dijebloskan ke Sel Tahanan, Siapa?
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar mengatakan pada Mei 2015, berdasarkan rapat koordinasi antarkementerian, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak perlu impor gula.
Namun, pada tahun yang sama tersebut, Tom Lembong memberikan izin persujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP yang. Kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
BACA JUGA: Kejagung Tetapkan Tom Lembong Sebagai Tersangka, Inilah Kasusnya
"Sesuai dengan keputusan Menteri Perdagangan dan Peridustrian Nomor 527 Tahun 2004 yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN tetapi berdasarkan persujuan impor yang telah dikeluarkan oleh tersangka TTL (Tom Lembong), impor gula tersebut dilakukan oleh PT AP dan impor gula kristal mentah tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan intansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari kementerian-kementerian guna mengetahui kebutuhan rill gula di dalam negeri," kata Abdul Qohar dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10).
Kemudian, pada Desember 2015, dilakukanlah rapat koordinasi yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian yang salah satu pembahasannya bahwa Indonesia pada 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200 ribu ton.
BACA JUGA: Survei Indikator Politik: Kejagung Paling Dipercaya Publik
Dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional, pada November sampai Desember 2015 tersangka Charles selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan setiap senior manager bahan pokok PT PPI atas nama P untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.
Padahal, lanjut Abdul, dalam rangka pemenuhan stok dan stabilisasi harga, seharusnya yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang dapat melakukan tindakan hanya BUMN.
'Bahwa kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebenarnya izin industrinya adalah produsen gula kristal rafinasi yang diperuntukkan untuk industri makanan, minuman, dan farmasi," jelas Abdul.
Setelah kedelapan perusahaan tersebut mengimpor dan mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih, selanjutnya PT PPI seolah-olah membeli komoditas tersebut. Padahal, senyatanya gula tersebut dijual delapan perusahaan tersebut ke pasaran atau ke masyarakat melalui distributor yang terapeliasi dengannya dengan harga Rp16.000 per kilogram yaitu harga yang lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 dan tidak dilakukan operasi pasar.
"Bahwa dari pengadaan dan penjualan GKM yang telah diolah menjadi gula kristal putih tersebut, PT PPI mendapatkan fee dari 8 perusahaan yang mengimpor dan mengelola gula tadi sebesar Rp 105 per kilogram," kata dia.
"Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-perundangan yang berlaku negara dirugikan kurang lebih Rp 400 miliar," tambah Abdul.
Tom Lembong dan Charles disangka melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2021 Juncto Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindakan Pidana Korupsi Juncto pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHAP. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Gulung Ronald Tannur di Surabaya
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga