jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah memperkirakan membutuhkan investasi sebesar Rp 5.823,2 triliun untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi di angka 5,3-5,6 persen pada tahun depan.
Dana investasi itu berasal dari pemerintah, swasta, maupun pasar modal.
BACA JUGA: Sekali Lagi, Warning Misbakhun kepada Sri Mulyani demi Kehormatan Jokowi
Tahun depan pemerintah menargetkan pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) 7–7,4 persen.
’’Untuk bisa mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 5,6 persen, investasi swasta jadi sangat penting. Policy yang berhubungan dengan investasi menjadi kunci, apakah perbaikan infrastruktur, perbaikan tenaga kerja, maupun policy simplification kondusif bagi investasi,’’ kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat bersama anggota DPR, Kamis (13/6).
BACA JUGA: Pemerintah Kejar Pajak Perusahaan Teknologi
Pemerintah akan berupaya menarik investasi agar ekonomi semakin tumbuh. Beberapa strategi yang direncanakan, antara lain, merombak regulasi serta memberikan insentif fiskal agar investasi lebih banyak masuk.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menambahkan, pada tahun depan investasi dari pasar modal bisa mencapai Rp 192 triliun.
BACA JUGA: Geliat Ekonomi usai Lebaran, Terbang Tinggi atau Melandai?
Target itu meningkat 3,2 persen jika dibandingkan dengan perkiraan penghimpunan dana dari pasar modal tahun ini Rp 186 triliun.
Pendanaan dari pasar modal tersebut dilakukan agar sektor swasta tumbuh. Sebab, kemampuan bank untuk membiayai semakin terbatas.
“Namun, ada catatan penting adalah bagaimana demand itu ada. Bagaimana pengusaha itu memang antusias untuk inves sehingga dia perlu dana, baik dari pasar modal maupun perbankan. Itulah yang harus kita create,’’ paparnya.
Selain pertumbuhan ekonomi, pemerintah memperkirakan inflasi berkisar 2–4 persen, tingkat bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan 5–5,6 persen, dan harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD 60–USD 70 per barel.
Lifting minyak akan berkisar 695–840 ribu barel per hari, dan lifting gas bumi 1.191–1.300 ribu barel setara minyak per hari.
Untuk nilai tukar, pemerintah mengusulkan asumsi rupiah akan bergerak di level Rp 14.000–Rp 15.000 per USD.
Target tersebut sedikit lebih konservatif daripada perkiraan Bank Indonesia (BI).
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan, bank sentral meyakini rupiah tahun depan bisa bergerak di kisaran Rp 13.900 hingga Rp 14.300 per USD.
’’Perekonomian global, khususnya harga komoditas, ke depan akan lebih baik sehingga ekspor kita akan terdorong,’’ ujarnya.
Di samping itu, BI berjanji untuk terus melakukan deepening di pasar uang.
Hingga saat ini, pemerintah melihat ada potensi beberapa kondisi akan meleset dari asumsi anggaran 2019.
Di antaranya, lifting migas, penerimaan perpajakan, serta suku bunga SPN.
Hal itu disebabkan kondisi ekonomi global yang mengalami tekanan dan akan berimbas pada ekspor dan penerimaan negara. (rin/c22/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Laju Ekonomi Berpotensi Terhambat Ekspor dan Investasi
Redaktur : Tim Redaksi