jpnn.com, MATARAM - Penyidikan dugaan korupsi alat pengering (vertical dryer) hasil pertanian, memasuki babak baru. Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB yang menangani perkara ini telah menerima audit perhitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) NTB.
Korwas Investigasi BPKP NTB Ngatno mengatakan, audit vertical dryer telah mereka tuntaskan. Laporan terkait hasil audit PKKN tersebut juga telah diserahkan tim ke penyidik Kejati NTB.
BACA JUGA: DPR Dorong Polri Ambil Tugas Penyidikan Korupsi dari KPK
“Ini tadi habis menyerahkan laporan auditnya,” kata Ngatno di Kantor Kejati NTB, kemarin (22/5).
Disinggung mengenai hasil audit tersebut, Ngatno meminta awak media untuk menanyakan langsung ke Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati. Kata dia, pihak kejaksaan yang memiliki kewenangan untuk menjelaskan terkait isi audit PKKN itu.
BACA JUGA: Empat Kasus Besar âBerkaratâ di Kejati Malut
”Lebih baik tanya Aspidsus saja, kita kan cuma menghitung,” ujar dia seperti dilansir Lombok Post (Jawa Pos Group).
Dikonfirmasi terkait hal itu, Aspidsus Kejati NTB Ery Harahap membenarkan jika pihaknya telah menerima audit PKKN dari BPKP. Hasil audit itu, disebut Ery akan membantu penyidikan yang dilakukan jaksa terhadap dugaan penyimpangan pengadaan alat vertical dryer.
BACA JUGA: Yuk, Kenali Sandi Para Pelaku Korupsi
”Sudah kita terima audit PKKN dari BPKP,” kata Ery.
Menurut Ery, hasil tersebut akan ditindaklanjuti penyidik dengan melakukan penetapan tersangka. Dia mengaku, penyidik telah mengantongi calon tersangka dari proyek yang menelan anggaran sebesar Rp 5,6 miliar itu.
Penetapan tersangka akan dilakukan penyidik dalam waktu dekat ini. Selanjutnya, mereka akan melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan untuk diperiksa, guna melengkapi berkas perkara.
”Kita akan tetapkan tersangka hari ini (kemarin, Red), setelah itu satu atau dua hari kedepan akan kita panggil,” terang dia.
Ery menjelaskan, penyidik memang memilih untuk menetapkan tersangka setelah keluarnya audit PKKN dari BPKP NTB. Ini untuk menghindari gugatan praperadilan dari pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
”Kerugian negara sudah oke, jadi kita bisa tetapkan tersangka. Kita menjaga agar tidak kalah di praperadilan karena tidan mengantongi kerugian negara,” beber Ery.
Sementara terkait kerugian negaranya, kata Ery, mencapai Rp 668 juta. Hasil perhitungan BPKP menyebutkan jika kerugian negara dianggap total loss. Dengan indikasi pengadaan alat vertical dryer yang dibagikan tidak tepat sasaran.
”Karena salah sasaran. Harusnya kelompok yang diusulkan dapat, tapi kelompok lain yang tidak mengusulkan malah itu yang dapat,” kata Ery.
Sebelumnya, penyidik telah melakukan penyitaan alat mesin vertical dryer di Desa Gontoran, Lombok Barat, yang dikelola Kelompok Tani Sayang Daye II. Dari penyidikan jaksa diketahui jika proyek pengadaan mesin di Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Holtikultura NTB bersumber dari dana APBNP 2015.
Informasi tersebut tercantum di mesin yang disita penyidik. Anggaran tersebut digelontorkan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian, dengan nilai anggaran sebanyak Rp 5,6 miliar. Di tahun 2016, Dinas Pertanian NTB lantas menggelar tender proyek pengadaan, yang kemudian dimenangkan UD HR (inisial, Red).
Pengadaan mesin vertical dryer kemudian dibagikan kepada sejumlah kelompok tani yang tersebar di NTB, dengan harga per unitnya mencapai sekitar Rp 935 juta.(dit/r2)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Diminta Ambil Alih Korupsi Pengadaan Kapal Pertamina
Redaktur & Reporter : Friederich