Kekuasaan Jokowi Bisa Sirna karena Asap

Kamis, 29 Oktober 2015 – 09:55 WIB
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan (karlahut) yang kian meluas hingga belasan korban meninggal dinilai bisa menimbulkan kerawanan terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Apalagi kejadian ini selain berdampak pada kesehatan, pendidikan, ekonomi, juga psikologis masyarakat.

Pengamat politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, bicara asap, masyarakat sudah pesimistis kepada Presiden. 

BACA JUGA: 4,2 Juta PNS Sukses Daftar e-PUPNS

Di sisi lain, Jokowi juga tidak mau disalahkan karena perizinan membakar lahan gambut dikeluarkan pemerintah daerah.

"Tetapi apakah presiden harus bertanggung jawab, iya. Karena dia lah yang dapat mendatangkan pesawat asing, menggerakkan kerjasama Asia Tenggara untuk memobilisasi bantuan pemadaman kebakaran. Presiden bisa berikan sanksi tegas terhadap pembakar, perusahaan. Presiden bisa lebih responsif," ujar Pangi saat berbincang dengan jpnn.com, Kamis (29/10).

BACA JUGA: Mantan Pejabat di Daerah Ini Dikurung dan Terancam 20 Tahun Penjara

Dia mengakui pemerintah sudah berbuat dan bekerja tapi belum maksimal. Di sisi lain pemerintah juga lalai menangani karlahut karena sudah banyak korban meninggal. Nah, persoalan asap ini menurutnya juga sangat kental aroma politik bahkan bisa bergeser kepada isu delegitimasi pemerintah, karena masyarakat tidak percaya lagi.

"Generasi ini tidak bisa merasakan kehidupan yang nyaman. Distrush, ketidakpercayaan pada pemerintah. Mungkin masyarakat sudah mulai kesal, putus asa. Kadang pikiran tidak rasional lagi, hujat pemerintah. Itu wajar karena sudah tidak lagi jernih pikirannya, dan dipicu lalainya pemerintah," sebutnya.

BACA JUGA: PMI Lepas Pasukan ke Wilayah Terdampak Asap

Sampai-sampai, ada statemen dari anggota DPD RI asal Riau, Intsiawati Ayus soal kemungkinan pemakzulan Presiden. Hal ini menurut Pangi haris dicermati pemerintah karena di Riau sendiri, bendera Merah Putih sempat dikibarkan setengah tiang, sehingga dari kacamata politik, delegitimasi pada kekuasaan bisa terjadi dalam bentuk nyata.

"Iya, ini bisa. Arah ke situ (pemakzulan). Itu aroma politisnya. Jangan asap ini diarahkan kepada aroma politis. Tapi itu bisa. Asap itu bisa mendeligitimasikan kekuasaan Presiden," imbuhnya.

Akan tetapi, politikus asal Sumatera Barat itu mengatakan masyarakat harus juga mengapresiasi Presiden, terlepas dari pencitraan atau tidak, keputusan Jokowi harus dihargai karena meninggalkan Washington, Amerika, lebih cepat dan langsung ke Palembang.

"Dia pulang cepat karena ini sudah ada arah ke sinyal delegitimasi kekuasaan kan, karena kekuasan itu bisa diambil kapanpun oleh rakyat. Buktinya apa, sudah ada bendera setengah tiang, itu kan distrush, ketidak percayaan rakyat pada pemerintah. Seolah-olah mereka dibiarkan," ujarnya.

Karena itu, Pangi berharap pemerintah bisa dengan cepat dengan berbagai teknologi menyelesailan masalah asap. Karena tidak bisa hanya berharap pada hujan. Pemadaman api harus jadi prioritas utama sehingga tak ada lagi korban meninggal.

"Jangan sampai tunggu orang mati dulu. Persoalan apakah kemudian ada sanksi, regulasi, cabut izin. Itu nanti belakangan. Nyawa rakyat harus diselamatkan, gak boleh ada yang meninggal lagi. Kasus Angeline saja ributnya satu bulan meninggal satu orang, ini sudah 19 orang meninggal. Bagaimana rasional berpikir pemerintah," pungkasnya.(fat/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemnaker: Perusahaan Wajib Buat Standar dan Skala Upah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler