jpnn.com, SURABAYA - Ayu Sriwulan dan Putri Febria Anita terjerumus dalam kubangan bisnis prostitusi demi mendapatkan banyak uang.
Selama ini kedua tersangka yang mendekam di ruang tahanan Polda Jatim itu memiliki gaya hidup yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya.
BACA JUGA: Lihat, Petugas Intip Kamar saat Razia Tempat Eksekusi PSK
Ayu maupun Putri sama-sama mengeluhkan kondisi ekonomi keluarganya.
Saat ditemui Jawa Pos, Ayu menangis tersedu-sedu. Dia mengaku berasal keluarga yang berantakan. Ayah dan ibunya bercerai.
BACA JUGA: Penelusuran, Ketika Karyawati Larut Dalam Bisnis Prostitusi
"Kondisi tersebut membuat saya harus mencari uang untuk menghidupi ibu," terang perempuan bermata sipit itu.
Perempuan kelahiran 15 Juni 1998 itu mengaku jarang mendapat perhatian orang tua.
BACA JUGA: Muncikari Penyedia Threesome Ditangkap Polisi
Ayu pun mencari pelarian dengan bergaul bersama teman-temannya. Sehari-hari Ayu jarang di rumah.
Dia dan teman-temannya kerap nongkrong di beberapa kafe di Surabaya.
Pertemuan juga sering berlangsung di tempat dugem di daerah Wonokromo.
Tentu kebiasaan semacam itu membutuhkan banyak uang. Dia pulalah yang kerap mentraktir teman-temannya.
Padahal, pada usia yang masih muda, Ayu mengaku masih membutuhkan bimbingan.
Saat orang tuanya masih bersama-sama, sang ibu sering dimarahi ayahnya yang bekerja sebagai sopir di Pelabuhan Tanjung Perak.
"Saya enggak tega lihat ibu. Ayah sering cangkruk. Padahal, ibu sakit-sakitan," bebernya diiringi tangis yang semakin deras.
Ayu mengaku tidak mengetahui dengan jelas sakit yang diderita ibunya.
Namun, ibunya mengatakan kerap sulit tidur. Apalagi saat ayahnya tidak pulang.
"Aku paling tidak tega saat lihat ibu malam-malam menangis mikir keluarganya," terangnya.
Dia mengaku tidak ingin menambah beban ibunya yang tidak bekerja.
Perempuan asal Tambaksari itu memutuskan untuk bekerja paro waktu di sebuah department store sejak setahun lalu. Saat pagi, dia berkuliah di sebuah PTN di Surabaya.
Gaji yang diperoleh sebenarnya lumayan. Dia mengaku bisa menabung dan membayar kuliah. Setiap semester dia harus membayar Rp 4 juta.
"Namun, tetap saja masih kurang," keluhnya sambil menutup muka dengan kedua tangannya.
Padahal, sejak SMA Ayu termasuk moncer. Mengambil jurusan IPS di sebuah SMA negeri di Surabaya, dia mengaku selalu masuk sepuluh besar.
Karena prestasinya, dia bisa diterima di salah satu jurusan favorit sebuah perguruan tinggi negeri (PTN) di Surabaya. "Saya diterima lewat jalur undangan," aku dara kelahiran Lamongan itu.
Saat ini dia mengaku malu kepada ibunya. Sang ibu memang sudah mengetahui bahwa dia ditangkap polisi.
Untuk itu, Ayu ingin meminta maaf kepada orang yang paling dicintainya itu. Namun, dia juga tidak tega jika harus melihat ibunya menangis ketika bertemu nanti.
"Kepengin sekali ketemu sambil makan masakannya," ungkapnya.
Sementara itu, Putri merasa nafkah yang diberikan suaminya, EB, tidak cukup untuk membiayai kebutuhannya. Anak nomor dua di antara tujuh bersaudara itu mengaku punya banyak keperluan di luar kebutuhan sehari-hari. Penampilan Putri memang mencolok. Rambutnya dicat cokelat kemerah-merahan.
Kuku-kukunya mengkilap. Baik di tangan maupun kaki. Alisnya tebal. Bulu matanya lentik. Layaknya perempuan yang kerap menjalani perawatan kecantikan. Dia hanya menggeleng saat ditanya hobi melakukan perawatan. Jawaban singkat baru keluar dari mulutnya saat terus didesak. "Enggak juga," ujarnya sambil mengangkat pundak.
Putri memang sudah lama punya kegemaran ke salon. Tepatnya, sejak duduk di bangku SMA. Bedanya, saat itu dia masih hidup bersama keluarganya. Sejak menikah, dia harus kos bersama suaminya. "Tempatnya tidak jauh dari rumah," katanya.
Praktis, tidak banyak kegiatannya selama di rumah. Setiap hari dia ditinggal suaminya. Mulai pagi hingga sore. Waktu senggangnya itu dimanfaatkan untuk bertemu dengan anak buahnya, anak-anak yang ditawarkan untuk melayani pria hidung belang. Bahkan, rumahnya dijadikan base camp bagi mereka. Putri mengajari anak buahnya cara melayani hidung belang. Mulai bagaimana melayani di kamar hingga cara memikat mereka. "Kalau sudah ngobrol-ngobrol, suami pasti marah-marah," tuturnya.
Kalau sudah dimarahi, dia mengaku gusar. Sebab, dia menganggap suaminya juga tidak bisa memenuhi kebutuhannya. Gaji Rp 3 juta yang diterima suaminya dianggapnya tidak cukup. Dia harus membayar kos dan angsuran sepeda motor. "Untuk dua itu saja sudah Rp 1,2 juta, belum untuk susu dan sekolah anak," akunya.(aji/c6/git/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dedek Gemes Kok Mainnya di Warung Remang-Remang
Redaktur & Reporter : Natalia