Kekeluargaan Tapi Kapitalistik

Senin, 04 Oktober 2010 – 00:44 WIB

SESEKALI enak juga berbicara tentang orang kayaSetidaknya agar orang-orang miskin yang pengeluarannya Rep 211.000 sebulan alias hanya hampir Rp 7000 sehari terlecut bercita-cita menjadi orang kaya.

Mari kita mulai dari petinggi BUMN, PT Bank Mandiri Tbk yang kondang sebagai  bank terbesar dengan nilai asset mencapai Rp400 triliun

BACA JUGA: Metamorfosa Gerakan Teroris

Wah, berdasarkan laporan keuangan Bank Mandiri pada 2009, gaji seorang direktur utama Mandiri adalah Rp 166 juta netto per bulan
Bandingkan dengan Upah Minimum Kota yang rata-rata Rp 1 juta sebulan

BACA JUGA: Mengritik para Pengritik SBY



Total remunerasi untuk 11 anggota direksi Bank Mandiri pada 2009 meliputi Rp93 miliar, inklud tunjangan dan bonus/tantiem
Dus, seorang direktur Bank Mandiri, rata-rata dalam setahun meraih Rp7 miliar atawa Rp705 juta sebulan, 705 lipat dari rata-rata UMK kaum pekerja.

Itu belum apa-apa dibandingkan dengan yang diraih oleh pembesar BCA beraset  Rp298,6 triliun

BACA JUGA: Malaysia Bukan Musuh Bersama

Walau asetnya lebih kecil dari Mandiri tetapi remunerasi sembilan anggota direksi BCA lebih gede  dibandingkan Mandiri yang mencapai Rp106 miliar selama 2009Ini termasuk gaji, bonus, tunjangan rutin, tantiem, dan fasilitasJadi setiap direksi mereaup Rp11,8 miliar atau Rp983 juta sebulan.

Eh, di Bank Damanom lebih fantastis lagiWalau asetnya hanya Rp96 triliun pada akhir 2009, tetapi dari laporan keuangan Danamon 2009 yang dipublikasi di pasar modal, penghasilan eksekutifnya bahkan melampaui Mandiri dan BCASembilan orang direksi Danamon mengantongi gaji bersih Rp29 miliar ditambah tunjangan dan fasilitas lainnya, termasuk tantiem sebesar Rp99,26 miliarTotal jenderal Rp128,26 miliar

Jika dibagi rata saja, maka setiap orang direktur Danamon akan menikmati penghasilan Rp14,25 miliar selama setahun pada 2009 atau Rp1,18 miliar sebulanBank ini memang dikendalikan oleh Temasek Holding, perusahaan investasi asal Singapura.

Ternyata perolehan direksi bank BUMN kita masih kalah dengan swastaBagaimana bisa bersaing? So what? Logikanya, ya, gaji bank BUMN itu harus ditingkatkan lagi, sehingga semakin bergairah dalam berkompetisi dengan bank swastaBukannya malah diturunkan.

Padahal, gaji yang ada sekarang, baik di Mandiri dan bank BUMN lainnya sudah tergolong sangat tinggi bahkan dibandingkan dengan gaji seorang presidenOh, malah ada yang mengiritik, “jangan dibandingkan dengan gaji Presiden.” “Yang salah justru gaji Presiden kenapa di bawah gaji direksi BUMN," kata Tanri Abeng, mantan Meneg BUMN itu  kepada sebuah situs berita internet.

Terkabar bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah meminta menteri ekonomi melakukan evaluasi atas gaji direksi BUMN

Menurut Tanri yang pernah kondang dengan julukan "Manajer 1 Miliar" ini, yang perlu dibenahi bukan hanya gaji direksi BUMNTetapi, gaji Presiden dan Menteri juga harus dibenahi karena tanggung jawab mereka berat sebagai pemimpin negara

Tanri membandingkannya dengan SingapuraBahkan juga biaya hidup dan masa depan sang menteri setelah usai masa bakti.
 
Presiden mengingatkan belajar dari krisis finansial global 2008, banyak perusahaan di dunia bangkrut lantaran mengalokasikan belanja pegawai terlampau tinggiIa pun mewanti-wanti agar kinerjanya juga tinggi, walau gajinya 10 kali lipat dari gaji Presiden

Sekedar bandingan kita teringat AS semasih perang Irak duluEkonomi makro AS, katanya rancak, misalnya PDB dan yang nganggur sedikit dan indeks saham Dow Jones menembus 12.000, untuk kali pertamaTapi ekonom dan peraih Nobel Krugman melihat hanya selapis kecil masyarakat yang menikmati kejayaan ekonomi ASLebih banyak yang “poor” (miskin) dan unfair (tidak adil).

Gaji yang lumayan disedot inflasi dan jumlah orang miskin beranak-pinakTatkala keuntungan perusahaan melambung, gaji para CEO pun melangitJika gaji mereka 30 kali lipat dibanding karyawan pada 1970-an, malah meroket 300 kali lipat pada 2006Artinya, sebagian direksi BUMN kita sudah berstandar AS juga, dong?

***

Melihat fakta besarnya kenikmatan direksi bank BUMN, termasuk di BNI, BRI dan BTN, walau masih di bawah BCA dan Danamon, tampaknya BUMN yang dulu dicita-citakan Soekarno-Hatta sesuai pasal 33 UUD 1945 telah mengalami transformasiDari PN, Persero dan menjadi PT dan akhirnya perusahaan terbukaApakah wataknya telah diubah menjadi institusi kapitalisme?

Motif BUMN bukan lagi mewujudkan cita-cita proklamasiTerdengarlah, istilah profit oriented, dan manajemen professional yang  canggihBUMN digiring ke kancah kapitalistik yang ditandai dengan program restrukturisasi, profitisasi dan privatisasi

Jika merunut pasal 33 UUD 1945, sebagai asas perekonomian di Indonesia yang katanya bertolak dari asas kekeluargaan, rasanya watak sosial itu tak lagi diterapkan.

Pasal 33 UUD 1945 itu punya cerita tersendiriSyahdan, saat Bung Hatta studi ke Belanda pada 1922, ia mengikuti sebuah diskusi di Berlin, Jerman, yang menampilkan seorang tokoh yang berasal dari Indonesia, dan baru pulang melawat ke MoskowSi tokoh mengkritik ekonomi Moskow sebagai sangat otoriter, sama sekali tak mencerminkan sosialisme, melainkan Stalinisme.

"Dalam sosialisme produksi dikerjakan oleh semua dan untuk semua di bawah pimpinan organisasi-organisasi kemasyarakatan," kata si tokoh.

Ternyata bunyi kalimat pertama penjelasan resmi pasal 33 UUD 1945 pun tercantum dasar demokrasi ekonomi"Bahkan, kalimat di tahun 1922 itu telah diadopsi dalam penjelasan resmi pasal 33 UUD 1945," kata Revrisond Baswir, ekonom UGM itu suatu kali kepada saya.
 
Memang, jika kita membaca penjelasan pasal 33 UUD 1945, di situ tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakatKemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang-seorangSebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Astaga, ternyata sang tokoh itu adalah Tan Malaka, yang dikenal sebagai tokoh Partai MurbaSalah satu tokoh Murba adalah Adam Malik dan sempat ikut dalam Pemilu 1971, dan belakangan berfusi ke dalam PDI.

Menurut Bung Hatta, dengan pasal 33 itu maka perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaanHatta membayangkan bahwa semua usaha di Indonesia berbentuk koperasi dengan beranggotakan rakyat sehingga kedaulatan rakyat di  bidang ekonomi bisa ditegakkanArtinya, bukan perekonomian yang kapitalistis.

Tak terkecuali BUMN dalam cita-cita Bung Karno dan Bung Hatta, haruslah demokratisSahamnya ikut dimiliki oleh karyawan dan konsumen, sehingga diharapkan ruang usaha privat semakin lama semakin kecilTapi yang terjadi sekarang, saham BUMN malah dijual ke investor asing, sehingga ironisnya menjadi demokratis bagi orang asing.

Dapatkah dikatakan bahwa kiprah BUMN telah bagai si Malinkundang yang  mengkhianati konstitusi? Tak ada cara lain kecuali mengembalikan BUMN ke jiwa konstitusiBisa dimulai dengan mengamendemen UU BUMN, dan disusul dengan pembubaran Kementerian Negara BUMN, dan kemudian membentuk Badan Pengelola BUMN yang otonom tetapi demokratisBUMN tak seharusnya mengulangi sejarah ketika masih dipegang oleh kolonial Belanda yang kapitalistik.

Nah, jika gaji dana fasilitas para direksi sedemikian fantastisnya, apa artinya? Sudah semakin kapitalistik? Ah, inilah akibatnya jika membicarakan gaji dan fasilitas yang wah di bank BUMN kita seraya sejenak melupakan penderitaan kaum miskin di negeri iniBiasanya jawaban yang terdengar, “mari kita seminarkan lagi.” Olala! (**)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Koruptor Jadi Penyapu Jalan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler