Peter Cox, Walikota Bendigo di pedalaman Victoria, Australia, Peter Cox mengaku syok karena aksi sekitar 150 orang dari kelompok anti Islam yang membubarkan rapat pemerintah kota setempat, Rabu (16/9/2015) malam. Ia terpaksa dikawal polisi meninggalkan ruangan pertemuan.

Saat dihubungi hari Kamis (17/9/2015), Walikota Peter Cox mengatakan suasana rapat tentang kelanjutan rencana pembangunan masjid Kota Bendigo itu sangat gaduh dengan teriakan dari orang yang memenuhi ruangan balaikota.

BACA JUGA: Peneliti Terkenal di Australia Akui Palsukan Data Penelitian

"Kami tidak bisa meneruskan rapat, dan saya skors rapatnya sekitar setengah jam untuk memanggil polisi. Saat itulah mereka berteriak-teriak sehingga diputuskan rapat tidak diteruskan," jelas Walikota Cox.


Walikota Bendigo Peter Cox.

BACA JUGA: Lulusan Asal Indonesia Finalis Alumni Berprestasi University of Canberra

 

Menurut pengamatan ABC, sekitar 150 orang hadir dalam rapat yang dihadiri para pejabat Kota Bendigo dan akan membahas kelanjutan rencana pembangunan masjid pertama di kota itu.

BACA JUGA: Sering Gunakan Komputer, Kemampuan Menulis dan Berhitung Pelajar Australia Rendah

Aksi mereka sudah mulai tampak sejak sebelum rapat dimulai. Mereka meneriakkan slogan-slogan yang menolak kehadiran masjid.

Mereka meneriaki para pejabat setempat dengan kata-kata anti Islam serta kata-kata melecehkan lainnya. Walikota Cox bahkan diteriaki "pengkhianat" dan "mundur saja" oleh oknum kelompok tersebut.

Walikota Cox mengaku hal itu bukan serangan secara pribadi terhadapnya. Namun ia mengatakan sangat kecewa oleh apa yang dia gambarkan sebagai "perilaku intimidasi" dari para pemrotes.

Tokoh yang menentang kehadiran masjid di Bendigo, Julie Hoskin, yang turut hadir di ruangan pertemuan itu Rabu malam, mengaku aksi protes ini sama sekali tidak direncanakan.

“Tidak direncanakan, tapi jika melihat perlakukan walikota dan pejabat lainnya terhadap warga, mereka kelewat batas," katanya.


Tokoh yang menentang kehadiran masjid di Bendigo, Julie Hoskin.

 

Menurut Walikota Cox, perilaku yang ditunjukkan para pemrotes itu sebenarnya menunjukkan keterbatasan pengetahuan mereka mengenai demokrasi.

"Mereke meminta referendum untuk menentukan "Apakah boleh atau tidak boleh mendirikan masjid di Bendigo "- padahal keputusannya sudah dibuat oleh pemerintah kota pada Juni 2014," katanya.

"Lalu, sudah berada di peradilan VCAT (Victorian Civil and Administrative Tribunal) selama 12 bulan, dan peradilan ini juga menyetujui permohonan (pendirian masjid)," tambah Walikota Cox.

"Pemerintah Kota tidak memiliki wewenang menyelenggarakan referendum, dan jika pun ada wewenang itu, saya ragu pertanyaan "Apakah boleh atau tidak boleh mendirikan masjid di Bendigo" sesuai konstitusi," katanya.

Walikota Cox menjelaskan, Pemerintah Kota Bendigo saat ini dalam posisi menunggu apakah keputusan VCAT (yang menyetujui permohonan izin pendirian masjid) akan digugat lebih lanjut atau tidak.

"Mereka punya batas waktu 28 hari untuk mengajukan banding ke peradilan lebih tinggi, mereka telah melakukannya namun tidak secara baik, sehingga kami menunggu apakah mereka akan mengajukan gugatan lanjutan," kata Walikota Cox.

Sementrara itu anggota Parlemen Negara Bagian Victoria dari daerah pemilihan Bendigo Timur, Jacinta Allan mengaku sangat kecewa dengan pembubaran rapat pemerintah kota itu.

"Jika orang mengangung-agungkan demokrasi dan kebebasan berbicara, lalu membubarkan paksa rapat pemerintah yang dipilih secara demokratis, maka hal itu tidak menguntungkan sama sekali," katanya kepada ABC.

Bulan lalu, pusat Kota Bendigo juga terpaksa ditutup akibat kedatangan ratusan pendukung kelompok Islam bernama United Patriots Front (UPF).

Menurut Jacinta Allan, "Kelompok ini memilih datang ke Bendigo dan mencoba membuat keributan".

"Saya minta kelompok ini, yang berasal dari luar Bendigo, untuk tidak mengganggu dan sebaiknya menjalankan taktik dan perilaku mereka untuk diri mereka sendiri," tegasnya.

Namun Walikota Cox menjelaskan, dalam aksi yang terjadi Rabu malam itu, kebanyakan yang hadir adalah penduduk setempat di Bendigo.

Di puncak keributan itu, Julie Hoskin tampak menduduki di kursi walikota dan berteriak-teriak "Julie for Mayor" yang mungkin menunjukkan keinginannya menjadi walikota.


Warga asal Indonesia Heri Febrianto (kanan) yang juga juru bicara Bendigo Islamic Association, bersama seorang tokoh agama setempat.

 

Sebelumnya, Heri Febriyanto, juru bicara Asosiasi Muslim Bendigo, mengatakan pihak yang keberatan dengan kehadiran masjid mengajukan banding soal keputusan VCAT.

Heri yang berasal dari Indonesia dan sudah menetap di Australia sejak tahun 1998 mengatakan, sebenarnya masjid ini dibangun karena kebutuhan dari komunitas Muslim di Bendingo.

"Ada sekitar lebih dari 200 orang Muslim di Bendigo, biasanya kami menggunakan fasilitas kampus La Trobe,"kata Heri yang juga aktif di sejumlah organisasi multikultur.

"Kemudian kami merasa ingin punya tempat sendiri, yang juga bisa digunakan jika ada acara-acara khusus, seperti misalnya saat bulan puasa atau Idul Fitri," jelasnya.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pasca Lengser, Tony Abbott Tetap akan Berkiprah di Parlemen Federal

Berita Terkait