Kejari Subulussalam Menetapkan 2 Tersangka Korupsi Dana Bansos Rehabilitasi Rumah tak Layak Huni

Rabu, 11 Agustus 2021 – 05:30 WIB
Dokumentasi - Tim Kejari Subulussalam, Aceh, memeriksa dokumen dalam penggeledahan di Dinas Sosial Kota Subulussalam di Subulussalam. ANTARA/HO/Penkum Kejati Aceh 

jpnn.com, BANDA ACEH - Kejaksaan Negeri Subulussalam, Aceh, menetapkan dua tersangka korupsi bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni untuk warga miskin senilai Rp 4,8 miliar. 

Menurut Kajari Subulussalam Mayhardy Indra Putra, kedua tersangka yakni berinisial S, mantan Kepala Dinas Sosial Kota Subulussalam, dan DEP selaku konsultan.

BACA JUGA: Kejari Aceh Tenggara Mengantongi Nama Calon Tersangka Korupsi Bibit Jagung

Mayhardy menjelaskan S dan DEP ditetapkan sebagai tersangka setelah ada bukti kuat dugaan korupsi memotong dana bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni di Kota Subulussalam. 

“Masing-masing penerima dipotong Rp 1,5 juta," kata Mayhardy di Subulussalam, Selasa (10/8). 

BACA JUGA: KPK Usut Korupsi di Aceh, Siapa Targetnya?

Dia menjelaskan bahwa Dinas Sosial Kota Subulussalam pada tahun anggaran 2019 mengelola program rehabilitasi sosial rumah tidak layak huni. 

Total anggaran program tersebut mencapai Rp 4,8 miliar lebih yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh.

BACA JUGA: Mantan Bendahara KONI Bengkulu Belum Ditahan Setelah Menyandang Status Tersangka Korupsi

Menurutnya, program tersebut menyasar 250 penerima yang terbagi dalam 15 kelompok. 

Masing-masing penerima mendapat bantuan sosial rehabilitasi rumah tidak layak huni sebesar Rp 19,35 juta.

Dia menuturkan S selaku kepala Dinas Sosial meminta DEP membuat rencana anggaran dan gambar serta dua laporan pertanggungjawaban. 

“Biaya rencana anggaran dan gambar Rp 500 ribu dan dua laporan pertanggungjawaban masing-masing Rp 500 ribu sehingga total Rp 1,5 juta," katanya.

Dia menambahkan dari hasil pemeriksaan, biaya pembuatan rencana anggaran dan gambar serta dua laporan pertanggungjawaban dibebankan kepada penerima bantuan, sehingga jumlah bantuan yang diterima berkurang Rp 1,5 juta.

"Sebelum pencairan tahap pertama, tersangka S mengingatkan masing-masing ketua kelompok penerima, apabila sudah mencairkan bantuan tersebut segera melakukan pembayaran Rp 1,5 juta kepada tersangka DEP," ujar dia. 

Padahal, lanjut Mayhardy, berdasarkan Peraturan Wali Kota Subulussalam tentang petunjuk pelaksanaan, rencana anggaran, dan laporan pertanggungjawaban dibuat masing-masing kelompok yang dibantu petugas pendamping.

"Dalam Peraturan Wali Kota Subulussalam juga disebutkan tidak ada pemotongan bantuan termasuk untuk biaya administrasi RAB. Selain itu, format RAB juga bertentangan dengan Peraturan Wali Kota," kata Mayhardy.

Dia mengatakan kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

"Berdasarkan hasil penghitungan Inspektorat Kota Subulussalam, kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan kedua tersangka mencapai Rp 250 juta," kata dia.  (antara/jpnn)  

Yuk, Simak Juga Video ini!


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler