Sekali Lagi, Warning Misbakhun kepada Sri Mulyani demi Kehormatan Jokowi

Jumat, 14 Juni 2019 – 08:43 WIB
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun dan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: dokumentasi pribadi for JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun kembali menyampaikan peringatan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Legislator Golkar itu mengingatkan menteri yang kondang dengan inisial SMI tersebut benar-benar menjaga kredibilitas dan kehormatan Presiden Joko Widodo alias Jokowi terkait target pertumbuhan ekonomi.

Berbicara dalam rapat kerja Komisi XI DPR dengan Menkeu Sri Mulyani yang beragendakan pembahasan asumsi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal RAPBN 2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (13/6), Misbakhun mengaku tak ingin target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan Presiden Jokowi justru dikoreksi. “Kepada Menkeu, saya ingin pastikan bahwa pidato presiden mengenai angka pertumbuhan tidak terkoreksi lagi di ruang ini,” ujar Misbakhun.

BACA JUGA: Pemerintah Kejar Pajak Perusahaan Teknologi

Raker Komisi XI DPR juga menghadirkan sejumlah pejabat lainnya. Di antaranya Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso.

Wakil rakyat asal Jawa Timur itu menyatakan, sudah dua kali target pertumbuhan ekonomi yang disampaikan Presiden Jokowi dikoreksi. Yakni pada nota keuangan RAPBN 2017 dan 2018.

BACA JUGA: Erick Thohir Dampingi Jokowi Bahas Perkonomian dengan Apindo

BACA JUGA: Misbakhun Kritisi Sri Mulyani Lagi soal Pajak

Misbakhun menganggap koreksi itu bisa berdampak pada kredibilitas Presiden Jokowi. “Tugas kita bersama menjaga muruah presiden. Menteri adalah pembantu presiden dan kami politisi pendukung presiden,” tegasnya.

BACA JUGA: Kadin dan HIPMI Merapat ke Istana, Bertemu Erick Thohir dan Jokowi

Karena itu Misbakhun mewanti-wanti Sri Mulyani agar hal serupa tak terulang untuk RAPBN 2020. “Saya tidak ingin 2019 ini apa yang menjadi isi pidato presiden mengenai pertumbuhan ekonomi kemudian dikoreksi oleh menteri keuangan,” tegasnya.

Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan itu juga meminta pemerintah menyodorkan angka pasti soal tax ratio. Sebab, kata Misbakhun, sampai saat ini tidak ada angka pasti soal rasio jumlah penerimaan pajak dengan nilai produk domestik bruto (PDB).

Misbakhun lantas memerinci argumennya. Merujuk data, PDB Indonesia pada 2018 mencapai Rp 14.837,4 triliun.

Adapun penerimaan pajak tahun lalu di angka Rp 1.315 ,9 triliun. Dengan demikian angka tax ratio di kisaran 8,8 persen.

Namun jika merujuk angka total penerimaan perpajakan (pajak dan cukai) yang mencapai Rp 1.521,4 triliun, maka angka tax ratio di kisaran 10,25 persen. “Jadi berapa tax ratio ini, jangan sampai simpang siur. Selisih 0,1 persen pun angkanya tetap triliunan,” tegasnya.

Misbakhun juga menyinggung pentingnya pemerintah melakukan terobosan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi. Dalam pengamatannya, para pembantu Presiden Jokowi di bidang ekonomi tidak memiliki strategi untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi.

“Target pertumbuhan tujuh persen, tetapi terobosan apa yang ditawarkan? Agar kita lepas dari middle income trap (perangkap pendapatan menengah, red) dengan tumbuh enam persen saja kita tidak bisa melompat ke sana,” tuturnya.

Selain itu Misbakhun juga mengingatkan soal selisih kurs. Sebab, antara asumsi makro dengan fakta di lapangan berbeda.

BACA JUGA: Misbakhun Ingatkan Bu SMI Segera Pangkas PPh Korporasi sesuai Kebijakan Jokowi

“Karena dampaknya adalah pada penerimaan. Kalau dampaknya pada penerimaan, risikonya juga pada pembelanjaan yang menggunakan denominasi valuta asing. Ini harus dimitigasi,” tegas legislator yang dikenal getol membela kebijakan Presiden Jokowi itu.

Hal lain yang tak lepas dari sorotan Misbakhun adalah tekanan terhadap APBN lantaran penerimaan pajak yang tidak optimal. Di sisi lain, katanya, biaya penerbitan surat utang beserta imbal baliknya bertambah.

“Biaya (utang, red) naik tetapi penerimaan tidak optimal. Ini menimbulkan risiko yang sangat besar, karena terakhir lelang surat utang kita tidak semua terserap,” katanya.(jpg/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Intensif Bertemu Pelaku Usaha: Jangan Sampai Kita Kalah dari Singapura


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler